"Erlan tidak bilang dia hari ini menemui Tyas ke Jakarta?" Pertanyaan mama Netty disertai mimik terkejut menatapku. "Iya, Ma. Mungkin karena papanya Egha marah atas keputusan Alia," jawabku mencoba tersenyum. "Keputusan mengenai apa, Alia?" Raut wajah mertuaku menegang, mungkin tentang perceraian yang terbersit di pikiran beliau, walaupun ke depannya itu pula yang akan kutempuh."Alia pindah kerja ke Jakarta dua minggu lagi, Ma." Mertuaku kini terdiam, sedikit mendung membayangi netranya. Kesedihan yang disebabkan akan tinggal berjauhan dengan baby Ghaazi. Putraku kini berusia delapanbelas bulan sedang di masa yang mana segala tingkah dan pembawaannya sangat menyenangkan bagi oma-opa Aku berpindah duduk ke sisi beliau, mengusap bahunya dengan rasa sayang. Mama Netty benar-benar mengasihi menantu bagai anak perempuannya sendiri. Satu tahun setengah ini aku membuktikan, mungkin seperti itulah alam semesta ditata. Ketika suamimu tak hadir sempurna maka figur lain dalam keluarga akan m
Menghitung hari itu ternyata lebih tak terasa ketika kesibukanlah yang menyita, seperti yang terjadi di minggu terakhir ini. Dua hari terakhir menghirup udara kota Surabaya, aku tak lagi tinggal di rumah kontrakan.Hari ini semua furniture yang bisa dirakit ulang, kulkas, mesin cuci dikirimkan via ekspedisi pengiriman barang. termasuk paket berisi sebagian pakaian. Selebihnya didonasikan dan ada pula yang mengisi gudang rumah mertua.Mama Netty menemuiku yang sedang bermain dengan baby Ghaazi."Erlan tidak bisa menjemput kalian lusa itu. Padahal sudah mama tegur, masa dia bilang akan menunggu di bandara saja. Tidak apa-apa seperti itu, Al?" ujar beliau begitu sudah duduk di dekatku. Raut kesal masih nampak setelah tadi mencoba menghubungi putranya pun lama baru tersambung."Biar saja Ma, Alia kan pergi bertiga dengan suster. Paling cuma repotnya pas antri chek in bagasi." sahutku."Dia juga bilang rumah di Citraland sudah dibersihkan, jadi kalian tidak perlu sampai menginap di rumah om
Penerbangan Surabaya-Jakarta menggunakan maskapai domestik yang kutempuh bersama suster dan baby Ghaazi, berakhir dengan sedikit hentakan bersamaan berdecitnya roda pesawat di landasan pendaratan bandara Soeta.Setelah keluar dari belalai kaca dan menyusuri pelataran gate-gate kedatangan, akhirnya langkah kami tiba di eskalator lalu turun dan berbelok ke kiri untuk mengambil bagasi. Baby Ghaazi sepertinya gerah dalam gendongan suster, sedari tadi minta diturunkan. Kuminta suster mengawasi langkah kecilnya berlarian di area pengambilan bagasi, karena cukup ramai penumpang lalu lalang dengan mendorong troli barang.Sosok Erland menampak begitu kami keluar, pandanganku bertemu dengannya dan aku yang lebih dahulu mengulas senyum. Bagaimana pun, tak kupungkiri ada rasa rindu membuncah di dada."Apa kabar, Mas?" tanyaku begitu berhadapan dan lengannya terulur menyambut baby Ghaazi. "Baik, bagaimana penerbangannya? Egha aman, kan?" sahutnya de
Aku tiba di gedung Perkantoran yang ditempati BThree Group lima belas menit sebelum waktu yang dijanjikan oleh owner Desta.Persis seperti di Surabaya sejumlah apartemen studio menjadi area beraktivitas berbagai divisi menggerakkan jalannya roda perusahaan. Hanya saja masing-masing apartemen studio berukuran lebih besar dengan desain interior eksklusif."Selamat pagi Bu Alia, selamat datang dan selamat bergabung di Bthree Group." Seorang gadis mengucap salam menyambut di meja resepsionis yang berbentuk setengah lingkaran dengan latar belakang logo perushaan berupa tiga hurup B,t,h berukuran besar yang dirangkai apik menggunakan paduan warna elegan.Begitu kusebutkan nama maka garda terdepan ini menyambut dengan kalimat yang spesifik, pertanda sudah mengidentifikasi diriku adalah wajah baru yang mereka ketahui satu paket dengan pemegang tampuk pimpinan perusahaan yang baru. "Selamat pagi, Mbak. Apakah saya akan menunggu Pak Desta di sini
"Hari ini ulangtahun Arumi, Tante Mia mengadakan syukuran dan mengundangmu juga. Kamu bisa pergi, Al?" Perkataan Erland membuat ingatanku kembali terlempar ke masa lalu. "Sepertinya tidak, Mas. Aku ingin istirahat saja." jawabku seadanya. Hari sabtu ini memang kurencanakan menghabiskan waktu di rumah saja, berleha-leha sambil bermain dengan baby Ghaazi."Berarti aku ajak Egha dan suster saja, kebetulan ada Salom Almera putrinya Iqbal. Egha bisa bermain bersamanya," ujar Erland."Tapi, Mas...""Kenapa, Al? Kamu keberatan sekali-sekali Egha pergi denganku? Tiap hari seharian ditinggal kerja, anak balita pun butuh suasana baru di luar sana." imbuhnya Aku terdiam karena sudah terlanjur mengatakan tidak ikut ke rumah Arumi, tapi tidak mengira Erland bahkan tetap mengajak baby Ghaazi dan suster."Ya sudah, akan kusiapkan keperluan Egha dulu." Ucapku tak ingin berkeras, padahal aku bakal kesepian di rumah.Ada benarnya kata-kata Erland, baby Ghaazi dan suster perlu diajak jalan setelah ber
"Begitu rupanya? Ibu paham sekarang, tapi tidak apa-apa juga toh, bila sandiwara nantinya berlanjut jadi kenyataan?" kata-kata bu Retno bernada gurauan, tapi tetap saja membuatku kesulitan menanggapi."Fokusnya belum ke arah itu, Bu. Alia sedang mengurus perceraian dengan suaminya..."Glek. Kali ini aku hampir tersedak padahal potongan puding yang kusuap amatlah lembut di kerongkongan.Tak bisa berbuat apa-apa. Tak keliru juga ucapan owner Desta. Hanya saja sungguh canggung jadinya ketika di luar kendali masalah pribadiku jadi perbincangan di sini "Ibu turut prihatin. Kalau boleh tahu kamu punya putra atau putri dari pernikahan itu?" Bu Retno menatapku."Seorang bocah lelaki, Bu. Namanya baby Ghaazi..." Sekali lagi owner Desta yang menjawab pertanyaan ibundanya.Aku sudah gerah dengan percakapan ini. Kalau saja bukan bos-ku, pasti kupilih angkat kaki dari sini. Salahku juga yang mengajukan konflik rumahtangga sebagai l
"Alia, maaf mengganggumu dihari libur. Kalau ada waktu bisa ketemu dengan ibu ya, ada yang mau dibicarakan hari ini?" Suara di ujung telpon adalah milik CEO Destanto. "Baik Pak, kalau boleh tahu mengenai apa yang akan dibicarakan ini?" Tanyaku penasaran."Rencana tahlilan almarhum bapak tiga hari lagi, kamu bisa datang hari ini atau besok di jam kerja?" "InsyaAllah siang ini, Pak." Kusanggupi permintaannya."Baiklah, terimakasih. Kami tunggu," terdengar nada suara lega. Lalu telpon di tutup menyusul dikirim mapp lokasi kediaman yang nantinya kutuju.Hari masih pukul delapan, di depan rumahku suster membawa baby Ghaazi sarapan, bergabung dengan para tetangga komplek yang penampakannya hanya terlihat di hari minggu. Pada jam segini ada warga yang lalu lalang baru selesai berolah raga pagi, ada pula yang menemani anak bermain sepedaan, atau sekedar bersih-bersih pekarangan. Semua itu menggantikan suasana lenggang yang b
Tak kukira akan bertemu Restu di pelaksanaan tahlilan, sepupu Erland itu ternyata diundang langsung oleh CEO Destanto."Erlan tidak kau undang?" Tanya Restu."Dia tidak bisa datang, kesibukannya mulai padat menjalankan kembali bisnis milik Tyas." Sahutku sebagaimana kenyataannya. Erland tidak menjanjikan bisa hadir sewaktu kemarin kusampaikan bahwa bu Retno juga mengundang keluargaku ke acara ini. "Sepertinya aku masih sibuk menyelesaikan pekerjaan pada jam itu." Jawaban Erland kuartikan sebagai keengganannya untuk datang.Terlebih tahlilan almarhum Pak Amirudin dilaksanakan ba'da Ashar, sepertinya Erland memilih berkutat di kantornya daripada datang ke sini demi memantaskan hubungan baik semata.Rivana yang datang mewakili keluargaku, dan sekaligus mendampingi suaminya yang juga masuk di panitia kecil.Rangkaian acara pengajian Ayat Suci Alquran dan Dzikir Tahlilan berlangsung tepat waktu dan lancar karena Sholat Asha