Sierra masih terduduk. Rasanya sulit sekali percaya akan apa yang terjadi saat ini. Bahkan ini di luar nalarnya. Dan tak bisa dikendalikan oleh akal sehatnya itu.Dikta yang mulai menyadari gelagat polos Sierra ini hanya tersenyum. Ternyata di balik sikap kejinya, Sierra berhasil menjaga asetnya hingga saat ini. Betapa beruntungnya Dikta bisa mendapatkan berlian dari segelintir batu di kali.Dikta memaklumi karena hal ini benar-benar sulit diterima. Tapi, Dikta tak mau permainan ini benar-benar berakhir. Ia ingin menuntaskannya. Juga ingin memberikan sisi lain pada hidup Sierra.Dikta bangun dan menghampiri Sierra yang mematung karena permainannya terhenti sekejap. Ia memeluk Sierra kembali. Melingkarkan tangannya ke arah perut, lalu menggerayanginya ke sisi lain milik Sierra.Aset atas dan bawah Sierra berhasil Dikta pancing agar Sierra kembali larut ke dalamnya. Sierra terus menampik itu, hanya saja Dikta berhasil memberikan kelembutan yang membuat candu bagi Sierra.Kini wajah wani
Dikta hanya bisa pasrah akan apa yang dituturkan Sierra. Ia tak bisa mengelak jika keputusan Sierra sudah bulat seperti itu. Meninggalkan apartment itu tanpa tahu tujuan kemana ia harus pergi. Dikta hanya bisa menepi ke rumah teman dekatnya, kala menjadi rekan dulu di perusahaan Bella. Untung saja ia masih menyimpan uang dan fasilitas yang dititipkan oleh sang kakek padanya.Sehingga Dikta tak terlalu kebingungan jika benar-benar harus meninggalkan Sierra. Dikta hanya bisa menyusuri jalan setapaknya dengan pikiran yang tak menentu.Di tengah perjalanan menuju rumah rekan dekatnya itu, langkah kaki Dikta dijegal sebuah mobil mewah yang tak asing baginya. Membuka kaca mobilnya, ternyata Dikta berhasil dipergoki oleh sang kakek. Sehingga Dikta yang semula akan pergi ke rumah rekannya, melawan haluan untuk ikut dengan sang kakek.Entah kenapa suasana mendadak menjadi canggung sekali. Bahkan kedekatan mereka seperti terhalang oleh tembok besar di sana. Baik Dijta maupun sang kakek masih s
22. SISI LAIN SIERRASierra terkesiap. Ia hanya bisa menyunggingkan senyumnya di depan Dikta. Begitupun Dikta sebaliknya, ia benar-benar canggung akan apa yang dilakukan oleh Sierra. Padahal mereka sudah lama saling kenal. Ingin sekali Dikta membuka obrolan dengannya, namun bibir ini terlalu sulit untuk terbuka.Mereka saling menautkan pandangan satu sama lain. Menatap saling lekat. Namun terkesiap lagi karena malu.Membuang pandangan ke arah lain, harap-harap itu bisa meredam suasana yang terlanjur menegang. Mungkin mereka masih tertaut pada masalah sebelumnya.Tapi Sierra mengakui jika itu bukanlah kesalahan Dikta saja. Melainkan salahnya juga. Benak mereka sama-sama ingin mengatakan permintaan maaf atas kejadian masa itu. Kejadian itu benar-benar terjadi di luar kendali mereka. Sehingga ada alasan tersendiri dalam benak mereka, untuk saling menerima dan mengakuinya.Sebisa mungkin Dikta melemparkan pandangannya ke arah lain untuk meredam rasa canggung juga salah tingkahnya ini. A
“Wah! Kakek tak menyangka jika kau benar-benar bisa memasak seenak ini, Sie. Sepertinya kita bisa membuka peluang usaha baru dengan kemampuan Sierra,” goda kakek Sierra membuat Sierra tersenyum merekah karenanya.“Ah, Kakek. Kalian ini terlalu berlebihan.”“Siapa yang berlebihan? Kita benar-benar mengatakan ini apa adanya kok. Betulkan, Dik?”Dikta hanya mengangguk begitu saja. Sesekali ekor mata Dikta mendapati Sierra yang terus memperhatikannya. Dan selalu ada saja moment ketika tatapan mereka bertemu satu sama lain. Yang membuat salah tingkah karenanya. Dikta berusaha meredam rasa salah tingkahnya itu. Ia selalu membuang muka kala mata mereka terantuk.Istirahat sudah selesai, rapat kembali dimulai. Semua orang-orang penting yang terlibat, sudah berkumpul di tempatnya masing-masing. Bahkan beberapa dari mereka sudah menyelesaikan tugasnya. Semua tugas audit dan rapat berjalan sebagaimana mestinya. Mungkin bisa dibilang sangat lancar dari sebelumnya.“Ya, rapat kita tutup. Terima k
Pagi datang menjelang. Seperti biasa, Sierra sudah menyiapkan apa yang biasa ia lakukan sebelumnya. Bahkan jika ia tak melakukan rutinitas itu sebelum pergi ke kantor, rasanya ada yang hampa bagi hidup Sierra.Begitupun sebaliknya dengan Dikta, walaupun sebetulnya canggung akan apa yang dilakukan oleh Sierra. Akhirnya Dikta menuruti dan mulai terbiasa akan hal yang dilakukannya. Sebab Sierra sering kali mengatakan pada Dikta, jika ia melakukan ini dengan sukarela. Beruntungnya di apartment Sierra hanya ada pegawai tukang kebun saja, jadi Sierra dan Dikta bisa bebas melakukan apapun. Namun dalam konteks yang masih batas wajar tentunya. Padahal mereka ini sudah menjadi suami istri, sah pula. Namun rasa canggung masih saja menyelimuti mereka. Agaknya Dikta tak pernah bosan menceramahi Sierra agar tak terlalu kecapean.Ia takut Sierra terlalu memaksakan diri. Dikta yang merasa asing dengan hal ini, akhirnya Dikta mulai terbiasa. Jikalau ada hal yang membuatnya tak enak ia langsung menyu
Entah ini sudah laporan ke berapa kali Noah mendapatkan kabar hotel bayangannya ini di segel oleh pihak kepolisian. Salah satu mata pencahariannya benar-benar dibuat porak poranda. Noah sudah pusing sepuluh keliling. Ia tak tahu harus memanipulasi hukum seperti apa lagi. Mengingat Dikta juga orang yang cerdik perihal hukum, semenjak diasuh menjadi cucu Kurniawan.Sepertinya Noah akan mempercepat langkahnya untuk membunuh kakek tua itu. Ia sudah geram karena sosoknya berhasil menjadi parasit baginya. Hanya saja Noah tak bisa gegabah dalam melancarkan aksinya itu. Sebab pria tua itu bisa menjadi jebakan untuknya.Noah hanya bisa mondar-mandir di kamar Bella saat ini. Keberhasilan Dikta memberantas kaki tangan serta para pembelot Kurniawan benar-benar menyiksa dirinya. Bahkan mengancam kuasanya yang mendalangi semua perbuatan keji ini. Semua kekayaannya perlahan menipis, bahkan banyak berkurang dari target yang sudah direncanakan. Tak hanya hartanya saja yang terancam, tapi kuasanya d
Sesampainya Dikta di apartment Sierra, ia hanya bisa berlalu begitu saja ke kamarnya. Merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Pikirannya berkecamuk tak menentu ke sana kemari.Tok. Tok. Tok. “Dikta?”Dikta terbangun dari tidurnya. Ia melihat Sierra yang meminta izin masuk ke dalam kamarnya. Membawa segelas kopi, harap-harap bisa meluruhkan rasa badmoodnya itu.“Ah, terima kasih Sie.”Dikta langsung mengambil gelas berisi kopi itu. Ia masih termenung sambil memegangi gelasnya itu. Agaknya Dikta masih sulit untuk konsentrasi akan apa yang dialaminya selama ini. “Kau pasti memikirkan hal itu bukan?”Dikta mengangguk seiring menyesap kopinya yang hangat. Ia benar-benar sedang di tepi jurang. Atau mungkin bisa dibilang buntu sekali untuk menemukan jalannya.“Sie, apa hubungan bisnis kalian benar-benar baik selama ini?”“Dengan?”“Ayah Bella?”Sierra termenung. Ia masih enggan mengingat masa lalu yang memilukan itu. Karena pergaulannya dengan ayah Bella dan ayah Noah, ayahnya jadi i
Dikta terperangah, dia membelakakkan matanya sekarang. Kedua mantan mertuanya itu terkapar, dan malangnya di depan matanya ayah mertuanya dihabisi begitu saja. Dikta yang geram berusaha mengejar siapa penembak yang bersembunyi di gudang tadi. Dikta berlari kencang, melawan rasa sakit kepalanya akibat hantaman tongkat baseball yang mengenai kepalanya. Pria itu kabur, melesat dengan cepat berlari dari arah gudang ke depan. Dari belakang Dikta menyusul berlari kencang, seperti mengenal sosok tersebut, dia mempercepat langkah kemudian menarik jaket hitam yang dikenakan pria yang akan kabur itu. Dikta menarik dengan kedua tangannya hingga pria itu terjerembab. Pria itu menggunakan pakaian serba hitam yakni pakaian serba hitam, sepatu hitam, bertopi hitam, masker hitam dan tak lupa kedua tangannya menggunakan sarung tangan. Dikta menarik masker dan topi pria itu, membuangnya asal, dan ketika semuanya terlepas pria itu tertawa. “Hahaha ... Sudah pas bukan waktunya?” ujar Noah, dia seakan