Steven mengepalkan kedua tangannya, emosi membara di dalam dirinya setelah mendengar perkataan Andre. Percikan api kemarahan sudah terlihat jelas di kedua bola matanya.Bugh!Steven mendaratkan pukulannya ke wajah Andre, membuat tubuh Andre tertoleh ke samping, darah segar mengalir di sudut bibir Andre. Andre menghapus darah tersebut dengan kasar, lalu menatap Steven kembali dengan tatapan emosi yang sudah meluap-luap. Kemudian, dia membalas pukulan Steven.Bugh!"Kurang ajar, seharusnya waktu itu aku membunuhmu saja!" umpat Andre kesal.Steven kembali membalas pukulan Andre.Bugh!"Dengar, lelaki tidak tahu malu! Aku peringatkan sekali lagi, sekarang dan sampai kapan pun Aira adalah milikku. Kamu maupun Michael sudah tidak ada harapan lagi untuk memiliki Aira. Kamu dengar itu!" desis Steven sambil menarik kerah Andre.Kemudian, ia menghempaskan tubuh Andre begitu saja. Andre merosot beberapa langkah sebelum akhirnya bangkit kembali dengan pandangan marah yang menyala di matanya."Dia
Seorang wanita paruh baya melangkah dengan anggun memasuki gedung perusahaannya. Ia mengenakan blazer hitam, sepatu high heels berwarna senada, dan rok serasi yang memberikan kesan profesional. Rambut panjangnya terurai, namun ia mengikat sebagian ke belakang. Meskipun berusia 47 tahun, kecantikannya tetap bersinar dan tak pernah pudar.Wanita yang bernama Emily, pemilik agensi model ternama di ibukota. Aura positifnya terasa sejak langkah pertamanya masuk ke dalam gedung. Ia dikenal sebagai perekrut model terbaik, selalu memilih yang terbaik dari yang terbaik.Tuk! Tuk! Tuk!Suara sepatu high heels memecah hening ruangan. Beberapa karyawan yang melihat kedatangannya langsung tertunduk, memberikan hormat pada atasan mereka. Emily melangkah dengan tegas menuju ruang kerjanya. Namun, di tengah perjalanan, tatapannya tertangkap pada seorang wanita yang tersenyum manis ke arahnya."Rita, kamu sudah kembali?" tanya Emily.Rita, asisten setia Emily, menjawab sambil mengangguk, "Sudah, Bu. S
Aira menoleh ke arah papanya, lalu menghampiri Anwar, memeluknya, dan berkata, "Pa, Steven kan suami Aira. Masa dia gak boleh ikut ke sini."Anwar mengelus rambut putrinya. "Sayang, maafkan papa, ya, selama ini … papa selalu kasar kepadamu," katanya.Aira melepaskan pelukannya dan menatap papanya. "Iya, Pa, Aira sudah memaafkan Papa. Aira juga salah karena sudah membuat Papa marah terus."Dian keluar dari dapur bersama anaknya, Zein, yang masih berumur 5 tahun sambil membawa beberapa toples di tangannya, lalu menaruhnya di atas meja, ia begitu bahagia ketika melihat adiknya, Aira yang sudah datang."Zein …" teriak Aira begitu antusias ketika melihat anak kecil itu berlari ke arahnya."Tante Aira …" Setelah berada di dekat Aira, Zein memeluknya begitu erat.Aira mengelus rambut Zein beberapa saat, lalu melepaskan pelukannya dan melihat anak yang menggemaskan di depannya. "Setelah berada di luar negeri, kamu tambah putih aja, Zein," kata Aira sambil mengelus pipi Zein."Iya, sekarang Zei
Pupil mata Aira membulat sempurna. "Apa? Andre?" Aira tak menyangka bahwa ayahnya, Anwar, akan menyuruhnya untuk fitting baju ulang tahun bersama Andre, lelaki yang selama ini selalu bertengkar dan berkelahi dengan suaminya, Steven.Anwar mengangguk. "Iya, Aira."Aira masih tercengang dengan perkataan ayahnya. "Tapi, Pa, kenapa harus Andre?"Anwar memberikan senyuman kecil. "Kamu tahu sendiri, Aira, kami berdua sudah berjanji dengan pemilik butik untuk sesi fitting besok. Dan Steven punya pekerjaan di toko percetakan. Jadi, Andre mungkin bisa menggantikannya.""T-tapi, Pa …"Anwar menghentikan perkataan Aira dengan mengangkat tangannya. "Sudahlah, Aira. Papa tidak mau debat."Anwar melihat ke arah Steven, lalu berkata, "Steven, kamu tidak masalah kan bila Aira besok pergi bersama Andre?" Steven, meskipun tidak setuju dengan perkataan mertuanya, Anwar, tentang Aira yang akan pergi bersama Andre, tahu bahwa Anwar pasti akan marah kepadanya jika ia tidak mengizinkan Aira pergi bersama An
"Apa?"Dian yang mendengar itu dari ambang pintu merasa kaget, ketika ayahnya, Anwar, berkata bahwa Aira akan dijodohkan dengan Andre. Dian langsung masuk ke dalam kamar orang tuanya, matanya memandang tajam ke arah ayahnya yang masih duduk di tepi ranjang."Pa, apa yang Papa bicarakan? Aira sudah menikah dengan Steven. Kenapa Papa ingin menjodohkan Aira dengan Andre?"Dian merasakan ketakutan dan kebingungan melanda pikirannya tersebut. Tatapannya melihat lekat ke arah Anwar, ayahnya.Anwar dan Sari langsung berdiri dari duduk mereka, menatap ke arah pintu di mana Dian berjalan mendekat. Dengan senyum tenang, Anwar mencoba menjelaskan keputusannya."Sayang, papa tahu Aira sudah menikah dengan Steven. Tapi, ada alasan tertentu yang membuat papa memutuskan untuk menjodohkannya dengan Andre," kata Anwar dengan penuh pertimbangan.Dian menggelengkan kepala, ia tidak bisa menerima keputusan tersebut. "Pa, ini tidak adil. Aira sudah menikah dengan Steven. Mengapa Papa bisa membuat keputusan
Aira menoleh ke arah Andre dengan ekspresi heran. "Apa maksudmu?"Andre tersenyum smirk memasang ekspresi yang membuat Aira bingung. "Nanti juga kamu akan tahu sendiri."Aira memutar bola matanya dengan rasa malas yang mencuat. Dengan tangan dilipat di atas dada, dia memandangi pemandangan dari jendela mobil. Langit di atas tampak mendung, awan hitam mulai menutupinya, memberi pertanda bahwa hujan mungkin akan segera turun.Wanita yang menguncir rambutnya kebelakang itu merasa tidak tenang, terutama saat tadi malam. Ia sama sekali tak bisa tidur. Berbagai pikiran menghantuinya, membuatnya sulit untuk menenangkan pikirannya. Meskipun Steven sudah berusaha membuatnya nyaman dengan memberikan perhatian, namun kekhawatiran itu masih melekat pada pikiran Aira.Mobil melaju melalui jalan yang semakin ramai dengan lalu lintas. Aira merenung, mencoba menggantikan kegelisahan dalam hatinya dengan pemandangan di sekitarnya. Ia hanya bisa berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja.Andre menoleh
Aira terduduk lesu di sofa, menjadikan sandaran yang empuk sebagai tempat bersandar untuk tubuh yang lelah. Memejamkan matanya sejenak, ia merasakan kegelisahan hati saat mendengar perkataan Andre tentang rencana perjodohan mereka.Tidak bisa memahami mengapa hidupnya terasa seperti menjadi boneka yang selalu dipermainkan oleh orang-orang terdekatnya, Aira merasa kehilangan kendali atas hidupnya sendiri. Ia hanya ingin dapat menjalani hidup yang sesuai dengan keinginannya, tanpa campur tangan dari siapa pun, termasuk keluarganya.Saat ini, rasa lelah yang membebani tubuhnya terasa begitu besar. Tangannya tidak sadar mengusap perutnya yang masih rata, berkomunikasi dengan calon kehidupan yang hadir di dalam dirinya. Aira merasa sangat bersalah, mengetahui bahwa keadaannya yang begitu lelah dan hatinya yang terguncang pasti berdampak pada calon anaknya."Sayang, mama yakin kamu juga bisa merasakan apa yang mama rasakan," bisik Aira dalam keheningan. "Maafkan mama jika situasi ini mempen
Aira duduk di depan meja rias yang dipenuhi berbagai macam kosmetik, memandang cermin di depannya dengan senyum manisnya. Ia begitu antusias menyambut ulang tahunnya yang ke-24. Kamarnya dipenuhi aroma wangi parfum bunga yang bertebaran di udara. Dia membuka kemasan lipstik merah marun kesukaannya, memulai merias wajahnya.Dengan penuh teliti, Aira menyapukan foundation di wajahnya, menciptakan dasar yang sempurna. Wajahnya yang cerah dan berseri-seri semakin bersinar. Dia memilih eyeshadow bernuansa peach yang cocok dengan gaun malamnya. Mata coklatnya terlihat hidup ketika dia melingkarkan mascara, memanjangkan bulu matanya yang lentik.Saat Aira memilih gaun untuk pesta ulang tahunnya, matanya terpaku pada gaun panjang berwarna biru pastel yang tergantung indah di dalam lemari. Gaun tersebut memiliki potongan yang elegan, dengan payet yang berkilauan seperti bintang di langit malam. Aira merasa bahwa gaun itu adalah pilihan yang sempurna untuk merayakan momen istimewanya."Gaun ini