Om Pras mengawasi dokter yang melakukan pemeriksaan pada Khansa, USG langsung dilakukan setelah tadi Khansa merasakan perutnya sakit. Saat dilakukan pengecekan tidak ada pendarahan yang terjadi, usia kandungan yang sudah lebih dari empat bulan membuatnya kuat. Om Pras tersenyum setelah mendengar penjelasan dari dokter. Khansa yang masih menggengam tangan Om Pras mencoba menggerakkannya untuk mencari tahu apa yang dimaksudkan dokter.
Setelah dokter selesai memeriksa, perawat membersihkan gel di perut Khansa, dan membawa kembali ke ruangannya. Khansa ingin bertanya, namun diurungkan karena masih ada perawat yang memastikan semuanya sudah sesuai. Om Pras tak sekalipun mengendurkan genggamannya pada Khansa, begitupun Khansa yang masih ingin tahu apa yang diucapkan dokter tadi."Om, apa kata dokter? Khansa tidak mengerti?" tanyanya merajuk. "Panggil yang baik dahulu, baru dijelaskan," ucap Om Pras menatap Khansa tajam. Dikerucutkan bibirnya dan tak memanggil kembali. D
Rama beranjak meninggalkan ruangan Prasetya. "Mengapa semenjak Pak Asyraf kembali seakan aura perusahaan seakan memanas," tanyanya dalam hati. Apakah karena Khansa putrinya sehingga Prasetya yang mewarisi Narendra akan bersaing dengan mertuanya sendiri. Batinnya.Diurungkan pikiran yang membuatnya bingung. Seharusnya dengan bersatunya mereka berdua dua perusahaan ini akan semakin berkembang pesat. Sepertinya ada yang belum terselesaikan di masa lalu yang akan muncul kembali ke permukaan. Rama mempercepat langkahnya untuk menanyakan rekaman CCTV seluruh ruang kantor satu jam sebelum dan sesudah Khansa terjatuh di tangga. Dia sudah memintanya kemarin dan yakin pasti ada cela yang membuat pelakunya terungkap jika itu bukan kecelakaan murni. Ponselnya berdering saat akan masuk ke ruangannya. Kepala keamanan gedung, digesernya layar ponsel dan mengucapkan salam sebelum bertanya. "Sudah ada kabar terbaru?" tanyanya cepat. "Bapak bisa melihat ke ruang pengawas, kami
Pak Asyraf dan Ibu Arini sudah sampai di pabrik, mereka langsung menuju ruangan Presdir. Pak Asyraf sudah duduk di kursinya, sedangkan Arini duduk di kursi yang ada di hadapannya. "Sebaiknya kita periksa dahulu laporan-laporan yang sudah dibuat, jika ada celah untuk memperbaiki keadaan langsung kita eksekusi. Jika memerlukan bantuan kita bisa menerima tawaran Prasetya atau Amran. Pak Asyraf mengambil satu berkas laporan dan diberikan pada istrinya. Dia sendiri memeriksa berkas yang lainnya. Semua kemungkinan sudah di buat, Pak Asyraf mencatatnya hingga tak ada yang terlupa. Sebentar lagi mereka akan memulai rapat. Makan siang sudah datang setelah memesan secara online. "Mama mau salat atau makan dahulu?" tanya Pak Asyraf yang dijawab dengan beranjaknya Arini ke meja yang sudah tertata makan siang. Pak Asyraf tersenyum, itu artinya istrinya memilih makan dahulu baru setelahnya salat. Dikembangkannya senyum dan beranjak mengikuti Arini menunju sofa. Mereka menikmati makan siang sebelum
Asha yang baru saja sampai dengan Daniar tersenyum sedangkan Khansa memasang wajah kesalnya. Pengawal yang datang bersama mereka melihat wajah Khansa yang kesal, kemudian berjalan mendekat dan mengangguk sambil menundukkan kepalanya berkata, "Maaf Pak Pras tadi Ibu Yasmine yang mengajak anak-anak membeli es krim." Asha yang memegang dua es krim mendekati Khansa dan tersenyum sambil berkata, "Mama Asha belikan untuk dede."Wajah Khansa yang kesal seketika menatap Asha dan tersenyum senang. Asha mengulurkan tangannya untuk memberikan es krim pada mamanya, namun saat tangan Khansa terulur untuk mengambilnya tangan lain sudah lebih dahulu menyambar es krim dari tangan Asha. Khansa menoleh ke sebelahnya dan melotot sambil berteriak, "Papa! Itu es krim Khansa!" Asha yang juga menatap marah pada papanya terdiam saat mendengar jawaban papanya."Asha, nanti kalau dede pilek di perut mama bagaimana? Untuk papa saja ya es krimnya. Nanti kalau dede sudah sekuat Asha ba
"Bagaimana Raihan? bahan baku sudah aman?" tanya Pak Asyraf setelah dua hari berlalu. Jika besok tidak ada bahan baku yang masuk dipastikan pabrik akan berhenti beroperasi. "Belum Pak, perusahaan baru menawarkan dengan harga yang tinggi," ucapnya sambil mendesah pelan."Bukannya sudah ada penawaran lainnya?" tanyanya melanjutkan. "Ada pak hanya saja harganya juga tinggi dan stok terbatas." Pak Asyraf mengangguk memahami kesulitan Raihan. untuk memutuskan. "Coba ambil yang stok sedikit, beri waktu untuk saya bernegosiasi," ucapnya memerintah. "Pemiliknya Pak Gilang. Dia juga supervisor di Narendra Corp," jelas Raihan mengenai penawaran yang akan mereka ambil. Pak Asyraf mengangguk. Setelah ini dia akan menemui Prasetya, akan ditanyakan mengenai bahan baku yang diperlukannya. Juga mengenai Gilang dan Dimas. Batinnya berharap Om Pras bisa membantunya. "Ambil dahulu dari Gilang. Untuk tiga hari ke depan. Saya akan cari penyedia skala besar yang lainnya!" perintah Pak Asyraf yang langsun
Om Pras bangun dan berjalan cepat ke arah Khansa yang terdiam, hingga sampai di hadapannya digandengnya tangan Khansa untuk kembali melangkah. Papa yang melihat ke arah Khansa berdiri, ikut berdiri dan berpesan pada Om Pras. "Pras, bantu papa sesuai yang tadi kita bahas. Papa percayakan padamu dan Rama. Jika masih belum bisa diatasi, baru papa meminta bantuan rekan papa di luar negeri," ucapnya sambil berjalan menuju Khansa. "Khansa, jangan mengedepankan emosi, ingat! Cucu papa sudah mau dua. Asha akan papa ajak. Kalian selesaikan urusan kalian. Kami tunggu untuk makan siang di Residence," ucap papa sambil mengusap pucuk kepala Khansa pelan dan tersenyum pada Om Pras. Khansa masih terdiam mencoba memahami yang dikatakan papa. Khansa sudah dibimbing untuk duduk di kursi kebesaran Om Pras. Dia sendiri duduk di kursi yang tadi ditempati Papa Asyraf. "Hanny bukannya kemarin sudah mengizinkan papa untuk membantu Yasmine? Papa hanya memenuhinya," ucap Om Pras menjelaskan. "Pa, ada masalah
"Saya akan coba cari informasi mengenai Amanda atau Diana. Setelah saya dapatkan akan saya kabari secepatnya," ucap Rama menjanjikan Mama Dewi. Sebuah senyuman terbit dari sudut Mama Dewi, Rama masih harus waspada dengannya. Di masa lalu banyak hal yang terjadi disebabkan rencana yang dibuat Mama Dewi, termasuk kecelakaan mobil yang membuat Amanda meninggal dan Prasetya kehilangan sebagian ingatannya. Rama menikmati kue sambil menerawangkan pikirannya hingga tanpa disadarinya Nadin mengambil gelasnya untuk diisi kembali berbarengan dengan tangan Rama yang akan mengambil gelas yang masih tersisa walau sedikit. Sentuhan tangannya pada tangan Nadin membuatnya tersentak kaget dan menarik dengan cepat tangannya hingga membiarkan Nadin mengisinya kembali. Mama Dewi hanya memperhatikan saja dengan senyum yang semakin berkembang. "Rama, sepertinya aku harus minta tolong kembali," ucap Mama Dewi membuat Rama menoleh ke arahnya begitupun Nadin. "Aku ingin makan nasi bebek langganan di jalan M
"Dim, kamu saja jelaskan pada Handy, pusing aku mikirin solusinya," ucap Gilang tambah kesal. "Han, punya rekanan untuk penyediaan bahan baku dalam jumlah banyak?" tanya Dimas pada Handy. "Pabrik apa?" tanya Handy menatap Dimas lekat."Pabrik Gunawan Grup, namun spesifikasi yang sesuai bisa dijelaskan Gilang," ucap Dimas pelan. Kemudian Dimas menarik nafas panjang sambil berucap, " Bagaimana jika kita menemui Prasetya, jaringan kerja samanya banyak. Siapa tahu ada yang bisa bekerjasama dengan kita." Gilang menatap Dimas, dalam hati Gilang tak yakin Prasetya akan membantunya, apalagi dia sebenarnya adalah karyawan Narendra, bagaimana bisa dia melibatkan tempatnya bekerja dengan perusahaan milik pribadinya. "Tapi Dim, aku adalah karyawannya, mana bisa membawa masalah pribadiku?" tanyanya menghilangkan keraguannya. "Kita belum mencobanya, semoga saja Prasetya bisa membedakaan antara kawan dan lawan," ucap Dimas beralasan. "Maksud kamu apa Dim? kita di pihak mana?" tanya Gilang semakin t
Diana hanya menatap sekilas Rama, dilangkahkan kakinya menuju kursi dihadapan Rama. Di bawah tatapan tajam Rama, Diana membalas tatapan Rama dan berkata, "Itulah alasan mengapa aku mengundurkan diri, aku ingn menjadi diriku sendiri. Diana bukan Amanda," ucapnya dengan penekanan di bagian akhir. Rama tak menurunkan tatapannya, Diana yang akhirnya mengalah dengan menundukkan wajahnya. Tak lama butir bening jatuh perlahan ke atas tangan yang ditautkan di pangkuannya. Rama menarik nafas dalam dan bertanya, "Siapa yang memintamu mengubah identitas menjadi Amanda? Brian atau Xavier?"Diana berusaha menghentikan butir bening yang jatuh dengan beberapa kali menarik nafas dalam. Diana menggelengkan kepalanya menandakan dia tak ingin menjawab. Kedua orang yang disebutkan Rama adalah orang yang disayanginya tak mungkin dia mengatakannya pada Rama. "Mengapa baru sekarang ingin menjadi diri sendiri?" tanya Rama heran. Kali ini nada bicara Rama sudah menurun tidak sekeras saat awal perbincangan.