Asha yang baru saja sampai dengan Daniar tersenyum sedangkan Khansa memasang wajah kesalnya. Pengawal yang datang bersama mereka melihat wajah Khansa yang kesal, kemudian berjalan mendekat dan mengangguk sambil menundukkan kepalanya berkata, "Maaf Pak Pras tadi Ibu Yasmine yang mengajak anak-anak membeli es krim." Asha yang memegang dua es krim mendekati Khansa dan tersenyum sambil berkata, "Mama Asha belikan untuk dede."Wajah Khansa yang kesal seketika menatap Asha dan tersenyum senang. Asha mengulurkan tangannya untuk memberikan es krim pada mamanya, namun saat tangan Khansa terulur untuk mengambilnya tangan lain sudah lebih dahulu menyambar es krim dari tangan Asha. Khansa menoleh ke sebelahnya dan melotot sambil berteriak, "Papa! Itu es krim Khansa!" Asha yang juga menatap marah pada papanya terdiam saat mendengar jawaban papanya."Asha, nanti kalau dede pilek di perut mama bagaimana? Untuk papa saja ya es krimnya. Nanti kalau dede sudah sekuat Asha ba
"Bagaimana Raihan? bahan baku sudah aman?" tanya Pak Asyraf setelah dua hari berlalu. Jika besok tidak ada bahan baku yang masuk dipastikan pabrik akan berhenti beroperasi. "Belum Pak, perusahaan baru menawarkan dengan harga yang tinggi," ucapnya sambil mendesah pelan."Bukannya sudah ada penawaran lainnya?" tanyanya melanjutkan. "Ada pak hanya saja harganya juga tinggi dan stok terbatas." Pak Asyraf mengangguk memahami kesulitan Raihan. untuk memutuskan. "Coba ambil yang stok sedikit, beri waktu untuk saya bernegosiasi," ucapnya memerintah. "Pemiliknya Pak Gilang. Dia juga supervisor di Narendra Corp," jelas Raihan mengenai penawaran yang akan mereka ambil. Pak Asyraf mengangguk. Setelah ini dia akan menemui Prasetya, akan ditanyakan mengenai bahan baku yang diperlukannya. Juga mengenai Gilang dan Dimas. Batinnya berharap Om Pras bisa membantunya. "Ambil dahulu dari Gilang. Untuk tiga hari ke depan. Saya akan cari penyedia skala besar yang lainnya!" perintah Pak Asyraf yang langsun
Om Pras bangun dan berjalan cepat ke arah Khansa yang terdiam, hingga sampai di hadapannya digandengnya tangan Khansa untuk kembali melangkah. Papa yang melihat ke arah Khansa berdiri, ikut berdiri dan berpesan pada Om Pras. "Pras, bantu papa sesuai yang tadi kita bahas. Papa percayakan padamu dan Rama. Jika masih belum bisa diatasi, baru papa meminta bantuan rekan papa di luar negeri," ucapnya sambil berjalan menuju Khansa. "Khansa, jangan mengedepankan emosi, ingat! Cucu papa sudah mau dua. Asha akan papa ajak. Kalian selesaikan urusan kalian. Kami tunggu untuk makan siang di Residence," ucap papa sambil mengusap pucuk kepala Khansa pelan dan tersenyum pada Om Pras. Khansa masih terdiam mencoba memahami yang dikatakan papa. Khansa sudah dibimbing untuk duduk di kursi kebesaran Om Pras. Dia sendiri duduk di kursi yang tadi ditempati Papa Asyraf. "Hanny bukannya kemarin sudah mengizinkan papa untuk membantu Yasmine? Papa hanya memenuhinya," ucap Om Pras menjelaskan. "Pa, ada masalah
"Saya akan coba cari informasi mengenai Amanda atau Diana. Setelah saya dapatkan akan saya kabari secepatnya," ucap Rama menjanjikan Mama Dewi. Sebuah senyuman terbit dari sudut Mama Dewi, Rama masih harus waspada dengannya. Di masa lalu banyak hal yang terjadi disebabkan rencana yang dibuat Mama Dewi, termasuk kecelakaan mobil yang membuat Amanda meninggal dan Prasetya kehilangan sebagian ingatannya. Rama menikmati kue sambil menerawangkan pikirannya hingga tanpa disadarinya Nadin mengambil gelasnya untuk diisi kembali berbarengan dengan tangan Rama yang akan mengambil gelas yang masih tersisa walau sedikit. Sentuhan tangannya pada tangan Nadin membuatnya tersentak kaget dan menarik dengan cepat tangannya hingga membiarkan Nadin mengisinya kembali. Mama Dewi hanya memperhatikan saja dengan senyum yang semakin berkembang. "Rama, sepertinya aku harus minta tolong kembali," ucap Mama Dewi membuat Rama menoleh ke arahnya begitupun Nadin. "Aku ingin makan nasi bebek langganan di jalan M
"Dim, kamu saja jelaskan pada Handy, pusing aku mikirin solusinya," ucap Gilang tambah kesal. "Han, punya rekanan untuk penyediaan bahan baku dalam jumlah banyak?" tanya Dimas pada Handy. "Pabrik apa?" tanya Handy menatap Dimas lekat."Pabrik Gunawan Grup, namun spesifikasi yang sesuai bisa dijelaskan Gilang," ucap Dimas pelan. Kemudian Dimas menarik nafas panjang sambil berucap, " Bagaimana jika kita menemui Prasetya, jaringan kerja samanya banyak. Siapa tahu ada yang bisa bekerjasama dengan kita." Gilang menatap Dimas, dalam hati Gilang tak yakin Prasetya akan membantunya, apalagi dia sebenarnya adalah karyawan Narendra, bagaimana bisa dia melibatkan tempatnya bekerja dengan perusahaan milik pribadinya. "Tapi Dim, aku adalah karyawannya, mana bisa membawa masalah pribadiku?" tanyanya menghilangkan keraguannya. "Kita belum mencobanya, semoga saja Prasetya bisa membedakaan antara kawan dan lawan," ucap Dimas beralasan. "Maksud kamu apa Dim? kita di pihak mana?" tanya Gilang semakin t
Diana hanya menatap sekilas Rama, dilangkahkan kakinya menuju kursi dihadapan Rama. Di bawah tatapan tajam Rama, Diana membalas tatapan Rama dan berkata, "Itulah alasan mengapa aku mengundurkan diri, aku ingn menjadi diriku sendiri. Diana bukan Amanda," ucapnya dengan penekanan di bagian akhir. Rama tak menurunkan tatapannya, Diana yang akhirnya mengalah dengan menundukkan wajahnya. Tak lama butir bening jatuh perlahan ke atas tangan yang ditautkan di pangkuannya. Rama menarik nafas dalam dan bertanya, "Siapa yang memintamu mengubah identitas menjadi Amanda? Brian atau Xavier?"Diana berusaha menghentikan butir bening yang jatuh dengan beberapa kali menarik nafas dalam. Diana menggelengkan kepalanya menandakan dia tak ingin menjawab. Kedua orang yang disebutkan Rama adalah orang yang disayanginya tak mungkin dia mengatakannya pada Rama. "Mengapa baru sekarang ingin menjadi diri sendiri?" tanya Rama heran. Kali ini nada bicara Rama sudah menurun tidak sekeras saat awal perbincangan.
Diana terdiam menatap Rama yang baru saja meninggalkan mejanya, diingatnya lagi panggilan yang diucapkan Rama, Diana. Sebuah senyuman terbit dari wajah Diana yang merona, dihubunginya Gilang untuk datang menemui Pak Pras seperti perintah Rama tadi. Setelah mendapatkan konfirmasi, Diana menghubungi Rama kembali untuk memberikan jawaban dari Gilang, jika akan datang setelah istirahat siang. Rama menyiapkan semua keperluan untuk kedatangan Gilang nanti, Pras memintanya membuat perjanjian kerjasama jika Gilang ingin dibantu oleh Narendra. Hampir dua jam Rama menyiapkan berkas yang diperlukan tak terasa sebentar lagi jam istirahat, saat dilihatnya meja Diana yang kosong menandakan dia sudah ke kantin untuk makan siang. Mengapa kini dia memperhatikan yang dilakukan Diana. "Ram, sudah makan siang?" sebuah suara mengejutkannya. Saat ditolehkan wajahnya ke arah suara, Nadin berdiri dengan membawa tas makanan. "Mama memintaku membawakan masakan yang mama buat untuk Pras dan kamu Ram," kelas N
Rama mencoba mengendalikan dirinya dengan tetap fokus ke arah jalan. "Dari mana Nadin mengetahui hal ini? Apakah Diana mengatakannya juga pada Nadin?" tanya Rama dalam hati. Nadin tak memaksa Rama menjawab pertanyaannya, dia hanya penasaran dengan sikap Rama yang tak seperti biasanya. Jika memang Rama lebih memilih Diana, dia sudah siap untuk mundur dan tak akan mengganggu hubungan Rama dengan Diana."Mengapa kamu menanyakan hal itu? Apakah Diana mengatakan sesuatu mengenaiku?" tanya Rama tanpa menoleh pada Nadin. Nadin tersenyum, setelah sekian lama memendam perasaannya pada Rama. Jika kini Rama memilih orang lain tak akan memengaruhi kehidupannya. Selama ini dia hanya mengurus Mama Dewi, dan mungkin selamanya akan seperti itu. batin Nadin sambil tersenyum kecil."Diana pernah mengatakan jika dia menyukaimu Ram, saat itu aku hanya memberikan saran agar mendekatimu dengan jujur jangan menggunakan identitasnya sebagai Amanda. Sepertinya kini Diana sudah meng
"Apakah perhitungan keuntungan tidak sesuai dengan kontrak sebelumnya?" tanya Om Pras penasaran melihat ekspresi Brian."Bukan... bukan. Aku kira aku harus membayarkan finalti karena kesalahan yang kulakukan. Tapi...," ucapan Brian dipotong Om Pras."Brian sudah kukatakan sejak awal. Bagaimanapun kamu adalah bagian dari keluarga besar kami. Apalagi kamu sudah menyelamatkan Daniar. Anggap saja sebagian merupakan kompensasi ucapan terima kasih kami padamu. Kami harap kehidupanmu selanjutnya bisa lebih," ucap Om Pras menjelaskan."Terima kasih banyak Pak Pras, aku berjanji tak akan melakukan kesalahan lagi," ucap Brian pelan.Brian kamu akan mengeluarkan biaya pengobatan yang besar untuk Hary, Diana sudah menghubungiku untuk meminta bantuan tanpa sepengetahuanmu, Batin Prasetya sambil tersenyum pada Brian. Aku sudah berjanji pada Diana tidak akan memberitahukanmu. Selamanya ini akan kusipan baik-baik.***"Mama... Papa...!"
Khansa menyeruak kerumunan orang, tadi dia yakin elihat Kak Yasmine dan Amran. Semoga apa yang dilihatnya memang benar, batinnya meragu. Khansa tersenyum sekilas saat melihat mereka berdua memang ada di sana. Yansmin dan Daniar berjongkok di samping Brian yang terluka. Amran sedang melakukan panggilan telepon. Khansa menghampiri Kak Yasmine dan Daniar."Kak... Bagaimana?" tanyanya gugup."Khansa! Sedang apa...?" kaget suara Yasmine melihat adiknya di sini."Aku menjemput Asha dan melihat kecelakaan. Daniar...?" tanyanya kini pandangannya beralih pada Daniar yang masih menangis.Daniar menggeleng pelan sambil berucap, "Ayah... tante."Suara ambulan membelah kerumunan hingga petugas mengangkat tubuh Brian. Daniar dipeluk Kak Yasmine sambil menenangkan tangisnya yang mengeras. Amran terlihat berbincang sejenak dengan petugas ambulan, kemudian memberikan perintah pada sopirnya."Kita ke rumah sakit. Khansa sud
Khansa mendengar suara lain yang meneriakkan nama 'Daniar'. Sesaat kemudian Khansa menghentikan langkahnya setelah lebih dahulu memastikan yang dilihatnya. Sejenak Khansa memastikan sekali lagi sebelum berbalik kembali ke mobil yang membawa mereka tadi."Asha, mama bisa minta tolong?" tanya Khansa pelan.Asha yang masih shok dengan apa yang dilihatnya tadi hanya mengangguk kecil tanpa menjawab. Khansa memahami kekhawatiran Asha pada Daniar."Sayang yang tertabrak bukan Kak Daniar. Namun mama ingin memastikan kondisi kakak. Asha pulang dengan sopir ya. Mama titip Shasha. Tadi minta dibelikan es krim," ucap Khansa cepat.Tanpa menunggu anggukan kepala Asha, Khansa kini berpesan pada sopir, "Pak bawa Asha pulang dahulu, sekalian kabari Pak Prasetya. Saya menunggu di rumah sakit."Sopir yang mengerti maksud Khansa langsung menyalakan kembali mesin mobilnya dan mulai bergerak meninggalkan Khansa yang kembali menuju lokasi kecelakaan. K
"Iya mama, Daniar sudah siap bertemu ayah," jawab Daniar memastikan permintaannya. Yasmine memahami rasa sakit yang dirasakan Daniar oleh penolakan yang dilakukan Brian. Sama sakitnya karena hal itu berarti tuduhan padanya melakukan perselingkuhan dahulu. Yasmine menarik napas dalam setelah memastikannya. "Daniar, mama akan menghubungi ayah dahulu. Jika waktunya sudah disepakati, sepulang sekolah kita akan menemuinya?" ucap Yasmine dengan suara pelan. "Iya ma boleh," jawab Daniar singkat. "Baiklah, aku akan menemani kalian bertemu Brian. Aku akan menjaga jarak agar Brian nyaman bertemu Daniar, Bagaimana?" tanya Amran sekaligus permintaan untuk menemani mereka. "Sudah seharusnya. Aku juga tak akan membiarkan Daniar tanpa pengawasan. Terima kasih Amran," ucap Om Pras menyetujui permintaan Amran. Yasmine mengangguk setuju. Daniar mengucapkan terima kasih pada Papa Amran dan pamit untuk bermain kembali dengan Asha dan Shasha. *** "Pa, Rama masih cuti. Apa harus hari in
Daniar terdiam sesaat mendengar ucapan mamanya, satu hal yang ingin dilupakannya namun diucapkan dengan jelas oleh mamanya. Sesaat diingatnya saat Ayah Brian menolak mengakuinya sebagai putrinya. Mama menangis dan memohon untuk melakukan pengecakan kembali, namun ayahnya menolak. "Mama..., apakah ayah sudah mengakui Daniar sebagai putrinya?" tanyanya polos menatap Yasmine ragu. "Daniar, kamu memang putri dari Ayah Brian. Apakah mama masih belum cukup membuktikannya pada Daniar?" tanya mama menekankan."Ma, Daniar percaya pada mama, tapi ayah....?" ucapnya pelan. Daniar tak melanjutkan ucapannya. Luka yang digoreskan ayah kandungnya perlahan kembali terbuka. Penolakan yang dilakukan hingga tuduhan yang membuat mamanya menangis dahulu kembali terbersit dalam ingatannya. "Daniar, Papa Amran rasa kali ini Ayah Brian sudah mengetahui kebenarannya. Daniar mau memaafkannya bukan?" ucapan Amran membuat Daniar menoleh padanya dan menatap tak percaya. "Ayah Brian ingin bertemu dengan Daniar
"Jika kamu adalah laki-laki sejati, selesaikanlah permasalahan yang seharusnya sudah selesai. Jangan membuat orang lain menderita karena kamu tidak bertanggung jawab," ucap Om Pras menatap tajam Brian dan langsung membalikkan badannya untuk melanjutkan langkah yang tertunda.Brian terdiam mendengarnya. Sudah lama dia tak menanyakan kabar putrinya yang sempat ditolak keberadaannya. Setelah Papa Hary meminta dikirim ke luar negeri untuk proses kesembuhan ditemani Mama Pratiwi dan Diana, Brian mendapatkan informasi jika Daniar memang putri kandungnya. Yasmine sudah tak pernah mencarinya. Brian mendengar jika saat ini Yasmine bekerja di sebuah perusahaan asing dan sudah memiliki posisi yang cukup tinggi, "Apakah ini sebabnya mereka tak mencari keberadaanku?" tanya Brian dalam hati.Seketika rasa rindu menyeruak. Aku akan mencoba menemui Daniar. Pasti Daniar senang jika aku menemuinya, batin Brian dengan senyum tersungging di bibirnya. ***"Bagaimana menurutmu AMran? Apakah aku harus men
"Pras! Apa maksudmu?" seru Rama kesal mendengar ucapan Om Pras. "Pras, apa yang membuat kamu tidak menyetujuinya. Bukannya kamu selalu meminta mama merestui hubungan Nadin dan Rama?" tanya mama heran. Om Pras menatap tajam sesaat. Lama kelamaan wajahnya mengendur dan menarik napas panjang. "Aku tidak setuju jika pernikahan mereka ditunda-tunda. Seluruh persiapan dan acara pernikahan aku yang mengaturnya. Bulan depan ijab qobul dan resepsi langsung digelar!" ujar Om Pras memerintah dengan tegas.Nadin dan Rama yang mendengar berbarengan melakukan protesnya, "Bulan depan??!"Mama yang mendengar ucapan Om Pras tersenyum senang, namun akhirnya tak dapat menahan tawa melihat ekspresi Rama dan Nadin.***"Pras, bagaimana dengan proyek Brian. Hasil analisaku tidak semua yang diambil Brian merugikan. Sepertinya kita harus memilah dan memilih dengan cermat. Minimal tidak menanggung banyak kerugian," ucap Rama saat Om Pras memintanya menganalisa beberapa solusi yang akan diambil. Om Pras ha
Beberapa orang langsung bangun dari kursinya memberikan penghormatan atas kedatangan kembali Prasetya. Om Pras membalas dengan anggukan kepalanya Om Pras melangkah tegap didampingi Rama. Siapa yang tak tahu sepak terjang dua sahabat ini. Mereka langsung menduduki kursi yang kosong. "Pak Pras, akhirnya. Kami sudah lama menantikan nya," seru sebuah suara yang terdengar sangat senang. Brian menatap tak percaya. Sesekali dilirikkan matanya pada Pak Burhan. Dia ingin memastikan apakah Prasetya dan Burhan bekerja sana. Tak ada kekagetan dari wajah Burhan. Terdengar hembusan napas dalam dari Burhan hingga akhirnya mengeluarkan suara. "Siapa yang mengundangnya untuk datang? Bukankah dia bukan pemilik saham lagi?" tanya Brian geram melihat ke arah Prasetya dan Rama. Tak ada yang menjawab. Sebagian besar yang hadir di dalam ruangan sangat mengharapkan Pak Prasetya kembali memimpin Narendra. "Saya yang mengundangnya," jawab Pak Burhan berusaha tenang. "Dalam kapasitas apa mereka
Pagi ini seluruh Dewan Direksi sudah menempati kursinya, tersisa empat kursi yang kosong di bagian depan. Beberapa saling menyapa kabar masing-masing, namun juga bertanya dengan pertemuan mendadak pagi ini. "Apakah kelakuan Brian sudah diketahui Pak Burhan?" bisik seorang pada rekan di sebelahnya. "Pak Burhan dan Brian bukannya saling mendukung. Ini berarti dia akan membiarkan atau malah membuat Brian merajalela di perusahaan," bisik lainnya. "Tak ada yang mengalahkan Prasetya dalam memimpin Narendra. Dia mewarisi papanya yang bertangan besi," bisik lainnya. "Tapi sikapnya itu yang membuat Narendra maju pesat. Siapa yang tak sejalan langsung disingkirkan," kenang mereka mengenai masa lalu. "Ya..., ya. Tapi itu juga yang menghancurkannya. Kelicikan Hary mengawali semuanya...," ucapan yang tak diselesaikan namun yang mendengar mengangguk-angguk setuju. Hary yang tak puas dan iri saat itu, memecah belah dua sahabat hingga berujung perselisihan panjang. Jika saja saat itu k