Om Pras bergegas menuju pintu, dilihatnya melalui lubang di pintu, saat dilihatnya Asha digandeng Dimas dan Riska, dibukanya pintu dengan cepat. Asha langsung merangsek masuk walau pintu baru sedikit terbuka, dilewatinya Om Pras yang masih menghalangi pintu. "Mama... Papa jahat pisahin Asha dengan mama. Asha tidak bisa tidur jadinya," rajuk Asha sambil berjalan ke arah Khansa. Khansa yang didatangi Asha berjongkok dan membuka tangannya untuk memeluk Asha. Setelah beberapa saat didengarnya isak tangis Asha. Om Pras yang melihatnya sedikit kikuk melihat Asha menangis. Ternyata sifat cengeng Khansa juga ada pada Asha. "Jagoan mama, kenapa bersedih? Katanya mau menghukum papa," ucap Khansa menenangkan Asha, namun membuat Om Pras tersentak kaget. "Khansa, bagaimana bisa kalian berdua bekerja sama ingin menghukumku!" teriak Om Pras cepat. Dimas dan Riska yang sudah masuk setelah Om Pras mengizinkannya, menahan tawa. Asha yang mendengar papanya berteriak, memasang wajah marah. "Papa,
Khansa tak bisa menutupi rasa kecewa yang menyeruak dalam hatinya, keingintahuan sebuah kebenaran mengenai masa lalunya ternyata membuat luka dalam disaat yang sama. Ternyata hubungan rumit antara keluarganya dan keluarga Om Pras menjadi alasan Om Pras memaksa Khansa menjadi istrinya. Khansa tak menyangka cerita Om Pras yang disampaikan dengan kejujuran menggores luka yang begitu dalam. Kepergiannya menghindari Om Pras selama hampir empat tahun seharusnya tak mempertemukan mereka kembali jika hanya membuat luka sedalam ini, batinnya. Rasa cinta Om Pras pada Kak Amanda sudah menggores luka di hatinya, apalagi alasan Om Pras menikahinya bukan karena mencintainya namun karena takut kehilangan harta yang sudah dimilkinya. Semua semakin membuatnya terpukul. Kehadiran Asha tak pernah membuat perasaan Om Pras berubah. Khansa marah dengan perasaannya pada Om Pras. Khansa hanya terdiam, tak dapat menanggapi cerita Om Pras yang masih menatapnya menunggu reaksi Khansa. Apa yang harus dilakukan
Saat di ceknya nomor yang mengirimkan pesan sama dengan nomor yang tertulis pada tisu, Khansa tersenyum. Dibalasnya pesan untuk mengatur pertemuannya dengan Dinda.-Dinda kapan kita bisa bertemu? Banyak yang ingin kutanyakan.--Saya akan mengaturnya Bu, tidak perlu khawatir.--Baik.-Khansa memasukan ponselnya ke dalam tas. Dia tak ingin percakapannya dengan Dinda diketahui Om Pras. Khansa kini mengikuti Asha yang bermain robot. Saat Om Pras masuk, Asha masih bermain, makanan yang dibawakan Pak Rama masih tersisa di meja. Om Pras menanyakan pada Khansa mengenai makan siang mereka. "Sudah ku pesan. Nanti akan diantarkan Pak Rama," jawab khansa. Om Pras mengangguk dan ikut bermain bersama Asha. "Papa, ayo kita bertarung, Asha pakai robot yang ini dan papa robot yang di sana," ucapnya sambil menunjuk pada robot berwarna biru yang tadi dipegang Khansa.Om Pras bermain bersama Asha hingga makan siang mereka datang. Setelah Khansa merapikan makanan di atas meja dipanggilnya Asha untuk mak
"Rama jika bukan karena ulahmu mana mungkin Khansa bisa menghilang?!" tanya Om Pras dengan penuh kemarahan. Sudah satu pekan dia tidak bisa menemukan keberadaan Khansa, padahal dia berjanji pada Asha akan menemukan secepatnya. Bagaimana mungkin Khansa pergi tanpa jejak seperti ini? Siapa yang membantunya kini. Rama tidak mungkin membantunya karena dia sudah bersumpah. Rama tak pernah menarik sumpahnya. Apakah Pak Hendry mengetahuinya? Menurut laporan orang suruhannya, tak ada yang mencurigakan di perusahaan Pak Hendry juga Gunawan Grup. Khansa di mana kamu, Hanny. Mengapa aku tak pernah bisa merasakan kebahagiaan yang lebih lama bersamamu juga Asha? tanya Om Pras menyesali semua kejadian yang menimpanya. Hanya Asha yang membuatnya kuat dan tetap menjalani kehidupannya dengan baik. Jika tidak ...? *** "Khansa, bagaimana? Sudah bisa mencari solusi dari pemasalahan ini?" tanya papa sambil memperhatikan Khansa yang seolah sedang memimpin sebuah rapat besar. "Bagaimana jika kerja sama
Om Pras tersenyum mendengar ucapan Asha, diperbaiki maksud ucapannya dengan berkata, "Maksud papa saat ini dalam perut mama ada adik Asha, apakah Asha senang?" tanyanya pelan sambil mengelus puncak kepala Asha. "Jadi Asha akan punya adik? Yei ..., Asha punya adik ..., punya adik ...," ucapnya sambil berloncatan di kasur. "Asha perut papa tidak enak lagi rasanya kalau Asha lompat-lompat di atas kasur," lirih suara Om Pras membuat Asha menghentikan lompatannya."Maaf papa Asha sangat senang. Tapi papa, mama di mana?" tanyanya bersedih. Om Pras terdiam, dimana kamu Hanny? Rama sudah mencari ke mana-mana tapi tak juga ada informasi yang bisa kudapatkan. "Apakah Pak Hendry dan Pak Raihan terlibat dalam menghilangnya dirimu, Hanny?" tanya Om Pras sambil mengelus kepala Asha menenangkannya.*** "Pak Dimas, kerja sama yang dilakukan akan diwakili oleh Pak Handy. Semua kebutuhan dan perkembangan yang akan dilakukan dapat didiskusikan dengannya," ucap Pak Rama mengenalkan penanggung jawab pr
Dimas tertegun saat dilihatnya Yasmine sudah berada di hadapannya. Masih dilihatnya butir air mata mengalir di pipi Yasmine. Dimas mencoba tersenyum dan berkata, "Aku kira aku salah mengenali, ternyata benar, kamu Yasmine." Yasmine mangangguk mencoba menghapus air matanya dan tersenyum. "Ya aku menunggu sopirku, namun sepertinya ada sedikit hambatan," ucapnya beralasan. Dimas mengangguk dan mencoba menawarkan tumpangan karena kebetulan akan mengambil arah yang sama. Yasmine awalnya menolak, namun setelah didesak akhirnya menyetujui. Sebelumnya dimintanya Dimas mengantarnya untuk menjemput Daniar terlebih dahulu di sekolahnya. Dimas mengangguk dan mulai menjalankan mobilnya menuju lokasi yang diinginkan Yasmine. "Yasmine, apakah kabar Khansa baik-baik saja? Kudengar dia tidak tinggal bersama Prasetya, tapi sudah kembali ke keluarganya," tanya Dimas saat mobil yang dikendarainya sudah melaju di jalan raya. "Tidak bersama Prasetya, maksudnya Khansa meninggalkan Pras?" tanya Yasmin
"Riska, bagaimana proyek dengan Dimas? lusa pertemuan sesuai agenda bukan?" tanya Handy pada Riska yang kini bekerja satu tim dengannya. "Benar Pak, sesuai rencana Pak Dimas yang akan datang ke kantor dengan timnya," jawab Riska sambil membuka agendanya. "Oke, siapkan ruang rapat dan coba tanyakan pada Pak Rama apakah Pak Pras ingin ikut bergabung mendengarkan laporan perkembangan kerja sama kita," ucap Handy meminta Riska menghubungi Pak Rama, penanggung jawab proyek yang sedang dikerjakannya."Baik Pak," jawab Riska sambil melangkah keluar ruangan Pak Handy. "Riska, sebentar!" serunya membuat langkah Riska terhenti. "Kita makan siang bareng ya, kebetulan Gilang sudah memesan restoran dekat kantor, bagaimana?" tanyanya pelan. Riska menatap Handy dan mengangguk setelah mempertimbangkannya. Mereka kini menjadi dekat, tak jarang Gilang mengundang mereka makan siang bersama seperti siang ini. Riska yang mengetahui jika keduanya bersaing memperebutkannya mengatakan akan ikut makan sian
Gilang hanya tertawa tanpa mengomentari sikap Dimas. Kini mereka melihat-lihat sekeliling pusat perbelanjaan sambil menunggu Riska dan Handy yang berbelanja di dalam. Cukup lama mereka menunggu hingga saat Dimas mulai kesal dan memutar badannya, dilihatnya Riska yang berjalan keluar sambil tertawa dengan Handy.Barang belanjaan Riska dibawakan Handy sambil tersenyum. Sesampainya di hadapan Gilang dan Dimas, Handy meminta maaf jika mereka berdua terlalu lama menunggu. Gilang menggeleng pelan dan memberi tanda jika mereka akan mulai berjalan kembali. Dimas kini memilih berjalan dibelakang. Riska dan Handy yang berjalan di depan. Sesekali mereka berbincang mengenai Khansa, namun mereka juga tidak memiliki ide di mana Khansa kini berada. Menurut Dimas, Yasmine juga tak mengetahuinya. "Dim, kapan ketemu Yasmine?" tanya Gilang terlihat aneh. "Kemarin, sepertinya ada masalah degan Brian, mereka bertengkar. Jadi aku menawarkan tumpangan," ucap Dimas menjelaskan. Kini Riska yang sedikit kesa