Ting- tong!Nayla yang sedang menemani Ibunya di kamar mendengar suara bel rumah berbunyi."Sebentar ya, Bu. Itu pasti Tuan Arga sudah pulang. Biar aku bukain pintu dulu," ujar Nayla.Sembari tersenyum kecil, wanita paruh baya itu hanya mengangguk.Lalu, wanita cantik bergaun biru muda itu bergerak ingin menuju pintu."Eh, Mbak! Biar aku aja yang bukain pintu. Kamu di sini aja temenin Ibu, ya!" cegat Nayla saat melihat Sri yang akan berjalan menuju pintu."Baik, Nona."Kemudian dengan hati yang berdebar-debar, bibir gadis itu tersenyum lebar. Ia merasa sangat senang ketika mengetahui laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu telah pulang. Sehingga dirinya begitu antusias ingin membukakan pintu untuknya.Cekklik!Namun, apa yang terjadi? Ketika ia membuka pintu, bukan sosok Arga yang ia lihat di sana. Melainkan dua sosok orang lain yang sangat mengejutkannya. Dalam sekejap senyuman di wajahnya langsung lenyap, diganti oleh rasa syok yang begitu mendalam. Lalu dengan mata yang memb
"Hiks ... hiks ...." Dengan sangat sedih, Larissa mulai terisak. "Kenapa kamu tega banget sama aku, Arga? Kenapa?" teriaknya.Siska dengan begitu panik langsung mendekatinya dan berusaha untuk menolongnya. "Rissa, kamu gak apa-apa?" ujarnya sembari mengamati keadaan gadis itu dengan sangat khawatir. Kemudian wanita paruh baya itu berdiri dan menghadap ke arah anak tirinya."Arga! Kamu benar-benar sudah keterlaluan. Kenapa kamu malah lebih membela wanita murahan itu dibanding dengan istrimu sendiri, Arga?" tariaknya dengan penuh emosi."Siapa yang kau bilang wanita murahan? Nayla bukan wanita murahan. Dia adalah istriku, calon ibu dari anak-anakku nanti. Jadi, jangan ada yang berani menghinanya apalagi sampai menyakitinya seperti tadi!""Jika itu terjadi lagi, maka aku tidak akan memaafkan orang itu. Biarpun itu adalah kau sekalipun aku tidak akan memaafkannya!" gertak Arga dengan wajah yang memerah, dia masih merasa sangat marah melihat perbuatan kedua wanita itu."Apa maksud kamu, A
"Aku ingin kita pisah," ucap Nayla dingin."A-apaa?!" Sontak Arga terpekik kaget. "Tidak-tidak tidak! Aku tidak ingin kita pisah."Dengan kedua tangan, Arga menakup wajah Nayla. Lalu ia menatap lekat wajah gadis itu. "Dengarkan aku, Nayla! Kau tidak usah hiraukan perkataan Larissa! Aku bener-bener minta maaf padamu. A-aku gak tau kalau Larissa dan Mama tiriku akan datang ke sini. Hingga akhirnya dia menyerangmu seperti ini." "Tapi kau tenang saja, aku akan memberinya pelajaran padanya nanti.""Apa yang ingin kamu lakukan pada Non Larissa?" Nayla tampak kaget mendengarnya."Iya. Aku akan memberinya peringatan agar dia jangan berani macam-macam lagi padamu, Nayla. Jika dia masih berani mengganggumu lagi, maka aku akan langsung menceraikannya.""Apaa?! Kamu akan menceraikannya? Tidak, aku tidak mau!" tolaknya tegas."Kenapa kau tidak mau? Apakah kau sudah tidak ingin bersamaku lagi, Nayla?""Ya ya ... bukan seperti itu. aku hanya tidak ingin menjadi perusak rumah tangga orang. Maka dari
Karena Bu Salamah yang terus mengamuk dan berteriak histeris, dengan terpaksa sang dokter harus memberikan suntikan bius atau obat penenang padanya. Setelah sudah merasa tenang, mereka merebahkan wanita paruh baya itu di atas ranjang. Kini dengan rasa lega, semua orang menatap iba dan khawatir padanya. Terlebih lagi Nayla, gadis itu terlihat sangat sedih terus menatapnya sayu.Lalu, Arga yang merasa keheranan langsung mengajukan beberapa pertanyaan kepada sang dokter."Maaf, Dok. Kenapa tiba-tiba Bu Salamah bisa mengamuk seperti tadi?" ucapnya.Terlihat dokter muda yang tak berseragam kerja itu sedang memasukan peralatan kerjanya ke dalam tas. Lalu, sembari menuliskan beberapa resep obat, ia pun menjawab, "Ini bisa saja terjadi, ketika si pasien sedang mengingat kejadian dari masa lalunya, Tuan. Kemungkinan besar Bu Salamah ini pernah merasakan trauma yang begitu mendalam. Sehingga ketika beliau mengingatnya, beliau langsung merasa ketakutan dan berteriak histeris seperti tadi.""Tet
"Dan ... setelah aku menyelidikinya, aku pun menyimpulkan kalau sebenarnya Bik Salamah mengalami gangguan jiwa itu bukan semata-mata karena meninggalnya Pak Darto. Tetapi, karena memang ada yang dengan sengaja membuatnya seperti itu," ucap Arga menyimpulkan. "Maksudnya?" tanya Bagas. Dengan mengeryitkan dahi ia merasa kebingungan."Jadi begini, Pah, biar Arga jelaskan. Ternyata selama ini Buk Salamah sengaja diberi obat yang salah. Sehingga membuat keadaan jiwanya menjadi semakin parah. Lalu lambat laun ingatan dari masa lalunya pun menjadi lemah. Dan bahkan beliau tidak bisa mengingatnya lagi.""Dan yang membuatku lebih heran lagi, ada orang yang mengaku bahwa orang yang telah memberikan obat itu adalah orang suruhan dari manta majikan Bu Salamah bekerja dulu, Pah." Dengan panjang lebar, lelaki yang tengah terduduk di depan Bagas itu mulai menceritakan hasil dari penyelidikanya beberapa hari yang lalu."Berarti, secara tidak langsung orang itu menuduh bahwa keluarga kitalah yang men
"Argh ...." Dengan penuh kemarahan, kini Larissa berteriak keras di dalam kamar. Ia benar-benar hampir dibuat frustasi dengan kelakuan Arga yang lebih memilih mempertahankan Nayla dibanding dengan dirinya.Sungguh ia tak habis fikir, sebenarnya apa kelebihan wanita itu? Hingga membuat Arga lebih memilihnya. Padahal jika dilihat dari penampilan fisik, dia merasa jauh lebih cantik dan seksi dibanding wanita murahan itu. Akan tetapi, ternyata cantik saja tidak cukup membuat Arga tetap bertahan berada di sisinya. Apa mungkin ada hal yang lainnya yang bisa membuat lelaki itu lebih tertarik dengan Nayla?"Oh, aku tau. Pasti gadis murahan itu jauh lebih jago merayu dan lebih hebat di atas ranjang. Cih, dasar jalang, wanita murahan seperti dia pasti akan melakukan segala hal agar bisa menggait orang-orang kaya seperti Arga," batin Larissa terus mencibir dan menghina Nayla. Di samping itu juga ia merasa sangat kesal dengan kedua mertuanya yang tak bisa berbuat apa-apa untuk membelanya. Terle
Seusai pemeriksaan, kini Bu Salamah dan Toni, sang Bodyguard mulai merasa resah. Karena pasalnya Nayla yang sedari tadi berada di toilet tak kunjung datang. Sehingga membuat keduanya menjadi kebingungan."Pak, mana Nayla? Kok, belum datang juga?" Dengan wajah yang tampak gelisah, Bu Salamah mulai khawatir."Maafkan saya, Bu! Saya juga kurang tau. Tadi Nona cuma berpesan kepada saya agar menunggu Anda di sini. Dan beliau langsung pergi ke toilet. Tapi, toilet yang mana saya juga tidak tau," jawab si Bodyguard. "Ah ... Bapak ini bagaimana sih? Jika sampai terjadi sesuatu sama Nayla gimana? Ya udah, kita cari Nayla di toilet yang ada di sekitar sini saja. Aku takutnya si Nayla kenapa-kenapa nanti." Entah mengapa Bu Salamah merasa feelling yang tidak enak. Sehingga membuatnya ingin segera mencari keberadaan anak semata wayangnya itu."Iya, baik, Bu. Mari kita cari Nona sekarang." Bergegas, dua orang itu bergerak untuk mencari di mana letak toilet terdekat dari mereka berada kini. Dengan
"Nayla!" Dengan wajah yang terlihat panik dan cemas, bu Salamah segera menghampiri Putri semata wayangnya yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjang pasien. Dengan alat bantu pernapasan yang menempel di hidung, sungguh ia merasa prihatin melihat keadaannya yang kini tengah tak sadarkan diri."Bagaimana keadaannya, Dok? Kenapa dia bisa sampai jatuh pingsan seperti ini? Apakah dia dalam keadaan yang baik-baik saja?" Dengan rasa khawatir, Daniel langsung melontarkan banyak pertayaan."Sabar, Tuan tenang dulu, ya! Jadi begini Nona ini pingsan karena menghirup gas beracun," terang Dokter. "Apaa?!" Sontak Bu Salamah, Toni dan juga Daniel merasa syok dibuatnya."Kok bisa?" Pria berkemeja abu-abu itu mengerutkan dahi kebingungan."Saya juga kurang tau kenapa bisa ada gas beracun di dalam toilet. Tapi Anda tidak usah khawatir, karena si pasien kini dalam keadaan baik-baik saja. Untung saja tadi Anda bisa membawa ke sini dengan cepat. Sehingga kami pun bisa langsung menolongnya," jawab