POV BeningKaget saat suamiku mulai membopongku didepan Koldam dan Diana. Lucu melihat mereka terperangah seperti itu. Seakan tidak pernah melihat orang lagi romantisan.Loh, sekarang kan kampus masuk? Kenapa suamiku malah membawaku ke atas?Ketika suamiku menjauh dari mereka dan membawaku ke atas. Aku harus bertanya mengapa dia membawaku ke kamar."Kamu ngapain sih membawaku kesini?" tanyaku menyadarkannya. Dia tidak menjawab. Dia malah fokus membaringkan tubuhku ke ranjang kingsize ini."Saya tanya sekali lagi! Sekarang kampus masuk. Kenapa kamu membawa saya ke kamar? Nanti kita telat!" Sengaja aku bilang kata 'saya. Karena kalau lagi kesel aku bilang itu."Kamu tidak lihat kerudungmu kotor akibat kamu menyembur itu?" Glek! Perkataannya ada benarnya juga. Aku harus mengganti kerudung yang penuh dengan semburan tadi.Priaku itu membuka pintu lemari yang jelas saja itu berisi pakaianku. Diruangan ini awalnya terdapat satu lemari. Tapi semenjak aku nikah sama dia. Dia membelikan lemari
Cerita cinta yang belum usai. Sebuah kata yang tak bisa kumengerti. Ingin rasanya merasakan cinta yang utuh sama seperti pasangan-pasangan romantis pada umumnya. Kukaitkan jemari guna menghilangkan rasa gundah di hati.Dikampus begitu terasa melelahkan. Bukan fisikku saja yang lelah, tapi batinku. Kalau aku berbaring mungkin akan mengurangi rasa sakitnya. Kubaring tubuhku sejenak sambil berdzikir untuk menenangkan jiwa. Berharap rasa sakit ini beterbangan bersama angin spoi-spoi yang lewat memasuki jendela kamar.Mata setengah memejam tiba-tiba anganku seakan melesat mengingat kejadian lalu. Kejadian dimana Kunang akan membakar novel buatannya.Bukankah aku belum membaca isi novel tersebut? Kuambil napas dalam-dalam lalu kuhembuskan pelan.Aku pernah mengira kalau novel itu untuk Tiara tapi nyatanya novel itu bukan untuk Tiara. Apakah novel itu bukan untuk Diana juga? Aku pun tak tahu. Lalu, bagaimana kalau novelnya ternyata untuk Laras. Perempuan yang kemarin mengirimkan suatu pesan
Mobil melaju dengan kecepatan standart. Aku terbaring dibelakang. Posisiku sekarang tidur dipangkuan Mama Jessi. Sungguh hari yang begitu melelahkan. Koldam dan Kunang tengah duduk di depan.Diperjalanan yang sangat ramai. Hasrat sesekali ingin memejam walau itu tidak mungkin di jalanan yang ramai dengan suara bising kendaraan. Baru kali ini bisa merasakan nyamannya tidur dipangkuan mertua sendiri. Setelah menikah, aku kan tidur sama dosen kutub. Jadi saat tidur dipangkuan mama. Aku merasa seperti tidur dipangkuan ibu kandungku sendiri.Ya di detik-detik genting seperti ini rasanya ingin memeluk, mencurahkan seluruh isi hatiku pada ibu. Ingin sekali aku melihat pemandangan-pemandangan dijalanan. Tapi dengan kondisi tubuhku melemah aku tidak bisa melihat apapun. Hanya pohon-pohon tinggi kadang nama restautant. Tidak bisa melihat semua pemandangan secara utuh.Setelah melihat pohon. Kuedarkan mata, memiringkan sedikit kepala, kulihat dari kaca spion. Wajah Koldam dan Kunang nampak seri
Aku menguap menepuk-nepuk mulut sendiri dengan pelan. Semenjak diri ini sakit. Suami selalu menemani. Begitu perhatiannya dia padaku. Apakah semua ini memang murni dia lakukan untukku? Atau semata melakukannya demi menjaga hati seorang ibu? Entahlah diri ini masih ragu dengan sifat suami sendiri.Misteri-misteri belum bisa aku pecahkan. Mulai dari keanehan-keanehan yang terjadi akhir-akhir ini yang seakan membebani pikiran.Hanya satu yang kuharap dari pria yang tertidur pulasnya disampingku ini. Aku hanya menginginkan kesetiaan dan perhatiannya itu nyata. Benar-benar nyata. Bukan rekayasa.Dia terlelap. Sekarang sudah waktunya bangun untuk melaksanakan sholat subuh.Hasrat ingin mengusap pipi suamiku yang terlihat mengembul. Saat kuusap lembut pipi suamiku. Ada yang menggedor pintu.Siapa? Pikirku.Takut sekali dengan suara gedoran itu yang awalnya pelan kemudian semakin kencang saja. Selama menjadi menantu disini. Tidak mungkin mama membangunkan kami dijam segini. Aku harus tetap t
Aku mengerjap mata. Tangan mulai meraba-raba sosok disampingku. Kaget mengapa aku bisa ketiduran setelah shalat subuh?Kulihat dia masih membekuk dirinya dengan selimut. Enak banget sudah pagi kayak gini masih aja molor. Kusingkap selimut yang membalutnya.Deg! Kenapa dia gak ada? Apakah dia mengerjaiku dan langsung berangkat ke kampus bersama Diana? Sial!Segera kusibak selimut yang menutupi separuh badanku. Walau aku sudah mandi sebelum subuh. Aku harus mandi lagi biar makin bugar dan gak terlihat lemah dimata si Diana itu. Sebelum mandi aku sudah mempersiapkan beberapa baju yang akan dipakai, tak luput mengunci pintu.Habis mandi dan berganti pakaian serta membawa perlengkapan untuk dibawa kuliah. Segera langkah kupercepat menuju pintu. Kutekan hadle pintu, cepat keluar dari kamar.Aku berlari sekuat tenaga. Bisa-bisanya Kunang malah berangkat duluan bersama Diana. Mana aku belum memasak bantuin bibi' di dapur. Ah aku ini.Tap tap tap!Sudah setengah melewati kamar aku melihat soso
Mumpung kuliah libur, setelah Kunang pergi juma'atan ke masjid dan aku selesai shalat Dzuhur di rumah. Kunang mengajakku ke bazar buku yang ada di jalan mango sari. Disana terdapat bazar dari buku novel, buku pengetahuan, pokoknya banyak deh.Aku sangat tidak nyaman saat Diana memaksa Kunang untuk mengajaknya juga. Rasa cemburu ini sangat membebat. Untung Koldam juga ikut. Jadi, dia pasti bisa melawak, untuk menghilangkan rasa jenuh melihat Diana. Eh emang Koldam pelawak apah? Hahah. Pengen banget mengajak mama. Sayangnya mama gamau diajak. Aku ngerti banget bagaimana perasaan seorang ibu kalau anaknya sudah tidak ada keterbukaan. Apalagi tentang masalah besar seperti nikah lagi. 'Minimal Kunang harus bilang dulu kalau mau nikah lagi'. Itu perkataan Mama Jessi saat lagi curhat padaku."Mau beli apa?" tanya Kunang menatapku."Emm ... aku masih mau lihat-lihat dulu ya," jawabku kemudian dia mengangguk."Nang ayo kesana," pinta Diana. Tak tahukah dia kalau aku masih mencari buku-buku ya
Senang rasanya bisa punya koleksi buku-buku bazar kemarin. Apalagi Kunang suamiku membelikanku seratus buku. Wah gimana aku bisa membacanya? Sebel juga pagi ini Kunang tidak mengantarku ke kampus. Katanya ada urusan sebentar. Apa dia bareng Diana? Huffft sakitnya hatiku, huhu.Kuberjalan menyusuri tiap koridor kampus. Semua mahasiswa sudah ramai berada di Universitas BEU. Aku gak lupa dong bawa balsem andalanku. Eh emang sering lupa sih sekarang, karena ada pelakor itu sih.Terlihat dari kejauhan ada sosok pria berambut panjang melewati telinga melewati. Ia berlarian kecil menghampiriku. Yah siapa lagi kalau bukan Candra."Hei Bening. Lama ya kita gak ketemu." Candra menyapaku."Hehe iya Candra. Kamu kemana aja?" tanyaku sambil berjalan dia menyejajarkan langkahnya denganku."Kemarin-kemarin aku absen dulu dari kampus. Karena aku belajar memimpin perusahaan Papa. Kalau kerja di perusahaan Papa biar langsung enak gitu," ungkap Candra.Candra sudah dewasa. Dia juga akan bekerja diperus
Hari yang paling menyebalkan saat ini. Berangkat kampus tidak bareng suami. Diruangan malah dibentak dan dipermalukan. Pengen tak jitak aja jidatnya.Ingin naek taxi online. Tapi lagi malas. Mending jalan kaki aja dulu menikmati suasana di pinggir jalan trotoar.Aku mengingat masalalu Intan yang begitu pedih saat dia SMA.Martabak? Uh rasanya ingin banget membelinya. Segera kuberlarian kecil menghampiri abang penjual martabak."Bang!" kataku yang dari kejauhan."Buru-buru amat Neng? Dari jauh sudah panggil aja," sahut abang martabak yang jelas tak kukenal.Kenapa kalau panggil dari jauh? Emangnya ada larangan memanggil jarak jauh gitu? Kesel banget sih sama abang ini. Tapi aku harus tahan emosi, dulu.Lumayan ramai yang beli. Kakiku sampai pegel. Kuberjongkok. Lagian gamisku juga nanti bakal aku cuci, kalau mengandalkan art terus kasian. Kadang bibi' aku lihat kewalahan dalam bekerja."Neng jangan duduk dibawah. Duduk di kursi saja." Perkataan abang martabak tak kugubris. Kenapa ada
Acara syukuran sudah selesai. Bening sangat bahagia melihat anak yatim itu juga bahagia. Bening jadi ingat dengan anak-anak Palestina yang sedih kehilangan orang tua mereka."Thanks yah Mas. Kamu sudah mendatangkan kebahagiaan di dalam hidupku. Oh iya kamu sudah cuci darah Mas? Jangan sampai telat yah," ucap Bening sambil menggendong Anggun."Kamu tidak usah khawatir Beningku. Aku selalu ingat untuk hal itu. Eh aku mau coba ajarin Anggun jalan. Boleh?" "Iya nih Anggun belum bisa jalan Mas." Bening memberikan Anggun pada Kunang.Kunang mulai mengajari Anggun berjalan dengan memegangi kedua tangan Anggun. Terpancar dari wajah Anggun bahwa dia sangat bahagia bersama sang ayah.Bening sangat bahagia juga melihat kebahagiaan yang terpancar dari sang putri. "Aku kangen Tante, eh maksudku Mama Jessi Mas. Bisakah kita kesana?" kata Bening. Kunang yang tengah fokus mengajari Anggun berjalan menjadi beralih menatap Bening. "Boleh-boleh saja kita kesana. Tapi, aku punya kejutan lagi untukmu, S
Bening berbincang-bincang dengan sahabatnya Intan, dia sangat senang, akhirnya kekasih dan sahabat kembali lagi."Intan sungguh aku merasa kesepian tanpamu. Kapan kamu kesini, kita bercanda-canda lagi seperti dulu." Bening meneteskan air mata dari kedua sudut netranya.Intan diseberang sana berusaha tidak menjatuhkan air mata. Dia tidak mau Bening sampai mengetahui dirinya menangis."Maaf Bening, aku pengen sekali bertemu denganmu, namun aku masih sibuk dengan urusanku. Semoga lain waktu kita bisa betemu ya," jawab Intan."Baiklah Intan. Aku selalu menunggumu.""Sudah dulu Bening. Aku ada urusan lain ya. Kita sambung lagi nanti.""Baiklah Intan."Intan memustuskan panggilan. Disana Intan masih merasa bersalah pada sahabatnya. Dia menimal ponsel dan menjatuhkan air mata berulang kali, hingga membasahi kedua pipinya."Maafkan aku, Bening. Aku belum bisa menampakkan wajahku dihadapanmu. Aku belum sanggup bertemu dirimu setelah apa yang aku lakukan sama kamu. Aku beraninya memusuhimu. Sung
"Kamu?" Bening kaget dengan penampakan sosok tampan dihaxapannya."Iya ini aku Ahan." Ahan tersenyum lebar.."Dia siapa Bening?" tanya Sulaikha yang kebingungan. Arjun yang sedang menggendong Yugi langsung turun ke bawah untuk mengecek siapa yang bertamu kerumah mereka."Dia teman kantor Bu," jawab Bening ngasal."Ayo Nak Ahan silakan duduk." Sulaikha mempersilahkan Ahan duduk lalu pergi dari hadapan mereka."Bagaimana tawaranku. Masih terbuka lebar loh. Aku masih menyukaimu cewek misterius." Ahan berucap sambil menyodorkan sebuket bunga.Bening menggeleng. "Maaf Tuan Ahan. Jawabanku padamu tetaplah sama dan tidak akan pernah berubah. Maaf jika saya menyakiti hati Anda,"ungkapan Bening tentu merobek hati Ahan berkali-kali."Jangan seperti ini dong Bening. Kamu wanita terunik yang baru aku temui. Kamu masuk ke dalam hatiku tanpa ijin lalu kenapa kamu tidak menetap saja disana? Aku akan membangunkan rumah megah dan jauh lebih mewah daripada mantan suamimu itu.""Maaf sekali lagi ya. S
Setelah mereka bersatu menyatukan cinta yang lama hilang, merajut kembali benih cinta. Bening kembali pulang kerumah sehabis pulang dari kantor. Rumah Bening memang sudah lebih bagus dari rumah dosen bernama Kunang itu. Namun, Bening lebih memilih untuk ikut kembali ke rumah suami yang dulu.Anak Bening yang bernama Yugi pun sudah bisa melihat ayahnya kembali yaitu Kunang."Bening ada satu rahasia yang belum kamu ketahui," kata Pak Kunang ditengah-tengah Bening sedang melipat baju."Apa Pak?" tanya Bening penasaran."Sebenarnya Koldam adalah adik kembarku," jelasnya membuat Bening menjatuhkan baju-baju yang yang mau ia lipat. Mulut Bening pun menganga mendengar penuturan suaminya tadi. Dada Bening berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia masih bisa belum mencerna perkataan Kunang suaminya."Bukannya Koldam itu adalah sepupumu? Bagaimana bisa Koldam adalah adik kembarmu? Kenapa semua ini bisa terjadi? Aku jadi bingung," ucap Bening. Bening masih belum memungut beberapa baju yang berjatuha
Sudah dua tahun usaha Bening berjalan dan dia sudah bisa menikmati hasilnya. Selama setahun pula Bening menahan kerinduan terhadap Kunang sang suami. Sulaikha ibunya pun belum juga mengizinkan Bening untuk melihat batu nisan Kunang Dramasta, itu sangat membuat Bening menangis tiap malam, serta terpukul, dan ketika ibunya bertanya, maka bening hanya menjawab tidak apa-apa.Angin berhembus membelai jilbab Bening. Dia menatap lurus ke depan sambil membayangkan wajah Kunang.Bening sudah membangun masjid dibeberapa daerah. Tapi, dia tidak memberi tahu warga sekitar masjid bahwa dirinya--lah yang membangun. Ia tak mau kalau sampai suatu pujian bisa membuat dirinya mempunyai sombong dan hanya terlalu senang dipuji orang. Maka itu Bening ingin menjauhi sifat itu.[Mas Kunang. Sampai detik ini aku belum bisa melihat peristirahatanmu yg trakhir Mas! Jiwa ini sudah benar-benar rapuh, hati ini juga sudah hancur melebur. Sampai aku tak tahu bagaimana caranya membahagiakan diriku sendiri. Ok aku bi
Pria tegap memakai jas hitam pekat pun menghampiri Bening yang tengah mematung. Bening hanya merasa kaget melihat sosok dihadapannya yang belum ia kenal."Hei Nona, mengapa Anda melamun?" tanya pria misterius.Bening hanya menggeleng pelan serta menahan kegugupan. Pria itu hanya membalas dengan senyuman."Anda akan bekerja sama dengan perusahaan kami. Kami siap memberikan sebuah pabrik perusahaan untuk Anda dan semua yang Anda perlukan nanti diperusahaan Anda," tutur pria itu."Seriously? Anda tidak bohong?" tanya Bening tak percaya dan tak menyangka jika ada seseorang sebaik pria dihadapannya. Pria itu membalas dengan anggukan."Yes. Anda siap bekerja sama dengan kami? Kami hanya butuh ide dari Anda saja," lanjut pria itu mulai menyodorkan beberapa berkas yang perlu ditanda tangani oleh Bening."Saya tidak siap Tuan. Maksudnya saya tidak siap menerima kebaikan ini. Mending saya bekerja keras sendiri tanpa menerima bantuan dari siapapun. Apalagi bantuan yang amat besar seperti ini. Sa
Tubuh Bening bergetar hebat melihat pemandangan tak lazim ketika pisau itu mengarah pada leher Sulaikha."Baik Bu. Bening berubah pikiran. Bening tidak akan pergi. Bening tidak akan melihat jazad suami Bening," lirih Bening pasrah. Ia begitu menyayangi Sulaikha. Maka dari itu Bening menahan segala keegoisannya agar ibunya tidak jadi bunuh diri."Sebagai seorang anak, kamu memang sepantasnya mendengarkan perkataan ibu, Bening. Ibu tahu kamu sangat mencintai suamimu, Kunang. Namun, Jessi sudah melarang kita untuk pergi ke sana. Lalu ibu bisa apa? Mungkin inilah yang terbaik untukmu agar kamu bisa melupakan Kunang yang selalu menyakitimu itu," ucap Sulaikha yang mulai melempar pisau tadi ke lantai.[Bagaimana aku bisa melupakan suami dinginku itu ibu? Bagaimana bisa? Memang dia begitu kaku dalam menjalani hubungan rumah tangga kami. Dia juga selalu menyakiti perasaanku dengan tidak jujur tentang mantan kekasihnya dulu yang ternyata adalah sepupuku. Tapi, cintaku padanya nyata Bu. Dan juj
BRUKKKSuara begitu memekakan telinga membuat Bening terenyak serta tak mampu berdiri apa yang ada dihadapannya. Tubuhnya terasa ringat dan sangat lemas tanpa tulang. Air mata Bening sudah tak bisa dibendung lagi. Kau tahu siapakah yang celaka?Darah bercucuran dari pria yang sudah jatuh diatas balkon. Detak jantung Bening seakan terhenti dunianya begitu runtuh melihat orang yang amat dicintainya, orang yang selama ini bertengger di hatinya terkapar berlumuran darah dan tak sadarkan diri. Ya Kunang melompat dari atas balkon membuat hati wanita apalagi istrinya hancur berkeping-keping berserakan tak karuan."KUNANG!! APA YANG KAMU LAKUKAN?" pekik Bening histeris. Sementara Koldam yang tadinya ingin mengakhiri hidupnya gagal karena Kunanglah yang lebih dulu melompat.Sebenarnya sebelumnya yang terjadi ...Kunang merasakan kepalanya amat sangat sakit sebenarnya kepala Kunang terbentur pada pintu ketika Bening dan Koldam tengah fokus mengobrol."Bening?" lirih Kunang.[Mengapa aku selalu
Wanita dihadapan pria yang bergelantungan itu mulai memejamkan kedua mata. Wajahnya berubah pucat pasi serta bibirnya gemetar dan dadanya berdegup kencang melihat pemandangan yang membuatnya takut. Ya takut kehilangan kekasih yang mulai mengisi jiwa meski kekasih itu tidak menganggap dia ada sekarang. Bodoh! Bodoh memang jika Bening masih bersama lelaki yang sama sekali tidak mengingatnya namun malah mengingat si mantan."Ya Allah aku harus menolong siapa dulu? Kunangku memang suamiku namun dia juga yang sudah menciptakan luka beberapa kali di hati. Dia yang sudah mencabik-cabik hatiku menjadi berantakan," batin Bening.Koldam dan Kunang masih saja bergelantungan di atas balkon. Kunang memegangi kepalanya, ia mulai merasakan kesakitan dibagian kepala."Baiklah aku akan menolong kalian," kata Bening.GrebbbMata Koldam membulat sempurna saat Bening mulai mau menolong Kunang. Bening mulai melilitkan tali kepada Kunang dan ingin mengikatnya ke sesuatu yang kuat."JANGAN BENING! Kenapa kam