Jalinan waktu terus bergulir. Bila Keef sedang tidur, Zivara akan mulai mengecek laporan keuangan di beberapa proyek yang dipegangnya. Kendatipun masih cuti, tetapi Zivara berusaha untuk terus memantau pergerakan di tempat proyek. Hal itu dilakukannya agar tidak kaget bila harus bekerja setelah cuti. Pagi itu, Zivara diantarkan Nirwan ke kantor HWZ. Kedatangannya disambut sukacita rekan-rekannya, terutama karena mereka memperebutkan Keef. Zivara meninggalkan putranya di divisi keuangan bersama Nirwan. Sementara Zivara menaiki tangga untuk menyambangi para manajer dan direksi. "Loh, anakku, mana? Enggak diajak?" tanya Gwen saat beradu pipi dengan Zivara. "Di bawah, sama Nirwan dan tim Mirna," jelas Zivara sambil berpindah menyalami Gunther, Izra dan Emyr. "Kuambil, ahh." "Kita bukannya mau meeting?" Gwen terdiam sejenak, kemudian dia mendengkus pelan. "Lupa aku kalau hari ini ada rapat tim proyek." "Suami dan istri sama-sama pelupa," ledek Izra. "Kenzie, kan, dari dulu memang
Seunit mobil MPV hitam berhenti di depan gedung Cyrus Grup siang itu. Kedua penumpangnya turun, lalu lari sekencang mungkin menuju lobi utama. Sang sopir kembali melajukan kendaraan keluar area parkir. Pria berkemeja putih hendak mengantarkan Nyonya Arudra dan Keef, serta Nini ke kediaman Delany di Pasar Minggu. Arudra dan Farisyasa tiba di lantai 9. Mereka bergegas keluar dari lift untuk menuju ruang rapat di ujung koridor. Seorang staf membukakan pintu agar keduanya bisa segera masuk. "Maaf, kami terlambat," tutur Arudra sembari menyalami Tristan Cyrus. "Enggak apa-apa. Rapat baru dimulai 5 menit," terang Tristan sambil beralih bersalaman dengan Farisyasa. "Silakan duduk. Kita lanjutkan rapatnya," bebernya. Arudra dan Farisyasa menghampiri kedua kursi di ujung kiri. Mereka duduk, lalu menyalami Heru, Baskara, Dante dan Ivan secara bergantian. Selama puluhan menit berikutnya, semua peserta rapat mendengarkan penuturan Varen, Adik sepupu Tristan, yang menjabat sebagai direktur o
Ruang pertemuan di hotel Janitra-Aryeswara, siang itu terlihat ramai. Tamu undangan datang silih berganti. Para pejabat dan banyak konglomerat turut hadir untuk memberikan selamat kepada kedua mempelai. Dekorasi ruangan serba putih dan hijau, menjadi pemandangan yang menyegarkan mata. Tim WO Jeehan dan Mutiara bekerja keras menampilkan dekorasi terbaik, sekaligus termewah khusus untuk Fendi dan Indah. Kedua mempelai terlihat semringah di pelaminan. Senyuman nyaris tidak lepas dari wajah keduanya. Begitu pula dengan keluarga besar mereka. Setelah acara berlangsung selama satu jam, lampu utama diredupkan. Satu per satu lampu sorot menyala dan mengarah ke tirai merah tebal di sisi kanan ruangan. Band pengiring berganti personel dengan beberapa anggota PG dan PC. Sekali lagi, Linggha dan Hadrian berduet memainkan gitar. Giandra membalas dengan bunyi bas yang pas. Panglima menggebuk drum dengan semangat. Diiringi denting keyboard yang dimainkan Trevor, dan ditambah alunan saksofon yan
Sepanjang perjalanan pulang ke Bandung, Zivara terlelap sambil menyandarkan kepala ke bantal yang ditempelkan di kaca. Keef yang digendong papinya di kursi depan, juga tidur nyenyak hingga nyaris tidak terjaga sedikit pun. Nini yang sempat terlelap di awal perjalanan, akhirnya menghabiskan waktu dengan memandangi jalanan yang telah jauh berubah, semenjak dia terakhir kali ke Jakarta beberapa tahun silam. Arudra yang menemani sopir mengobrol, berusaha menahan rasa kantuk yang menggelayuti mata. Dia tidak tega membiarkan Nirwan sendirian mengemudi tanpa ada yang mengajak sang ajudan bicara.Setibanya di kediaman Arudra, semua orang turun. Zivara membantu Nirwan dan Nini mengangkat semua tas ke dalam rumah. Sementara Arudra langsung memasuki kamar untuk beristirahat. Nini bergegas menyapu dan mengepel lantai. Kemudian dia berpamitan pada Zivara untuk pulang ke rumahnya. Nirwan telah memasuki kamar depan sejak tadi. Pria muda tersebut kelelahan dan langsung tertidur tanpa berganti p
Arudra menciumi pipi Keef berulang kali, sebelum dia memberikan sang bayi ke Zivara. Arudra beralih mencium dahi istrinya, lalu mengusap rambut Zivara dengan pelan. Tidak berselang lama, Arudra telah berada di mobil jemputan tim PC. Dia melambaikan tangan yang dibalas Zivara dan Nirwan dengan hal yang sama. Kala mobil MPV hitam menjauh, Keef merengek dan segera diayun Zivara sembari membujuk anaknya untuk segera diam. Nirwan berpindah ke carport untuk memanaskan mobil SUV putih. Dia menunggu Zivara dan Keef menaiki kendaraan, kemudian Nirwan memundurkan mobil ke jalan depan rumah. Nirwan menekan klakson, lalu segera melajukan kendaraan dengan kecepatan rendah. Nini bergegas menutup dan mengunci pagar. Kemudian dia kembali ke dalam rumah untuk melanjutkan pekerjaan. Nirwan menghentikan mobil di depan deretan rumah toko di tepi jalan raya utama. Divia dan putrinya segera memasuki kendaraan, yang kembali melaju ke jalanan. "Kita ke Jakarta, Jumat pagi, Zi," tukas Divia yang berada
Ruang pertemuan besar di hotel milik Hatim Grup, Sabtu siang terlihat ramai. Perhelatan akbar pernikahan Arya dan Dahayu berlangsung meriah. Pasangan pengantin terlihat semringah. Mereka menyambut ucapan selamat dari semua tamu, dengan sangat ramah.Arya yang memang murah senyum, nyaris tidak berhenti mengukir senyumannya. Demikian pula dengan Dahayu yang tampil sangat cantik dan anggun. Gaun pengantin sage bertabur permata asli buatannya, menjadikan Dahayu benar-benar memesona. Ditambah dengan riasan wajah hasil penata rias ternama, menjadikan tampilan wajahnya terlihat makin menawan. Arya yang mengenakan setelan jas sage yang serupa dengan gaun Dahayu, terlihat berulang kali menatap pengantinnya dengan sorot mata memuja. Hal itu ternyata tertangkap jelas oleh rekan-rekan Arya yang berada di tempat VIP sisi kiri pelaminan. Mereka memvideokan tingkah sang pengantin pria, kemudian mengirimkannya ke grup PC dan PG utama. Tepat pukul 2, semua lampu utama diredupkan. Beberapa lampu s
"Ni hao ma?" tanya Yanuar yang menciptakan tawa hadirin. "Alhamdulillah, semuanya sehat. Buktinya, kalian tertawa, padahal saya cuma menyapa dalam bahasa Zimbabwe," kelakarnya seraya tersenyum. 'Baiklah. Karena waktunya mepet, saya langsung memperkenalkan diri," cakap Yanuar. "Nama lengkap saya plus julukan dari teman-teman, adalah Yanuar Kaisar Ming Sipitih. Usia saya, di bawah Mas Arya. Enggak beda jauh sama Aldi dan Aldo," candanya yang kian mengencangkan tawa penonton. "Saat ini, saya menjabat sebagai direktur utama PB, alias anak buahnya Abang bule ini." Yanuar menunjuk ke kiri. "Selain itu, kami adalah ipar, karena saya menikahi Adik istrinya, dan Bang Varo menikahi Kakak istri saya," pungkasnya. "Selain dirut PB, saya jaga menjabat sebagai komisaris di BPAGK, PBK, dan ZAMRUD. Sementara di SG dan PG, saya adalah anggota paling manis, imut dan ngangenin," sambung Yanuar. "Lanjut!" seru Alvaro. "Yanuar kalau nggak dipotong gini, bakal ngoceh sampai magrib," ledeknya yang memb
Minggu malam, Arudra tiba di kediamannya dengan diantarkan Yudha, tim PBK yang bertugas menjemput para bos dari bandara Bandung. Nirwan membukakan pintu pagar. Kemudian dia membantu Arudra mengangkut dua tas sarat souvenir, yang diberikan Arya dan Dahayu pada semua tamu dari PG, PC serta PBK. Keef yang tengah digendong Zivara, mengamati pria yang telah memanggilnya. Keef segera bergerak-gerak dan mengulurkan tangan untuk meminta digendong, saat mengenali orang itu adalah papinya. "Papi kangen," tutur Arudra seusai menciumi pipi anaknya berulang kali. "Keef juga nyariin Papi," balas Zivara yang sedang berjongkok di dekat Nizwar yang tengah membuka tas berisi oleh-oleh. "Iyakah?" tanya Arudra sembari duduk di sofa ruang tamu. "Hu um. Tiap bangun tidur, dia celingukan. Habis itu kayak bingung karena nggak ada Papi." Arudra menempelkan bibirnya ke puncak kepala sang putra. "Bakal sulit pisah kalau begini." "Nanti dia juga terbiasa nggak ada Papi." "Hmm, ya. Apalagi aku bakal seri
Awal malam itu, Lanika tiba di bandara Cengkareng, bersama Sebastian, Rylee dan Cornelia. Mereka dijemput Uday yang kemudian mengantarkan keempatnya ke hotel tempat tim PG dan PC menginap. Setibanya di tempat tujuan, Bilal dan Yolla telah menunggu di lobi. Seusai berbincang sesaat, mereka bergegas menuju ruang pertemuan di lantai tiga, untuk menghadiri jamuan makan malam yang diadakan oleh Tio. Ruangan luas itu seketika heboh. Semua orang menyambut kedua anggota PC yang baru tiba, dengan rangkulan. Hal nyaris serupa juga dilakukan tim para istri pada Cornelia dan Lanika. Kendatipun tidak terlalu mengenal Lanika, tetapi Mayuree dan rekan-rekannya tetap bersikap ramah pada perempuan tersebut. Seusai melepas rindu pada keluarganya, Lanika mendatangi Zivara dan langsung memeluk sahabatnya tersebut dengan erat. Kemudian dia mengurai dekapan dan beralih menciumi Keef yang sedang dipangku maminya. "Masyaallah, asa tambah kasep, pangeran Ate," puji Lanika sembari menggosok-gosokkan hidun
Ruang rapat di gedung kantor PG, siang menjelang sore itu terlihat ramai. Lebih dari 100 pria bersetelan jas biru mengilat, berkumpul untuk mendengarkan pidato Tio. Setelahnya, komisaris PG memanggil orang-orang yang hendak berangkat ke Kanada. Mereka berdiri di kiri Tio, sambil memandang ke depan. Arudra, Drew, Ghael, dan Myron bergantian mengucapkan kalimat perpisahan. Benigno yang akan mengantarkan rekan-rekannya ke Kanada, juga turut memberikan pidato singkat. Sementara Alvaro yang menjadi pemimpin rombongan tersebut, hanya diam sambil memandangi semua orang di ruangan. "Teman-teman, mari kita bersalaman dengan para pejuang ini. Berikan dukungan terbaik buat mereka, yang akan bekerja keras menyelesaikan berbagai proyek kita di Kanada," ungkap Tio sembari turun dari podium. "Mid, tolong atur barisan," pinta Tio yang segera dikerjakan direktur operasional PG. Tio menyalami Arudra dan mendekapnya sesaat. Kemudian Tio memundurkan tubuh dan berbincang singkat dengan rekannya terse
Jalinan waktu terus bergulir. Minggu terakhir berada di Bandung, digunakan Arudra dan Zivara untuk lebih dekat dengan keluarga. Setiap hari mereka bergantian mengunjungi kediaman Rahmadi atau Thamrin, agar bisa bercengkerama dengan keluarga inti dan sanak saudara. Kamis sore, Arudra dan Zivara mendatangi kediaman ketua RT tempat mereka tinggal dan tetangga terdekat, untuk berpamitan. Pasangan tersebut tidak lupa untuk berpamitan pada para pedagang di sekitar kompleks, yang menjadi langganan mereka selama menetap di sana.Jumat pagi, Nirwan melajukan mobil sang bos menuju kediaman Rahmadi. Fazwan dan Disti menyusul menggunakan mobil SUV putih milik Zivara. Tidak berselang lama, Bilal datang bersama Yolla dan keluarganya. Demikian pula dengan Thamrin dan Ruslita. Mereka hendak ikut mengantarkan Arudra dan kelompoknya ke Jakarta. Seusai membaca doa bersama, semua orang menaiki kendaraan. Kemudian Bhadra yang berada di mobil terdepan, menekan klakson sebagai tanda perjalanan akan seg
Senin pagi menjelang siang, Arudra dan Zivara beserta yang lainnya bertolak menuju Lombok. Fazwan dan Disti juga ikut dalam rombongan tersebut untuk menikmati bulan madu, sebagai hadiah dari para petinggi Janardana Grup dan Mahendra Grup. Pada awalnya para pria ingin kembali mengunjungi Pulau Komodo. Namun, karena banyak anak-anak yang ikut, akhirnya tempat tujuan diubah supaya cocok dengan anak kecil.Pesawat yang mereka tumpangi akhirnya tiba di Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (Bizam) menjelang pukul 4 sore. Perjalanan itu ditempuh dalam waktu yang cukup lama, karena pesawat harus transit di bandara Bali. Dari bandara menuju hotel milik BPAGK, rombongan tersebut menaiki bus berukuran besar yang disediakan pihak hotel. Agung, ketua pengawal Bali dan Nusa Tenggara, kembali menjadi pemandu wisata dadakan.Seperti biasa, para pengawal muda mengadakan kuis berhadiah kudapan dan minuman ringan. Sebab jumlah bos yang ikut cukup banyak, akhirnya semuanya ikut dan terbagi menj
Sabtu pagi di minggu kedua bulan Agustus, pernikahan Fazwan dan Disti dilangsungkan di gedung pertemuan kawasan Buah Batu. Rombongan keluarga calon pengantin pria tiba belasan menit sebelum acara dimulai. Yudha yang menjadi pemimpin, mengatur barisan bersama teman-teman pasukan pengawal area Bandung. Setelah diberi kode oleh tim panitia pihak perempuan, rombongan berseragam serba krem jalan perlahan menuju pintu utama gedung. Mereka berhenti di bawah tenda untuk menyaksikan sambutan dari kedua orang tua Disti. Susunan acara khas Sunda dilaksanakan dengan khidmat, sebelum akhirnya rombongan dipersilakan masuk. Keluarga inti, para petinggi PBK dan keluarga Janardana, serta Mahendra dan Pangestu, menempati kursi dua deretan terdepan sisi kanan. Di belakang mereka dipenuhi keluarga besar Fazwan, dan semua pengawal lapis satu hingga 12 yang hadir bersama keluarga masing-masing. Tidak berselang lama acara dimulai. Fazwan mendengarkan khotbah nikah dengan serius sambil merekamnya dalam
Minggu berganti menjadi bulan. Menjelang keberangkatan ke Kanada, Zivara justru disibukkan dengan persiapan pernikahan Fazwan. Sebab calon pengantin pria sedang sibuk mengikuti Arudra tugas ke luar kota, mau tidak mau Zivara yang menggantikan posisi akangnya untuk membantu Disti. Sore itu sepulang dari kantor, Zivara memacu mobil SUV putih menuju pusat perbelanjaan. Kala berhenti di perempatan lalu lintas, Zivara menyempatkan diri untuk menelepon Nini, yang tengah dijemput Isfani untuk menyusul Zivara, bersama Keef. Setibanya di tempat tujuan, Zivara memarkirkan mobilnya dengan rapi. Dia merapikan penampilan terlebih dahulu, kemudian menyemprotkan sedikit parfum ke baju. Sekian menit berikutnya, Zivara telah berada di dekat pintu utama. Dia menunggu kedatangan taksi yang ditumpangi Nini dan Isfani tiba, kemudian mereka bergegas menuju lantai tiga, di mana Disti dan kakaknya telah menunggu. Keempat perempuan bersalaman sambil beradu pipi. Sementara Nini hanya menyalami calon istri
"Siapa kamu!" bentak Eyang Min, saat seorang pria tua muncul di dekat teras depan rumahnya. "Tidak perlu tahu aku siapa. Yang penting, setelah ini usahamu menyesatkan orang akan berhenti," jawab Mulyadi dengan sangat tenang. Eyang Min maju beberapa langkah sambil mengacungkan tongkatnya yang berbentuk unik. "Oh, ternyata kamu. Orang yang sudah melindungi Lanika." "Betul." "Tapi, percuma saja. Sebentar lagi dia akan mati." "Nyawa manusia adalah milik Allah. Sehebat apa pun ilmumu, jika Allah berkehendak, maka Lanika akan aman." Eyang Min tertawa melengking. Mulyadi tetap diam sambil mengamati beberapa orang yang muncul di belakang perempuan berbaju merah. Zein dan ketiga sahabatnya telah selesai bertempur. Mereka berdiri beberapa meter di belakang Mulyadi sambil memerhatikan sekeliling. Masih ada titik-titik merah yang beterbangan, dan harus terus diawasi. Eyang Min melemparkan tongkatnya yang berubah menjadi ular hitam berukuran besar. Mulyadi spontan mundur sembari memukuli u
Embusan angin kencang menerpa apa pun yang berada di bumi. Dedaunan di dahan bergoyang ke sana kemari mengikuti arah sang bayu. Sekali-sekali akan terdengar suara binatang malam. Selebihnya hanya keheningan yang tercipta di sekitar rumah besar, yang berada di tengah-tengah kebun di pinggir Kota Bogor. Jalan depan rumah itu terlihat lengang. Meskipun waktu baru menunjukkan pukul 10, tetapi tidak ada seorang pun yang melintas di sana. Letak bangunan yang berada di perbukitan, ditambah lagi area belakangnya lebih banyak kebun dibandingkan rumah, menjadikan tempat itu seolah-olah terisolir dari dunia luar. Sekelompok orang terlihat jalan cepat di kebun sisi kiri. Sebab sekitarnya gelap, mereka terpaksa menyalakan senter kecil yang tersambung dengan ikat kepala. Sekali-sekali mereka akan berhenti dan berjongkok untuk memindai sekitar. Kemudian mereka melanjutkan langkah hingga tiba di dekat rerimbunan semak di dekat rumah target. Pria terdepan memberi kode dengan tangan. Lima orang be
Arudra termangu, sesaat setelah Nirwan menceritakan tentang kejadian kemarin malam di mobil Lanika. Bhadra, Casugraha, Fazwan dan Bilal yang juga berada di ruang kerja sang presdir, saling melirik, sebelum sama-sama mengulum senyuman. Sementara Zein menggeleng pelan seraya tersenyum lebar. Sedangkan Hendti justru bertepuk tangan, kemudian dia menepuk-nepuk pundak Nirwan yang terlihat cengengesan. "Hebat, euy! Bisa ninju kunti," tukas Hendri. "Ini berkat ajaran Akang," balas Nirwan. "Dan Bang Zein, serta teman-teman tim pengejar hantu," lanjutnya sambil memandangi pria berkulit kecokelatan yang balas menatapnya saksama. "Kami cuma melatih sedikit. Hatimu memang kuat, itu yang membuatmu sanggup melawan kuntilanak kiriman Nenek tua itu," jelas Zein. "Kamu ikut latihan olah napas, Wan?" tanya Bilal. "Ya, Bang," jawab Nirwan. "Sudah lama?" "Baru dua bulanan. Itu pun karena diajakin Kang Izra. Dia bilang, auraku kuat. Lebih bagus lagi diarahkan ke ilmu kebatinan." "Aku ingat Izra