"Show time." Xavier melihat tajam orang-orang itu. Ada sekitar lima orang yang di ikat di tiang yang berada di ruang hukuman itu. Pria itu tersenyum smirk, lalu mengayunkan cambuknya pada salah seorang tawanan. Cetas "Aaaa, ampun!" Teriaknya. Cetas Cetas Suara cambukan itu begitu terdengar jelas. Jeritan bahkan sudah memenuhi lorong itu. "Rasakan ini!" Xavier kalap. Ia mencambuk beberapa preman itu hingga mereka tidak sadarkan diri. Tubuh mereka sudah bersimbah darah. Xavier menyeringai puas. Hasrat dia telat terpenuhi. Menatap datar pada mereka yang entah masih hidup atau mungkin malah sudah tiada. "Pisau!" Desis Xavier. Salah satu tangan kanannya memberikan sebilah pisau lipat. Kecil tetapi mematikan. Xavier memainkan pisau itu. "Bagaimana hadiah dariku heh! Menyenangkan bukan? Hari ini kita akan bermain-main. Sampai aku puas!" Pria itu mulai maju. Ia menyayat satu persatu preman itu. Menguliti pipi m
"Om tampan, pelukan om nyaman dan hangat sekali. Apakah jika Shei di peluk ayah, rasanya akan seperti ini?" Tanya Sheinafia jangan lupakan mata nan polos itu menatap Xavier dengan penuh rasa penasaran. Xavier diam. Baru saja ia akan menjawab pertanyaan Sheinafia, ponselnya tampak bergetar. Pria itu melihat jika sang pengacaranya lah yang menelepon dan Xavier meminta izin sejenak untuk mengangkat teleponnya. [Hallo.] [Tuan, hasil test DNA sudah keluar! Apakah tuan mau melihatnya?] [Bacakan saja, dan ingat ini rahasia, jangan sampai ada orang yang mengetahuinya. Kau akan tahu akibatnya!] Deg! Ancaman Xavier benar-benar terdengar mengerikan di telinganya. Ia tahu konsekuensinya bila berkhianat pada pria itu. Selain kehilangan pekerjaan, nyawa pun akan menjadi taruhannya. Tentu dia tidak ingin jika sampai itu terjadi. Bila ia pergi, bagaimana nasib keluarganya. Istri dan anak-anaknya. [Ti-dak tu-an. Ma-na sa-ya be-rani.] [B
"Terima kasih Tuhan. Atas jawaban yang aku cari selama ini, telah menemukan jawabannya," lirih Xavier. Kini pria berambut gondrong itu sudah berada di dalam mobilnya. Senyum selalu tersungging dari bibir sexynya. Lalu ia menghubungi salah satu anak buahnya. Anak buahnya itu tengah mengawasi rumah sang nyonya. Tentu mereka tidak mau jika sampai terjadi sesuatu pada sang nyonya. Salah satu dari mereka mengangkat telepon sang bos. [Hallo, bos.] [Awasi baik-baik istri dan anak saya! Jangan sampai terjadi sesuatu dengan mereka. Jika ada sesuatu yang mencurigakan segera hubungi saya.] [Baik, siap laksanakan tuan!] Lantas pria itu langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Setelahnya ia melakukan kendaraannya menuju Mansion tempat selama ini ia tinggal. * * "Bagaimana kalian mau membantuku? Jika dendamku terlaksana, aku akan memberikan kalian upah, tenang saja!" Beberapa pria berwajah sangar, dan bertubuh ke
"Ibu, kakak sama Shei berangkat sekolah ya. Ibu jangan terlalu capek, dan jangan lupa istirahat dahulu," ujar gadis berusia lima tahun itu. Nandini tersenyum penuh haru. Putrinya, tidak terasa kini sudah berusia lima tahun. Dan pemikiran gadis itu berbeda dengan pemikiran anak seusianya, Sheinafia di paksa dewasa sebelum umurnya. Sebenarnya gadis itu masih terngiang-ngiang dengan pembicaraannya bersama dengan Xavier kemarin. Benarkah ayahnya masih hidup. Jika benar masih hidup, lantas di mana keberadaan ayahnya. "Shei, aku lihat om-om yang sering ngobrol dengan kamu suka ada di sekolah. Apa jangan-jangan ia pemilik sekolah?" Tanya Melati heran. Sheinafia menatap sang kakak yang tinggi itu, dan menggeleng tanda ia tidak tahu. Melati pun tidak melarang jika pria itu mendekati atau mengobrol dengan adiknya. Entah kenapa ia melihat kemiripan antara Sheinafia dan juga pria itu, apalagi ketika adiknya itu bersikap dingin persis pria tersebut. "Kenapa kakak
"Tapi siapa yang menjaga anak kecil sialan itu! Tidak mungkin bukan jika ayah anak itu sudah mengetahui keberadaan putrinya. Oh ayolah, jangan jadi pengecut seperti ini, aku hanya meminta bantuan kalian untuk menculiknya. Selanjutnya biar aku bertindak sendiri," keukeuh Meylan. Kepala preman itu menggeleng. Perempuan di hadapannya benar-benar menyusahkan. Dia menyesal, karena sudah berjanji akan menolongnya. Andai saja jika waktu bisa di ulang. Tentu dia tidak akan mengambil keputusan seperti ini. Tapi dirinya adalah pria yang memegang janjinya dan mau tidak mau ia harus memenuhi janjinya. "Baiklah, aku akan membantumu! Tapi ingat hanya menculiknya saja selanjutnya aku tidak mau tahu apa-apa. Dan ingat, jika kamu tertangkap jangan bawa-bawa kami." Meylan tersenyum smirk. Ya saat ini ia akan mengiyakan syarat dari laki-laki sangar di hadapannya. Yang penting dendam dia terlaksana. "Oke, kamu tenang saja. Aku tidak akan membocorkan jika kalian memba
"Kak," panggil Sheinafia kepada Melati ketika mereka pulang sekolah. Tampak Xavier tengah menunggu kedatangan mereka di pintu gerbang sekolah. Pria tampan berambut gondrong berkemeja putih, dengan lengan yang tergulung sampai sikut. Tampak duduk menunggu sang putri keluar. Hari ini ia harus bisa melakukan kerja sama dengan sang putri. Demi mendapatkan kembali cinta sang istri. Sudah cukup selama lima tahun mereka terpisah, jarak dan waktu. "Ada apa dek?" Tanya Melati heran. Sheinafia berhenti berjalan. Otomasi Melati pun ikut berhenti. Kini gadis berusia lima tahun itu tengah menatapnya, tak berselang lama ia pun menghela nafasnya kasar. "Kakak, ingat tidak pria yang sering mengobrol denganku di taman jika sore hari tiba?" Melati mengangguk, "Ya, kenapa dek? Apa dia melakukan kejahatan padamu?" Sheinafia menggeleng. Ia bingung harus dari mana dulu memulai pembicaraannya. Lalu Xavier menghampiri keduanya, ia kesal karena permata
Rain Alexander Zaderta. Seorang anak kecil yang berusia 6,5 tahun. Ia bersekolah di sekolah internasional X, yang berada di jalan X. Rain Alexander Zaderta merupakan seorang anak dari seorang single parent yang bernama Alexander Zaderta. Seorang pria matang yang terkenal sebagai penguasa dunia bawah. Siapa yang tidak mengenal Zaderta, atau lebih di kenal dengan Mr. Z. "Bagaimana Rain di sekolah?" Tanyanya datar pada seorang ajudan yang ia tugaskan untuk menjaga sang putra di sekolah. Pria yang di tanya pun membuka suaranya. Tetapi sebelum ia menceritakan perkembangan sang tuan muda. Ia bercerita jika di sekolah, tadi pagi tuan mudanya sempat membuat ulah. "Maaf sebelumnya tuan, tadi pagi tuan muda sempat menyuruh saya untuk menyerempet seorang gadis kecil yang saya lihat, sepertinya murid baru di sekolah tuan muda. Hanya saja---" ucapannya terjeda. "Hanya saja, entah kenapa saya seperti melihat Tuan Xavier Romanov tetapi dalam versi anak perempuan,"
"Ya Tuhan, rasanya gugup sekali. Aku takut jika Nandini akan menolakku," lirih Xavier sambil memperhatikan Nandini yang tengah melayani para pembeli. Lalu Xavier memberanikan turun. Ia mengikat rambut gondrongnya, dan memakai kaca mata hitam tidak lupa masker ia pakai. Seperti biasa ia pun menghampiri Nandini, kebetulan sekali orang-orang yang beli satu persatu pulang. Xavier yang terlihat tampan dengan memakai kemeja lengan panjang berwarna maroon. Di bagian lengan, ia sengaja gulung hingga siku, menambah kadar ketampanannya. Benar-benar seperti hot daddy. "Permisi," suara bariton itu menyapa Nandini yang tengah asyik menunduk. Membuat wanita itu seketika mendongak. Menatap orang yang tengah berdiri di hadapannya. Alis Nandini terangkat satu, merasa heran dengan pria tersebut, sebab memakai kaca mata belum masker sudah seperti buronan saja. "Ya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Nandini lembut. Xavier tidak langsung menjawab
Bab 96 - S2 - Malam Pertama (21+) “Bagaimana saksi, Sah?!” Tanya seorang penghulu kepada para saksi yang berada di sana. “Sah!” “Sah!” “Sah!” Kalimat Sah menggema, membuat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Senja. Alarich melihat hal itu, ia langsung menggenggam tangan mungil sang istri. Membuat Senja sadar jika ia tidak sendiri. Gadis yang sudah bergelar istri itu menoleh, menatap sang suami yang tersenyum manis kepadanya. Lelaki yang tidak pernah tersenyum itu, kini memberika senyumannya hanya untuk sang istri. “Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi sepasang suami istri. Silahkan untuk sang istri mencium tangan sang suami, dan suami mencium kening serta ubun-ubun istri anda,” ujar sang penghulu. Alarich maju, mendekati istrinya. Dengan tubuh bergetar menahan gugup Alarich mencium kening serta ubun-ubun sang istri. Begitu juga dengan Senja, dengan tangan yang gemetar, ia raih jemari sang suami. Men
Bab 95 - S2 - Menikah Deg Senja langsung menoleh ke arah Alarich, ia bahkan menghentikan langkah kakinya. Menatap wajah yang senantiasa datar dan dingin itu, mencari kebohongan dari binar matanya yang tajam. Namun, Senja sama sekali tidak menemukan kebohongan tersebut, ia justru melihat ketulusan, kejujuran, dan keseriusan dari mata Alarich. Lantas Alarich membuka pintu ballroom, begitu pintu terbuka keluarga besar Romanov menyambutnya. Senja mematung di tempatnya berdiri,memandang bagaimana baiknya keluarga yang bahkan tak ada hubungan darah dengannya. Alarich meraih tangan Senja, dan membawanya masuk. Mata Senja sudah berkaca-kaca, melirik tangan yang di genggam oleh Alarich. “Tuan,” lirih Senja. “Mari masuk, mereka sudah menunggumu. Menunggu calon menantu baru di keluarga Romanov. Gadis yang selama beberapa tahun aku tunggu, tidak mungkin aku lepaskan untuk yang kedua kalinya. Oleh karena itu, aku akan langsung mengikatmu dengan pernikaha
Malam itu, Senja sudah siap dengan gaun yang sudah di siapkan oleh Alarich sebelumnya. Gaun berwarna lembut sangat cocok dengan karakter Senja. Jangan lupakan kerudung yang berwarna sama dengan gaunnya menambah kecantikan seorang Senandung Senja. Gadis berhijab itu di dandani oleh Sheinafia, wanita beranak satu itu begitu antusias kala mendengar Alarich hendak melamar Senja. Namun, mereka sengaja tidak mengatakan hal itu kepada Senja, sebab takut jika gadis tersebut menolaknya. “Ya Tuhan, kamu cantik sekali, Senja,” pekik Sheinafia yang membuat ketiga perempuan paruh baya yang kebetulan berada di kamar Senja sontak menoleh ke arah dua wanita muda itu. Nandini, Namilea, dan Melati tersenyum kala melihat Senja. Wajahnya yang cantik alami semakin bersinar kala Sheinafia membubuhkan make up flawless di wajah cantiknya. Namilea menghampiri keduanya, ia tersenyum lembut lantas mengusap puncak kepala Senja yang terbalut hijab. “Kamu cantik sekali, Nak
Bab 93 - S2 - Pendekatan Alarich Tidak terasa, sudah hampir dua minggu Senja tinggal di Mansion Romanov. Selama itu pula, Senja belum pernah kembali bertemu dengan Alarich. Entah kemana perginya lelaki dingin itu, pria pertama yang merangkulnya ketika ia terjatuh. “Senja, Nak,” panggil Namilea. Merasa ada yang memanggilnya, Senja pun menoleh. Ternyata ibu dari Alarichlah yang memanggil namanya. Senja tersenyum menyambut kedatangan Namilea yang kini duduk di sebelahnya. “Sedang apa, Nak? Ibu lihat dari tadi kamu duduk sendirian di sini? Kamu bosan?” Tanya Namilea hati-hati. Senja menggelengkan kepalanya,”Tidak ibu. Senja tidak bosan,” jawab Senja yang memang sekarang memanggil Namilea dengan panggilan ibu sesuai permintaan Namilea. Namilea pun tersenyum. Lantas mengangkat sebuah paper bag yang isinya entah apa. “Ini, tadi Alarich sebelum berangkat kerja dia menitipkan ini untuk kamu. Katanya, pakai nanti malam asisten Alarich a
Bab 92 - S2 - Kembalinya Senja “Semuanya, perkenalkan … Senandung Senja.” Deg Mereka terdiam, tentu tidak menyangka jika gadis yang memilih untuk pergi dari kediaman Romanov, kini telah kembali. Alarich, menemukannya dan entah dimana lelaki tampan nan dingin itu menemukan keberadaan Senja. Berbagai spekulasi muncul di kepala para paruh baya itu. Namun, mereka senang sebab sepertinya Alarich mulai membuka hatinya. Namilea menghampiri keduanya, ia menatap tidak percaya gadis cantik yang berdiri di hadapannya itu. “Nak, benarkah kamu Senja? Gadis yang dulu masuk ke dalam mobil Alarich?” Tanya Namilea lembut. Senja terdiam, namun ia melirik Alarich yang berdiri tak jauh darinya. Alarich pun mengangguk. Senja tersenyum tipis, “ Ya, Nyonya. Maafkan saya karena dulu memilih untuk pergi dari sini. Maaf, bukannya saya tidak tahu berterima kasih, hanya saja … saya tidak mau terlalu jauh merepotkan kalian. Kalian terlalu
Bab 91-S2-Kebingungan Senja “Bagaimana, Senandung Senja?” tanya Alarich. Raut wajah lelaki itu terlihat begitu serius, Senja jadi bingung. Entah langkah apa yang harus ia ambil, semua terasa begitu mendadak. “Maafkan saya, Tuan. Tapi … mengapa anda begitu yakin jika saya adalah Senja yang anda cari? Bagaimana jika ternyata anda salah orang?” Tanya Senja pelan nan lembut. “Insting,” jawab Alarich singkat padat dan jelas. “Insting? Bagaimana bisa?” Lirih Senja yang masih bisa di dengar oleh Alarich. Alarich menatap Senja datar, “Kau Senandung Senja, perempuan yang tiba-tiba memasuki mobilku dan meminta pertolongan dari ibu dan saudara angkatmu itu.” Deg Senja mematung di tempatnya, tentu ia tidak lupa dengan kejadian itu. Di mana ia memasuki mobil Alarich dan meminta pertolongan kepada lelaki tampan itu. Dari kejadian itu pula, Senja merasakan bagaimana arti keluarga sesungguhnya. Hanya saja, karena merasa in
Deg “Kenapa kamu berpikir seperti itu, Sayang?” tanya Sheinafia pada sang suami yang tengah memakan mangga muda di waktu yang tak lazim yaitu jam delapan malam. Rain mengunyah habis mangganya sebelum ia menjawab pertanyaan sang istri. Sheinafia bahkan sampai meneguk ludahnya kasar kala melihat bagaimana Rain memakan mangga itu tanpa rasa kecut sedikitpun. Rain tersenyum lembut, dan membelai pipi sang istri dengan penuh kasih sayang. Tatapan Rain kepada Sheinafia sama sekali tidak pernah berubah. Penuh cinta dan juga kasih sayang, Rain yang dingin dan datar di luar nyatanya tidak berlaku untuk keluarga kecilnya. “Sayang, kamu masih ingat ketika mengandung Hazelnut, bukankah aku yang mengalami couvade syndrome. Sampai aku tidak bisa terbangun dan harus istirahat di atas tempat tidur selama satu bulan lamanya?!” Sheinafia diam, lalu tak lama kemudian ia mengangguk. Tentu masih segar di dalam ingatannya ketika ia mengandung Ha
Alarich baru saja tiba di mansionnya, Sheinafia tampak tengah memangku Hazelnut. Sepertinya gadis kecil itu tengah demam. “Ada apa?” tanya Alarich pada Sheinafia. “Al, kamu sudah pulang? Dimana Rain? Aku kira kalian pulang sama-sama,” ujar Sheinafia yang terlihat lelah. Alarich mengambil alih tubuh Hazelnut, dan memang benar gadis kecil itu tengah demam. Alarich mengusap lembut punggungnya, membuat tangisan Hazelnut mereda. Setahu Alarich, keponakannya anak yang anteng. Walaupun ia tengah sakit, jarang sekali Hazelnut rewel seperti saat ini. “Kenapa, Sayang?” tanya Alarich lembut. “Daddy, dimana ayah? Kenapa ayah belum juga pulang?” tanyanya lirih. Alarich menatap Sheinafia, perempuan muda itu hanya mengedikkan bahunya. Tanda ia tak tahu kemana perginya sang suami, biasanya jam empat sore lelaki itu sudah pulang. “Sudah kamu coba menghubunginya, Shei? Tidak biasanya ia pulang telat seperti sekarang,” ucap Alarich datar.
Deg Jantung Alarich terasa berdenyut dengan cepatnya kala ia mendengar suara yang begitu di rindukan. Suara yang selama bertahun-tahun lamanya ia nantikan kehadirannya. Kini, Alarich mendengar kembali suara itu. Langkah kakinya yang tegas membawa ia mendekati sang keponakan. Anak dari kakak sepupu yang begitu ia sayangi seperti anaknya sendiri. “Daddy,” cicit Hazelnut. Air mata masih membasahi kedua pipi chubby Hazelnut. Alarich semakin mendekat, kini wajah itu wajah yang selalu di rindukannya itu ada dihadapan Alarich. Alarich berjongkok, menyamakan tingginya dengan tinggi Hazelnut, tangan besarnya mengusap lembut air mata yang masih setia membasahi mata indahnya. Lutut gadis kecil nan cantik itu tampak mengeluarkan darah. “Are you ok?” tanya Alarich khawatir. Deg Kini gadis berhijab pastel itu yang merasakan degup jantungnya berpacu, bagaimana tidak. Suara yang ia dengar sekarang adalah pemilik nama yang setiap malam sering ia