Selesai syuting, Ivy langsung meninggalkan lokasi menuju rumah orang tuanya, karena hari ini, Jonathan berjanji untuk mendapatkan rumahnya itu. Namun, Jonathan tidak menemaninya. Hanya ada Danny di mobil yang dikendarai Edy."Jadi kamu sendiri Danny? Tuanmu tidak ikut?" tanya Ivy yang merasa kecewa karena Jonathan tidak datang dan hanya mengutus Danny saja. Padahal ia sangat berharap, Jonathan lah yang membantunya sendiri."Tuan ada keperluan mendesak Nyonya. Beliau tidak bisa menemani Anda, jadi memerintahkan saya untuk menggantikan beliau," jelas Danny tapi Ivy tetap merasa tak tenang."Apa kau bisa membantuku mendapatkan rumahku kembali?" tanya Ivy yang tampak ragu pada Danny."Walau saya bukan seorang penguasa tapi saya seorang asisten yang selalu menyelesaikan setiap tugas yang diberikan Tuan Jonathan. Saya yang mengerjakan semuanya Nyonya Ivy," tegas Danny dengan penuh percaya diri.Setelah mendengar ucapan Danny, Ivy percaya bahwa Danny bisa membantunya. Dan ia menjadi tidak en
"Tunjukkan padanya Danny!" titah Ivy pada Danny yang berdiri di sampingnya.Danny mengangguk dan mengambil dokumen dari pengacaranya lalu meletakkannya ke atas meja tepat di depan Nyonya Sukma. "Silahkan dilihat Nyonya Sukma!"Nyonya Sukma mengerutkan keningnya, terlihat bingung melihat map yang diletakkan Danny tapi ia tetap meraih map itu karena penasaran ingin tahu isinya."Dokumen rumah!" Nyonya Sukma kaget membaca surat kepemilikan rumah yang seharusnya dimiliki oleh Ivy."Ya benar. Bibi bisa membaca semuanya supaya tahu masalah utamanya. Atau bibi mau kalau pengacara saya menjelaskan semuanya pada bibi."Lalu Nyonya Sukma kembali melihat Danny dan Ivy. "Dari mana kau dapat surat seperti ini?"Pertanyaan bodoh itu malah membuat Ivy menertawakan Nyonya Sukma. "Bibi pikir saya datang bersama orang-orang yang tidak tahu apapun tentang hukum. Asal bibi tahu, mereka yang mendampingi saya adalah orang-orang pintar yang mengerti akan hukum dan paling tahu tentang penipuan.""Oke. Walaup
Nyonya Sukma jatuh tersungkur di depan pintu rumah Ivy. Ia berusaha untuk berdiri tegak di depan Ivy yang menatapnya angkuh. “Tega sekali kau mengusirku dari sini Ivy. Apa kau tidak memikirkan ayahmu yang akan kecewa karena sikap kasarmu padaku?”Ivy melipat kedua tangannya di bawah dadanya sambil tersenyum sinis melihat Nyonya Sukma. “Maaf Nyonya Sukma, ayahku sudah tiada. Jadi beliau tidak akan kecewa padaku. Lagipula, kalau ayahku menyaksikan ini di atas sana, ayahku pasti akan berterima kasih padaku karena aku menyingkirkan penjahat dari rumah ini.”Nyonya Sukma tidak bisa pergi begitu saja dari rumah itu. Sebab, selain rumah ini, ia tidak punya tempat tinggal lagi. Apalagi ia sudah susah payah mendapatkan rumah ini. Ia tak rela pergi begitu saja. Bahkan demi tinggal di rumah itu, ia bisa merendahkan dirinya di depan Ivy. “Ivy, kamu begini karena marah pada ibu yang sudah merebut Reno darimu sampai pernikahanmu batal. Ibu minta maaf karena itu. Tapi sebenarnya ibu tidak punya niat
Ivy tersenyum smirk sembari menatap Naomi dengan tatapan angkuh. “Kau bisa lihat. Itu semua barang-barangmu yang kubuang!” “Beraninya kau membuang barangku. Apa kau tidak tahu, kau datang ke rumah siapa?” Naomi semakin marah dengan sikap angkuh Ivy hingga ia meninggikan suaranya dengan amat keras. “Aku tahu. Ini adalah rumahku.” Naomi tersenyum sinis. Ekspresinya terlihat meremehkan seolah mengejek Ivy yang berdiri angkuh di depannya. “Itu dulu. Sekarang rumah ini sudah menjadi milik ibuku. Jadi, sadarkan dirimu Ivy dan pergi dari sini sebelum aku menelfon polisi untuk melaporkanmu karena telah masuk ke rumah ibuku tanpa izin.” “Silahkan lapor polisi! Aku malah senang kalau polisi datang kemari. Mereka akan menangkapmu karena telah mengacau di rumahku. Setelah itu, berita tentang dirimu yang datang berteriak, akan muncul. Nama baikmu sebagai artis polos dan lembut, akan hancur begitu saja,” ujar Ivy dengan angkuhnya, ekspresinya senang karena bisa mengusir Naomi dari rumahnya deng
Salena kini berdiri di samping Ivy yang sedang sibuk membuat adonan. Ia terus memperhatikan Ivy yang begitu serius dengan adonannya. "Aku tidak tahu kalau kakak ipar ternyata bisa masak. Kalau tahu begitu, aku bakal minta bantuan sama kakak ipar untuk mengajarkanku memasak." Ivy menghentikan kegiatannya lalu menoleh melihat Salena. "Kau mau belajar masak?" Salena mengangguk. "Kata nenek, pria suka kalau wanitanya pintar masak. Ya walau pacarku tidak masalah dengan hal itu tapi aku ingin membanggakannya. Aku mau dia tidak menyesal memiliku dan akan bilang kalau dia beruntung mendapatkanku." "Sebenarnya, kita tidak perlu berusaha membanggakan diri di depannya. Karena pria tidak perlu melihat semua kelebihan kita, Salena. Kalau dia benar-benar mencintai kita, dia tidak akan memerlukan itu semua. Pria hanya perlu cinta dan kesetiaan kita. Kita juga sama seperti itu. Melakukan sesuatu untuknya seperti membuatkan dia makanan, hanya sebuah kejutan untuknya karena sudah membuat kita bahagi
("Tuan masih kerja Nyonya.")Ivy baru dapat balasan pesan dari Danny tentang Jonathan. Hal itu membuat Ivy lega tapi ia tidak menyangka bahwa Jonathan bekerja di kantor sampai tengah malam begini. "Apa Jonathan memang terbiasa bekerja larut malam? Dia yang begini, lebih terlihat seperti penggila kerja. Astaga!"Danny yang mengirim pesan pada Ivy, ternyata berada di rumah sakit, di mana Tavisa dirawat. Ia membalas pesan Ivy dengan kebohongannya karena tidak ingin membuat Ivy tahu bahwa Jonathan sekarang ini berada di rumah sakit untuk menemani Tavisa. Itu pun tidak diketahui oleh Jonathan karena ia tidak ingin mengganggu Jonathan yang menemani Tavisa.Danny hanya menunggu di luar kamar inap, dan tidak ingin mengganggu Jonathan yang ingin bersama tunangannya hingga ia sendiri membalas pesan dari Ivy. Tiga jam kemudian, Jonathan keluar dari kamar inap Tavisa. Ia sedikit kaget melihat Danny masih menunggu di sana."Kau tidak pulang Danny?" tanya Jonathan."Memang sudah tugas saya menemani
Jonathan masuk ke kamarnya dan ia berdiri di depan pintu yang baru saja ia tutup ketika melihat makanan dan anggur di atas meja yang sudah didekorasi cantik oleh Ivy. Jonathan hanya menatap datar sesuatu yang disiapkan Ivy. Lalu, ia beralih melihat Ivy yang tertidur di sofa. Raut wajahnya tetap datar melihat istrinya di sana tapi ada perasaan bersalah karena telah membuat Ivy menunggu semalaman. Detik berikutnya, Jonathan berjalan mendekati meja. Ia mencoba mengulurkan tangannya untuk mengambil kue itu.Namun, suara Ivy tiba-tiba terdengar. "Kamu baru pulang?"Jonathan sedikit kaget sampai tangannya terhenti ketika hampir menyentuh kue buatan Ivy. Ia memutar tubuhnya melihat Ivy yang duduk di sofa sembari mengucek mata ngantuknya. "Kau benar-benar membuatkan makanan untukku?"Ivy heran mendengar Jonathan malah menanyakan hal itu. "Bukannya kemarin aku sudah ngomong sama kamu kalau aku mau masak sesuatu untuk berterima kasih padamu? Kamu lupa sampai tidak pulang semalam?”Jonathan mema
Selesai syuting, Jonathan benar-benar datang menjemput Ivy di lokasi syuting. Namun, seperti biasanya, Jonathan menyembunyikan mobilnya agar tidak diketahui oleh orang-orang bahwa ia berada di sana untuk menjemput Ivy. Mobil yang dikendarai Danny, sedikit jauh dari lokasi syuting.Mobil itu melaju ketika Ivy berdiri menunggu di depan lokasi syutingnya. Karena khawatir orang-orang akan curiga dirinya dijemput mobil mewah hingga Ivy buru-buru naik ketika Danny baru saja menghentikan mobilnya.“Apa Anda sudah lama menunggu?” tanya Ivy yang tiba-tiba saja bicara formal.Itu membuat Jonathan heran sampai mengerutkan keningnya melihat Ivy di sebelahnya. “Ada apa denganmu?”Ivy menoleh dan tersenyum pada Jonathan. “Aku baik-baik saja.”“Tapi cara bicaramu menunjukkan kau tidak baik-baik saja. Apa kau masih kesal padaku karena kata-kataku tadi pagi?” Kening Jonathan masih mengerut karena penasaran dengan perasaan Ivy saat ini.Ivy tersenyum lembut. “Walau saya ingin marah atau kesal, saya tet