Pagi-pagi sekali, Jonathan siap-siap untuk ke Kantor. Ia tidak membangunkan Ivy yang masih tertidur pulas karena tidak ingin mengganggu Ivy yang menurutnya, membutuhkan banyak istirahat."Tuan Jonathan!" Seruan Danny di luar, membuat Jonathan yang tadinya fokus merapikan dasinya, menoleh lalu berjalan meninggalkan depan cermin di mana ia berdiri sambil memperbaiki penampilannya. Jonathan perlahan-lahan membuka pintu kamarnya dan melihat Danny membungkuk hormatnya di depannya. "Tumben kau mendatangiku? Ada apa?" "Saya berhasil menemukan pria yang mencelakai Nyonya."Jonathan tidak menjawab segera. Ia malah menoleh melihat Ivy yang masih tidur. Karena tidak ingin perempuan itu sampai mendengar obrolannya hingga ia berjalan keluar sembari menarik pintu kamarnya sampai tertutup rapat. "Kita bicarakan di mobil saja," ujar Jonathan.Danny mengangguk, kemudian mengikuti Jonathan yang berjalan duluan. Sebelum pergi, Jonathan menyapa keluarganya yang tengah sarapan bersama."Jo, kamu tidak
Reno berlutut di depan bosnya, memohon agar rumah dan mobilnya tidak diambil oleh perusahaan."Pak, saya mohon! Jangan ambil rumah dan mobil saya Pak! Tolong jangan kejam sama saya Pak! Walau saya bersalah tapi bapak juga harus ingat jasa saya pada perusahaan bapak.""Masih untung saya cuma ambil rumah dan mobil kamu. Kalau saya kejam, saya juga akan memenjarakanmu." Pak Rusdi bicara sembari menunjuk-nunjuk Reno yang berlutut di hadapannya."Tapi saya hanya mengambil sedikit dana perusahaan Pak. Uang yang saya ambil tidak sebanding dengan harga rumah dan mobil yang bapak ambil dari saya." Reno tidak terima dengan bosnya yang mengambil tempat tinggalnya serta mobil kesayangannya hingga ia bicara tegas di depan Pak Rusdi.Pak Rusdi tersenyum miring lalu berjongkok di depan Reno. "Saya tidak peduli Reno. Mau tidak sebanding dengan uang yang kamu ambil, saya tetap akan mengambilnya karena saya sudah rugi gara-gara kamu. Kalau kamu tidak senang, tidak masalah. Saya akan langsung melaporkan
Sudah cukup lama, Ivy berdiam diri di rumah. Hari ini, ia meminta pada Jonathan untuk membiarkannya memulai aktivitasnya kembali. Jonathan membiarkannya tapi dengan syarat bahwa Ivy harus dikawal, dan dua pengawal diutus oleh Jonathan untuk menjaga Ivy. Keluarga besar Jonathan semakin beranggapan bahwa Jonathan begitu mencintai istrinya. Padahal yang dilakukan Jonathan hanya untuk melindungi Ivy sebagai rekan kerjasamanya. Ia tidak mau masalahnya menimpa Ivy juga. Ivy kini berada di ruang istirahatnnya. Ia duduk di sofa dengan menyandarkan punggungnya setelah syuting berjam-jam di luar. Edy juga menemaninya. Sang manajernya itu, berdiri di samping sofa yang diduduki Ivy. "Anda memang sangat berbakat nyonya. Anda mampu mengambil hati para netizen dan penonton yang melihat drama ini. Saya ikut senang melihat respon baik mereka." Edy yang melihat tumpukan hadiah dari para penggemar, bangga dengan Ivy yang mulai dikenal banyak orang. Padahal baru dua bulan syuting drama. Biasanya tiga t
Selesai syuting, Ivy langsung meninggalkan lokasi menuju rumah orang tuanya, karena hari ini, Jonathan berjanji untuk mendapatkan rumahnya itu. Namun, Jonathan tidak menemaninya. Hanya ada Danny di mobil yang dikendarai Edy."Jadi kamu sendiri Danny? Tuanmu tidak ikut?" tanya Ivy yang merasa kecewa karena Jonathan tidak datang dan hanya mengutus Danny saja. Padahal ia sangat berharap, Jonathan lah yang membantunya sendiri."Tuan ada keperluan mendesak Nyonya. Beliau tidak bisa menemani Anda, jadi memerintahkan saya untuk menggantikan beliau," jelas Danny tapi Ivy tetap merasa tak tenang."Apa kau bisa membantuku mendapatkan rumahku kembali?" tanya Ivy yang tampak ragu pada Danny."Walau saya bukan seorang penguasa tapi saya seorang asisten yang selalu menyelesaikan setiap tugas yang diberikan Tuan Jonathan. Saya yang mengerjakan semuanya Nyonya Ivy," tegas Danny dengan penuh percaya diri.Setelah mendengar ucapan Danny, Ivy percaya bahwa Danny bisa membantunya. Dan ia menjadi tidak en
"Tunjukkan padanya Danny!" titah Ivy pada Danny yang berdiri di sampingnya.Danny mengangguk dan mengambil dokumen dari pengacaranya lalu meletakkannya ke atas meja tepat di depan Nyonya Sukma. "Silahkan dilihat Nyonya Sukma!"Nyonya Sukma mengerutkan keningnya, terlihat bingung melihat map yang diletakkan Danny tapi ia tetap meraih map itu karena penasaran ingin tahu isinya."Dokumen rumah!" Nyonya Sukma kaget membaca surat kepemilikan rumah yang seharusnya dimiliki oleh Ivy."Ya benar. Bibi bisa membaca semuanya supaya tahu masalah utamanya. Atau bibi mau kalau pengacara saya menjelaskan semuanya pada bibi."Lalu Nyonya Sukma kembali melihat Danny dan Ivy. "Dari mana kau dapat surat seperti ini?"Pertanyaan bodoh itu malah membuat Ivy menertawakan Nyonya Sukma. "Bibi pikir saya datang bersama orang-orang yang tidak tahu apapun tentang hukum. Asal bibi tahu, mereka yang mendampingi saya adalah orang-orang pintar yang mengerti akan hukum dan paling tahu tentang penipuan.""Oke. Walaup
Nyonya Sukma jatuh tersungkur di depan pintu rumah Ivy. Ia berusaha untuk berdiri tegak di depan Ivy yang menatapnya angkuh. “Tega sekali kau mengusirku dari sini Ivy. Apa kau tidak memikirkan ayahmu yang akan kecewa karena sikap kasarmu padaku?”Ivy melipat kedua tangannya di bawah dadanya sambil tersenyum sinis melihat Nyonya Sukma. “Maaf Nyonya Sukma, ayahku sudah tiada. Jadi beliau tidak akan kecewa padaku. Lagipula, kalau ayahku menyaksikan ini di atas sana, ayahku pasti akan berterima kasih padaku karena aku menyingkirkan penjahat dari rumah ini.”Nyonya Sukma tidak bisa pergi begitu saja dari rumah itu. Sebab, selain rumah ini, ia tidak punya tempat tinggal lagi. Apalagi ia sudah susah payah mendapatkan rumah ini. Ia tak rela pergi begitu saja. Bahkan demi tinggal di rumah itu, ia bisa merendahkan dirinya di depan Ivy. “Ivy, kamu begini karena marah pada ibu yang sudah merebut Reno darimu sampai pernikahanmu batal. Ibu minta maaf karena itu. Tapi sebenarnya ibu tidak punya niat
Ivy tersenyum smirk sembari menatap Naomi dengan tatapan angkuh. “Kau bisa lihat. Itu semua barang-barangmu yang kubuang!” “Beraninya kau membuang barangku. Apa kau tidak tahu, kau datang ke rumah siapa?” Naomi semakin marah dengan sikap angkuh Ivy hingga ia meninggikan suaranya dengan amat keras. “Aku tahu. Ini adalah rumahku.” Naomi tersenyum sinis. Ekspresinya terlihat meremehkan seolah mengejek Ivy yang berdiri angkuh di depannya. “Itu dulu. Sekarang rumah ini sudah menjadi milik ibuku. Jadi, sadarkan dirimu Ivy dan pergi dari sini sebelum aku menelfon polisi untuk melaporkanmu karena telah masuk ke rumah ibuku tanpa izin.” “Silahkan lapor polisi! Aku malah senang kalau polisi datang kemari. Mereka akan menangkapmu karena telah mengacau di rumahku. Setelah itu, berita tentang dirimu yang datang berteriak, akan muncul. Nama baikmu sebagai artis polos dan lembut, akan hancur begitu saja,” ujar Ivy dengan angkuhnya, ekspresinya senang karena bisa mengusir Naomi dari rumahnya deng
Salena kini berdiri di samping Ivy yang sedang sibuk membuat adonan. Ia terus memperhatikan Ivy yang begitu serius dengan adonannya. "Aku tidak tahu kalau kakak ipar ternyata bisa masak. Kalau tahu begitu, aku bakal minta bantuan sama kakak ipar untuk mengajarkanku memasak." Ivy menghentikan kegiatannya lalu menoleh melihat Salena. "Kau mau belajar masak?" Salena mengangguk. "Kata nenek, pria suka kalau wanitanya pintar masak. Ya walau pacarku tidak masalah dengan hal itu tapi aku ingin membanggakannya. Aku mau dia tidak menyesal memiliku dan akan bilang kalau dia beruntung mendapatkanku." "Sebenarnya, kita tidak perlu berusaha membanggakan diri di depannya. Karena pria tidak perlu melihat semua kelebihan kita, Salena. Kalau dia benar-benar mencintai kita, dia tidak akan memerlukan itu semua. Pria hanya perlu cinta dan kesetiaan kita. Kita juga sama seperti itu. Melakukan sesuatu untuknya seperti membuatkan dia makanan, hanya sebuah kejutan untuknya karena sudah membuat kita bahagi