"Bagaimana kondisinya Dok?" tanya Jonathan sembari melihat dokter itu membuka makser wajahnya."Kami sudah menjahit lukanya. Dan untungnya, lukanya tidak terlalu dalam tapi Nyonya Ivy masih belum sadar karena pengaruh obat," jelas dokter itu.Jonathan yang tadinya mengkhawatirkan kondisi Ivy, bernafas lega. "Terima Kasih Dok! Apa saya boleh lihat keadaannya?""Kita pindahkan dulu ke kamar inap."Jonathan mengangguk. Kemudian ia pergi mengurus administrasi Ivy.Selang beberapa menit, Ivy kini sudah dipindahkan di kamar inap. Dan ada Jonathan yang duduk menemaninya di sana. Pria itu menatap Ivy dengan raut wajahnya yang heran mengingat tindakan Ivy yang menolongnya. "Aku tidak tahu kalau kamu bisa membuat orang sangat terkejut."Sejenak Jonathan terdiam dengan kepala menunduk serta raut wajah bersalah terhadap Ivy. Namun detik berikutnya, Jonathan kembali memandang Ivy. "Ivy, aku tiba-tiba penasaran dengan yang kamu pikirkan sampai kamu membiarkan dirimu terluka hanya demi menolongku. P
Ivy sudah keluar dari rumah sakit. Ia pulang bersama Jonathan yang meluangkan waktu untuknya."Harusnya kamu nggak perlu kayak gini Jo. Aku bisa dijemput dan diantar sama Edy Kok. Lagipula, aku bisa jalan sendiri. Nggak perlu kursi roda." Ivy protes pada Jonathan yang memaksanya pakai kursi roda dan pria itu kini mendorongnya sampai ke depan rumah sakit."Nenek udah ngomong kalau aku harus jagain kamu sampai sembuh. Kalau aku serahin kamu ke Edy, yang ada nenek malah marah. Masih mending kalau cuma marah. Bagaimana kalau nenek curiga sama hubungan kita," jelas Jonathan.Ivy pun diam tapi ia menghela nafas panjang melihat Jonathan kini membuka pintu mobil untuknya. Dan Ivy ingin berdiri tapi Jonathan tiba-tiba menggendongnya. Ivy kaget tetapi ia tidak protes karena tidak ingin berdebat dengan pria itu.Mobil pun melaju meninggalkan rumah sakit. Jonathan sesekali melirik Ivy yang duduk di sebelahnya. Perempuan itu tidak melihatnya. Hanya memandang jalanan di luar."Oh ya, masalah rumah
Jonathan baru saja keluar dari kamar mandi, ia pun sudah berpakaian santai. Kini tugasnya mengurus Ivy. Ia mendatangi Ivy yang sedang duduk santai di sofa. "Ayo, aku bantu mandi!" Ivy terkejut mendengar ajakan Jonathan. Ia mendongak menatap Jonathan dengan mata membulat sempurna. "Kamu ngomong apa tadi?" Ivy pikir, dirinya salah dengar hingga ia bertanya untuk memastikan. "Aku bilang, ayo aku bantu mandi!" Dengan entengnya Jonathan melontarkan kalimat ajakannya seolah ia sudah terbiasa memandikan seseorang. Ivy mengerutkan keningnya menatap Jonathan tapi ia tidak mengatakan apapun hingga membuat Jonathan bingung. "Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Jonathan. "Kamu serius mau bantu aku mandi?" Ivy tidak percaya jika pria itu benar-benar ingin membantunya hingga balik bertanya pada Jonathan."Memang mukaku kelihatan bercanda," ujar Jonathan serius."Hah!" Ivy tercengan mendengarnya, "kita emang udah nikah ya Jo tapi kita bukan sepasang suami istri sungguhan. Nggak pantas kamu be
Tengah malam, Ivy terbangun dari tidurnya karena rasa sakit yang tiba-tiba dia rasakan dibahunya. Ia mencoba bangun dan duduk di tepi kasur sembari memegangi bahunya yang nyeri. Karena tidak tahan dengan rasa sakitnya, Ivy mencari obat-obatannya di lemari nakas yang disimpan Jonathan. Ia mencari obat-obatan itu perlahan karena tidak ingin membangunkan Jonathan yang tidur pulas.Namun Ivy tak sengaja menyenggol gelas air minumnya yang ada di atas meja sampai jatuh ke lantai. Suara keras benda jatuh, membangunkan Jonathan. Pria itu membuka matanya dan melihat Ivy tengah berjongkok sembari memungut pecahan kaca di lantai.Jonathan segera menyalakan lampu kamarnya yang ada di sebelahnya. "Kau sedang apa?" tanyanya kemudian.Ivy mendongak melihat suaminya dengan raut wajah tak enak hati pada Jonathan karena gara-gara dirinya, pria itu terbangun. "Aku nggak sengaja menjatuhkan gelasnya. Maaf kalau ini mengganggumu!"Jonathan segera turun dari kasur dan menyalakan lampu di kamarnya sampai ka
Pagi-pagi sekali, Jonathan siap-siap untuk ke Kantor. Ia tidak membangunkan Ivy yang masih tertidur pulas karena tidak ingin mengganggu Ivy yang menurutnya, membutuhkan banyak istirahat."Tuan Jonathan!" Seruan Danny di luar, membuat Jonathan yang tadinya fokus merapikan dasinya, menoleh lalu berjalan meninggalkan depan cermin di mana ia berdiri sambil memperbaiki penampilannya. Jonathan perlahan-lahan membuka pintu kamarnya dan melihat Danny membungkuk hormatnya di depannya. "Tumben kau mendatangiku? Ada apa?" "Saya berhasil menemukan pria yang mencelakai Nyonya."Jonathan tidak menjawab segera. Ia malah menoleh melihat Ivy yang masih tidur. Karena tidak ingin perempuan itu sampai mendengar obrolannya hingga ia berjalan keluar sembari menarik pintu kamarnya sampai tertutup rapat. "Kita bicarakan di mobil saja," ujar Jonathan.Danny mengangguk, kemudian mengikuti Jonathan yang berjalan duluan. Sebelum pergi, Jonathan menyapa keluarganya yang tengah sarapan bersama."Jo, kamu tidak
Reno berlutut di depan bosnya, memohon agar rumah dan mobilnya tidak diambil oleh perusahaan."Pak, saya mohon! Jangan ambil rumah dan mobil saya Pak! Tolong jangan kejam sama saya Pak! Walau saya bersalah tapi bapak juga harus ingat jasa saya pada perusahaan bapak.""Masih untung saya cuma ambil rumah dan mobil kamu. Kalau saya kejam, saya juga akan memenjarakanmu." Pak Rusdi bicara sembari menunjuk-nunjuk Reno yang berlutut di hadapannya."Tapi saya hanya mengambil sedikit dana perusahaan Pak. Uang yang saya ambil tidak sebanding dengan harga rumah dan mobil yang bapak ambil dari saya." Reno tidak terima dengan bosnya yang mengambil tempat tinggalnya serta mobil kesayangannya hingga ia bicara tegas di depan Pak Rusdi.Pak Rusdi tersenyum miring lalu berjongkok di depan Reno. "Saya tidak peduli Reno. Mau tidak sebanding dengan uang yang kamu ambil, saya tetap akan mengambilnya karena saya sudah rugi gara-gara kamu. Kalau kamu tidak senang, tidak masalah. Saya akan langsung melaporkan
Sudah cukup lama, Ivy berdiam diri di rumah. Hari ini, ia meminta pada Jonathan untuk membiarkannya memulai aktivitasnya kembali. Jonathan membiarkannya tapi dengan syarat bahwa Ivy harus dikawal, dan dua pengawal diutus oleh Jonathan untuk menjaga Ivy. Keluarga besar Jonathan semakin beranggapan bahwa Jonathan begitu mencintai istrinya. Padahal yang dilakukan Jonathan hanya untuk melindungi Ivy sebagai rekan kerjasamanya. Ia tidak mau masalahnya menimpa Ivy juga. Ivy kini berada di ruang istirahatnnya. Ia duduk di sofa dengan menyandarkan punggungnya setelah syuting berjam-jam di luar. Edy juga menemaninya. Sang manajernya itu, berdiri di samping sofa yang diduduki Ivy. "Anda memang sangat berbakat nyonya. Anda mampu mengambil hati para netizen dan penonton yang melihat drama ini. Saya ikut senang melihat respon baik mereka." Edy yang melihat tumpukan hadiah dari para penggemar, bangga dengan Ivy yang mulai dikenal banyak orang. Padahal baru dua bulan syuting drama. Biasanya tiga t
Selesai syuting, Ivy langsung meninggalkan lokasi menuju rumah orang tuanya, karena hari ini, Jonathan berjanji untuk mendapatkan rumahnya itu. Namun, Jonathan tidak menemaninya. Hanya ada Danny di mobil yang dikendarai Edy."Jadi kamu sendiri Danny? Tuanmu tidak ikut?" tanya Ivy yang merasa kecewa karena Jonathan tidak datang dan hanya mengutus Danny saja. Padahal ia sangat berharap, Jonathan lah yang membantunya sendiri."Tuan ada keperluan mendesak Nyonya. Beliau tidak bisa menemani Anda, jadi memerintahkan saya untuk menggantikan beliau," jelas Danny tapi Ivy tetap merasa tak tenang."Apa kau bisa membantuku mendapatkan rumahku kembali?" tanya Ivy yang tampak ragu pada Danny."Walau saya bukan seorang penguasa tapi saya seorang asisten yang selalu menyelesaikan setiap tugas yang diberikan Tuan Jonathan. Saya yang mengerjakan semuanya Nyonya Ivy," tegas Danny dengan penuh percaya diri.Setelah mendengar ucapan Danny, Ivy percaya bahwa Danny bisa membantunya. Dan ia menjadi tidak en