Ivy berada di mobil Edy. Hari ini, ia berangkat subuh ke lokasi syuting agar tidak ditegur oleh sutradara Wong. Di mobil, ia mencoba membaringkan punggungnya yang kesakitan gara-gara semalam tidur di sofa. Setiap hari tidur di sofa, lama-lama tubuhnya akan remuk. Sungguh tak habis pikir dengan Jonathan yang tega menyuruh seorang perempuan tidur di sofa keras. "Anda baik-baik saja Nyonya?" tanya Edy yang melihat Ivy dari cermin kaca tengah mobil. Ia khawatir melihat Ivy terus memukul-mukul pundaknya hingga ia tidak sabaran untuk menanyakan keadaan majikannya itu. Ivy yang menyandarkan kepalanya di kursi, membuka matanya melihat Edy. "Badanku sakit semua." "Apa kita tidak usah ke lokasi syuting kalau memang Anda tidak sehat? Saya bisa bicara pada orang di lokasi syuting supaya menunda kegiatan Anda di sana." "Nggak perlu Edy. Aku masih bisa bekerja kok. Ini cuma sakit badan biasa aja." Ivy tersenyum menunjukkan dirinya baik-baik saja. "Baiklah kalau begitu." Edy tidak memperhatikan
Hari ini Jonathan diundang makan malam oleh mantan profesornya yang sejak dulu ia hormati, dan selalu ia anggap sebagai tetua paling penting dalam perjalanan hidupnya hingga menjadi sosok Jonathan yang dibanggakan dan dihormati semua orang. Namun, sang profesor meminta Jonathan datang bersama Ivy-istrinya. Mau tidak mau, Jonathan terpaksa harus membawa Ivy datang ke sana. Karena itu, Jonathan datang ke lokasi syuting untuk menjemput Ivy."Apa ada masalah sampai kamu tiba-tiba datang menjemputku di sini?" tanya Ivy yang baru saja masuk, dan duduk di samping Jonathan."Semuanya baik-baik saja. Cuma, aku punya acara makan malam dengan orang tapi beliau ingin kamu juga datang, dan aku tidak bisa menolaknya karena beliau orang yang sangat penting untukku. Rasanya tidak enak kalau aku bilang, kamu sibuk," jelas Jonathan dengan serius."Tapi aku nggak bawa baju ganti. Gimana dong?""Gampang. Kita ke butik langganan aja." Jonathan pun menyuruh Danny melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu
"Bagaimana kondisinya Dok?" tanya Jonathan sembari melihat dokter itu membuka makser wajahnya."Kami sudah menjahit lukanya. Dan untungnya, lukanya tidak terlalu dalam tapi Nyonya Ivy masih belum sadar karena pengaruh obat," jelas dokter itu.Jonathan yang tadinya mengkhawatirkan kondisi Ivy, bernafas lega. "Terima Kasih Dok! Apa saya boleh lihat keadaannya?""Kita pindahkan dulu ke kamar inap."Jonathan mengangguk. Kemudian ia pergi mengurus administrasi Ivy.Selang beberapa menit, Ivy kini sudah dipindahkan di kamar inap. Dan ada Jonathan yang duduk menemaninya di sana. Pria itu menatap Ivy dengan raut wajahnya yang heran mengingat tindakan Ivy yang menolongnya. "Aku tidak tahu kalau kamu bisa membuat orang sangat terkejut."Sejenak Jonathan terdiam dengan kepala menunduk serta raut wajah bersalah terhadap Ivy. Namun detik berikutnya, Jonathan kembali memandang Ivy. "Ivy, aku tiba-tiba penasaran dengan yang kamu pikirkan sampai kamu membiarkan dirimu terluka hanya demi menolongku. P
Ivy sudah keluar dari rumah sakit. Ia pulang bersama Jonathan yang meluangkan waktu untuknya."Harusnya kamu nggak perlu kayak gini Jo. Aku bisa dijemput dan diantar sama Edy Kok. Lagipula, aku bisa jalan sendiri. Nggak perlu kursi roda." Ivy protes pada Jonathan yang memaksanya pakai kursi roda dan pria itu kini mendorongnya sampai ke depan rumah sakit."Nenek udah ngomong kalau aku harus jagain kamu sampai sembuh. Kalau aku serahin kamu ke Edy, yang ada nenek malah marah. Masih mending kalau cuma marah. Bagaimana kalau nenek curiga sama hubungan kita," jelas Jonathan.Ivy pun diam tapi ia menghela nafas panjang melihat Jonathan kini membuka pintu mobil untuknya. Dan Ivy ingin berdiri tapi Jonathan tiba-tiba menggendongnya. Ivy kaget tetapi ia tidak protes karena tidak ingin berdebat dengan pria itu.Mobil pun melaju meninggalkan rumah sakit. Jonathan sesekali melirik Ivy yang duduk di sebelahnya. Perempuan itu tidak melihatnya. Hanya memandang jalanan di luar."Oh ya, masalah rumah
Jonathan baru saja keluar dari kamar mandi, ia pun sudah berpakaian santai. Kini tugasnya mengurus Ivy. Ia mendatangi Ivy yang sedang duduk santai di sofa. "Ayo, aku bantu mandi!" Ivy terkejut mendengar ajakan Jonathan. Ia mendongak menatap Jonathan dengan mata membulat sempurna. "Kamu ngomong apa tadi?" Ivy pikir, dirinya salah dengar hingga ia bertanya untuk memastikan. "Aku bilang, ayo aku bantu mandi!" Dengan entengnya Jonathan melontarkan kalimat ajakannya seolah ia sudah terbiasa memandikan seseorang. Ivy mengerutkan keningnya menatap Jonathan tapi ia tidak mengatakan apapun hingga membuat Jonathan bingung. "Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Jonathan. "Kamu serius mau bantu aku mandi?" Ivy tidak percaya jika pria itu benar-benar ingin membantunya hingga balik bertanya pada Jonathan."Memang mukaku kelihatan bercanda," ujar Jonathan serius."Hah!" Ivy tercengan mendengarnya, "kita emang udah nikah ya Jo tapi kita bukan sepasang suami istri sungguhan. Nggak pantas kamu be
Tengah malam, Ivy terbangun dari tidurnya karena rasa sakit yang tiba-tiba dia rasakan dibahunya. Ia mencoba bangun dan duduk di tepi kasur sembari memegangi bahunya yang nyeri. Karena tidak tahan dengan rasa sakitnya, Ivy mencari obat-obatannya di lemari nakas yang disimpan Jonathan. Ia mencari obat-obatan itu perlahan karena tidak ingin membangunkan Jonathan yang tidur pulas.Namun Ivy tak sengaja menyenggol gelas air minumnya yang ada di atas meja sampai jatuh ke lantai. Suara keras benda jatuh, membangunkan Jonathan. Pria itu membuka matanya dan melihat Ivy tengah berjongkok sembari memungut pecahan kaca di lantai.Jonathan segera menyalakan lampu kamarnya yang ada di sebelahnya. "Kau sedang apa?" tanyanya kemudian.Ivy mendongak melihat suaminya dengan raut wajah tak enak hati pada Jonathan karena gara-gara dirinya, pria itu terbangun. "Aku nggak sengaja menjatuhkan gelasnya. Maaf kalau ini mengganggumu!"Jonathan segera turun dari kasur dan menyalakan lampu di kamarnya sampai ka
Pagi-pagi sekali, Jonathan siap-siap untuk ke Kantor. Ia tidak membangunkan Ivy yang masih tertidur pulas karena tidak ingin mengganggu Ivy yang menurutnya, membutuhkan banyak istirahat."Tuan Jonathan!" Seruan Danny di luar, membuat Jonathan yang tadinya fokus merapikan dasinya, menoleh lalu berjalan meninggalkan depan cermin di mana ia berdiri sambil memperbaiki penampilannya. Jonathan perlahan-lahan membuka pintu kamarnya dan melihat Danny membungkuk hormatnya di depannya. "Tumben kau mendatangiku? Ada apa?" "Saya berhasil menemukan pria yang mencelakai Nyonya."Jonathan tidak menjawab segera. Ia malah menoleh melihat Ivy yang masih tidur. Karena tidak ingin perempuan itu sampai mendengar obrolannya hingga ia berjalan keluar sembari menarik pintu kamarnya sampai tertutup rapat. "Kita bicarakan di mobil saja," ujar Jonathan.Danny mengangguk, kemudian mengikuti Jonathan yang berjalan duluan. Sebelum pergi, Jonathan menyapa keluarganya yang tengah sarapan bersama."Jo, kamu tidak
Reno berlutut di depan bosnya, memohon agar rumah dan mobilnya tidak diambil oleh perusahaan."Pak, saya mohon! Jangan ambil rumah dan mobil saya Pak! Tolong jangan kejam sama saya Pak! Walau saya bersalah tapi bapak juga harus ingat jasa saya pada perusahaan bapak.""Masih untung saya cuma ambil rumah dan mobil kamu. Kalau saya kejam, saya juga akan memenjarakanmu." Pak Rusdi bicara sembari menunjuk-nunjuk Reno yang berlutut di hadapannya."Tapi saya hanya mengambil sedikit dana perusahaan Pak. Uang yang saya ambil tidak sebanding dengan harga rumah dan mobil yang bapak ambil dari saya." Reno tidak terima dengan bosnya yang mengambil tempat tinggalnya serta mobil kesayangannya hingga ia bicara tegas di depan Pak Rusdi.Pak Rusdi tersenyum miring lalu berjongkok di depan Reno. "Saya tidak peduli Reno. Mau tidak sebanding dengan uang yang kamu ambil, saya tetap akan mengambilnya karena saya sudah rugi gara-gara kamu. Kalau kamu tidak senang, tidak masalah. Saya akan langsung melaporkan
“Selamat untuk Nona Ivy! Penerima penghargaan pemeran utama terbaik di drama Putri Terakhir dan penghargaan untuk artis pendatang baru.”Sudah dua tahun berlalu sejak kejadian mengerikan menimpa Ivy. Dia koma selama setahun dan baru pulih setahun belakangan ini. Dia kembali ke dunia hiburan enam bulan lalu untuk menyelesaikan drama yang tertunda karena dirinya.Dua tahun lalu ketika dia berbaring koma, Jonathan melakukan konfrensi pers dan menjelaskan pada semua orang bahwa Ivy adalah istrinya. Jadi semua orang yang dulu menghujatnya, kembali memujanya seperti dewi. Oleh sebab itu, Ivy tidak merasa tertekan ketika kembali ke dunia hiburan. Dia langsung mendapat dukungan dari banyak orang.Hari ini, Ivy mendapat penghargaan karena kerja kerasnya selama ini. Ada Jonathan yang menemaninya datang ke acara penghargaan itu. Namun Ivy merasa sedikit sedih karena saudari tirinya, Naomi tidak hadir dalam acara ini. Padahal Naomi sangat mendambakannya. Meski tidak akur dengan Naomi tapi Ivy tet
Jonathan sedang duduk di samping ranjang rumah sakit di mana Ivy berbaring koma. Sudah dua hari sejak Ivy masuk rumah sakit. Tidak ada tanda-tanda bahwa Ivy akan sadar kembali. Bahkan masker oksigen masih menempel menutupi hidung dan mulut Ivy. Serta ada monitor tanda vital untuk memantau perkembangan Ivy di Ruang ICU. Kondisinya memang kritis hingga membutuhkan perawatan mendalam.Selama dua hari ini, Jonathan dan keluarganya bergantian menjaga Ivy. Termasuk Nyonya Selfia yang merasa kasihan melihat kondisi Ivy. Wanita paruh baya itu sering menemani ibu mertuanya yang bergantian dengan Jonathan untuk menjaga Ivy. Jonathan tidak bisa menemani Ivy selama dua puluh empat jam meski dia ingin terus berada di sisi Ivy untuk bisa melihat langsung Ivy sadar. Dia disibukkan dengan penyelidikan kecelakaan yang dialami Ivy karena dia yakin bahwa ada orang yang sengaja membunuh Ivy meski mobil yang ditemukan di tempat kejadian, dibeli atas nama Ivy.“Ivy, kau harus bangun dan menatapku langsung.
Ivy sedang istirahat di kamarnya dan tiba-tiba ponselnya berdering. Panggilan itu dari Tavisa. Ivy segera mengangkatnya karena penasaran pada Tavisa yang tiba-tiba menghubunginya. Padahal, mereka belum pernah saling menyapa dengan benar. "Hal penting apa yang ingin dikatakan Tavisa sampai mengajakku bertemu? Apa dia berpikir aku akan menggagalkan pernikahan nya dengan Jonathan?" Ivy bicara sendiri dengan penuh rasa penasaran setelah dia dan Tavisa baru selesai bicara. Tavisa tak banyak basa-basi ketika bicara dengan Ivy. Dia langsung meminta Ivy ke sebuah cafe yang dekat dari Kediaman Graham untuk bertemu dengan alasan bahwa dia ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting."Sepertinya aku memang harus bicara berdua dengan Tavisa untuk menjelaskan padanya bahwa aku tidak punya niat jahat padanya. Perceraianku dengan Jonathan tetap dilakukan meski aku mengandung anaknya." Ivy merasa iba pada Tavisa yang pasti sedih dan sakit hati gara-gara kekasihnya malah menghamili wanita lain. Dia
Tavisa marah ketika tahu bahwa Ivy sudah kembali lagi ke Kediaman Graham. Dia mendatangi Jonathan di kantor untuk mengatakan langsung pada Jonathan tentang masalah itu.Perempuan itu berjalan masuk melewati meja resepsionis dengan angkuhnya. Dia tak menoleh sekalipun dan hanya menatap lurus ke depan dengan raut wajah angkuhnya itu."Nona, Nona! Tunggu sebentar!" seru seorang pegawai resepsionis yang berusaha menghentikan Tavisa. Bahkan dia keluar dari meja resepsionis dan berlari menghampiri Tavisa yang kini berdiri di depan lift khusus untuk para atasan tertinggi di perusahaan itu.Tavisa yang sudah menghentikan langkahnya, menoleh ke belakang melihat sang pegawai itu. "Ada apa?" tanyanya kemudian."Anda ingin ke mana?" tanya si pegawai resepsionis dengan sikapnya yang tetap sopan."Saya mau bertemu dengan tunangan saya." Ekspresi Tavisa tampak tidak senang karena pegawai itu menghalangi jalannya, bahkan bertanya padanya seolah pegawai itu tidak tahu siapa dirinya. Padahal dulu dia s
Ivy terpaksa ikut pulang bersama Nyonya Rukmana meski dia merasa malu pada semua orang di rumah itu. Terutama pada Jonathan dan kekasihnya karena kembali lagi tinggal di Kediaman Graham, padahal dia bukan siapa-siapa selain wanita bayaran.Keduanya kini berada di mobil yang dikendarai supir pribadi Nyonya Rukmana. Ivy hanya diam menatap jalanan di depan. Nyonya Rukmana menoleh dan penasaran dengan diamnya Ivy. Itu bukanlah sifat cucu menantunya jika sedang bersama dengannya. Ivy akan selalu mencari topik pembicaraan jika bersamanya dan suasananya pun akan langsung berubah ceria. Tidak seperti sekarang ini. Sepi dan Ivy tak mengatakan apapun sejak naik ke mobil atau memang itu adalah sifat asli cucu menantunya dan selama ini, Ivy hanya menunjukkan kepura-puraan. Namun, Nyonya Rukmana tidak melihat dimata Ivy yang pura-pura padanya. Tidak seperti ketika berhadapan dengan Aneska dan Tavisa. Keduanya tersenyum serta lembut jika bicara padanya tapi dia bisa merasakan bahwa mereka hanya pur
Meski Ivy menerima kehamilannya itu tapi dia tetap merasa sedih karena karir artis yang menjadi impiannya sejak dulu, terancam hancur. Orang-orang menganggapnya wanita simpanan yang hamil di luar nikah. Beberapa iklan yang bekerja sama dengannya, membatalkan kerja sama mereka. Jika saja drama Putri Terakhir yang dibintanginya saat ini, bukan dari perusahaan agensi milik Jonathan, mungkin pihak agensi sudah memutus kerja sama dengannya. Dia masih tetap menjadi artis dari SN Entertainment namun drama yang dibintanginya itu, ikut berdampak buruk karena berita kehamilannya. Banyak yang memintanya untuk berhenti. Ivy pun tidak bisa melakukan apapun selain pasrah menerima nasibnya itu.“Edy, berapa banyak kerugian perusahaan karena berita ini?” tanya Ivy yang duduk di sofa ruang tengah.Edy berdiri di depan Ivy. Pria itu baru saja tiba dan mengatakan pada Ivy bahwa adegan Putri Terakhir sementara dihentikan. Akan dilanjutkan jika situasi sudah membaik. Berita kehamilan Ivy sungguh mengheboh
Nenek Rukmana baru saja diberitahu oleh asistennya tentang berita kehamilan Ivy. Dia tentu saja menganggap anak dalam kandungan Ivy adalah anak Jonathan. Karena itu, Nyonya Rukmana berencana untuk membawa Ivy meski dia masih benci dan kecewa pada Ivy. Dia harus mengabaikan kekecewaannya pada Ivy demi keturunan Graham."Aku harus membawa Ivy kembali ke rumah ini. Dia sedang mengandung keturunan keluarga ini. Jadi, dia wajib berada di rumah ini dan berhak mendapat sebagian harta warisanku." Nyonya Rukmana berbicara dengan asistennya yang diam di depannya tapi asisten itu tahu jelas keinginan Nyonya Rukmana saat ini."Apa saya bicara dengan pengacara keluarga untuk mengubah surat wasiat Anda, Nyonya?" tanya sang asisten memastikan."Kita bawa Ivy dulu ke rumah.""Baik." Asisten itu mengangguk kemudian mengikuti Nyonya Rukmana yang berjalan keluar dari kamarnya. Nyonya Rukmana dan asistennya kini menuruni tangga. Wanita berusia 69 tahun itu, melihat Tavisa dan Nyonya Selfia mengobrol di
"Aku tidak butuh perhatianmu. Jadi singkirkan tanganmu dariku." Ivy bicara dengan nada suara yang begitu tegas. Bahkan lirikan matanya pada Jonathan, tajam seolah pria yang duduk di sampingnya itu adalah musuhnya.Jonathan sama sekali tak tersinggung dengan ucapan Ivy tapi dia tetap menyingkirkan tangannya yang menyentuh kepala Ivy. "Ivy, aku sudah mendengar dari Danny tentang kehamilanmu …,""Aku tidak akan menggugurkan bayi ini dan juga tidak akan minta kamu untuk bertanggungjawab. Perceraian tetap kita lakukan sesuai rencana kita." Ivy mengira Jonathan memintanya untuk menggugurkan kandungannya. Karena itu, dia memotong ucapan Jonathan dengan keinginan kerasnya untuk mempertahankan janinnya."Aku tidak berencana untuk menyuruhmu mengugurkan bayi itu. Aku malah ingin kamu mempertahankannya karena anak itu tidak berdosa. Lagipula kita menikah sah, Ivy. Jadi tidak ada alasan untuk mengugurkan nya," jelas Jonathan dengan tegas."Lalu kenapa kau datang kemari?" tanya Ivy yang penasaran
Jonathan kini sampai di rumah Ivy. Namun di depan rumah istrinya itu, banyak wartawan hingga Jonathan hanya duduk di dalam mobil."Kita tidak bisa masuk karena banyak wartawan. Kalau kita turun dan menunjukkan diri, mereka pasti akan mencari tahu tentang hubungan Anda dengan Nyonya Ivy. Jadi apa yang harus kita lakukan Tuan?" sahut Danny dengan serius.Jonathan tidak segera menjawab Danny. Dia diam menatap semua wartawan itu. Danny menoleh ke belakang dan khawatir melihat tatapan tajam tuannya yang mengarah ke para wartawan itu."Apa sebaiknya kita kembali saja tuan? Kalau tuan ingin tahu mengenai kehamilan nyonya, sebaiknya kita utusa orang lain saja, tuan." Danny kembali menyahut untuk memberikan solusi pada Jonathan karena mengira tuannya itu bingung harus berbuat apa."Tidak. Aku tidak akan kembali. Kita sudah di sini. Jadi aku harus bertemu langsung dengan Ivy. Itu akan membuatku tenang.""Sekarang berita Nyonya Ivy hamil, diketahui banyak orang. Nama baik nyonya mungkin akan han