Raja melihat arloji yang melingkari pergelangan tangannya. Ia menyugar rambut. Memperhatikan sekeliling kafe dengan suasana lampu yang temaram. Membuat suasana kafe jadi romantis. Entah berapa kali ia ke kafe ini dalam satu tahun belakangan. Bukan karena ingin ketemuan sama pacar yang sampai sekarang ia tidak punya, tapi karena kencan buta yang beberapa kali ia jalani.
Tempat ini lumayan tenang untuk membuat orang-orang yang baru berkenalan dapat mengobrol banyak untuk dapat saling mengenal lebih jauh.
“Pengacara Velindira Gunawan yang beauty all the time, tapi tetap aku yang paling beauty, jangan ruin pertemuan kita dengan membahas pria yang terbuat dari es besi itu!”
Deg!
Raja langsung melotot saat mendengar suara wanita yang menyebut nama pengacaranya. Velindira Gunawan? Tidak mungkin ada orang lain yang memiliki nama yang persis sama, bukan?
Terdengar tawa beberapa wanita dari arah sofa
“Aku berterima kasih karena Mas Raja mau memaafkan apa yang pernah terjadi di antara kita.”Raja hanya membalas dengan senyum demi kesopanan. Ternyata pasangan kencan butanya adalah wanita yang beberapa bulan lalu menuduhnya berbuat mesum di dalam sebuah bus, Erika.Takdir macam apa ini???Setelah saling terkejut, suasana di sekitar dua orang ini benar-benar canggung. Tapi karena pertemuan ini sudah terlanjur terjadi, Raja dengan mempertahankan kesopanannya, mempersilakan wanita yang ternyata memiliki nama panjang Erika Zahra itu untuk duduk.Mereka berada di dalam kecanggungan beberapa saat, sampai akhirnya Erika meminta maaf dan Raja mengatakan sudah melupakan kejadian tersebut.“Aku sering dengar tentang JCA. Banyak brand-brand besar yang bekerja sama dengan perusahaan Mas Raja ternyata. Hahaha…” Wanita itu terus mengoceh untuk membangun pembicaraan.Sepertinya Raja melihat tanda-tanda kalau Erika adalah anggota spesies bermuka dua. Setelah mengetahui siapa dirinya, wanita itu jadi
“Apa sih kalian. Ya sudah, pulang yuk.”“Gue sama Kejora di sini dulu. Nunggu jemputan. Sama mau ngepoin kondisi si Bani.”“Ide bagus. Gue pengen liat sebanyak apa pengaruh si Micin ke Bani."“Kalian benar-benar Ratunya kepo dan tegaan! Bisa-bisanya mau tahu sampai segitunya.""Bukan tegaan. Justru kita nanti mau kasih wejangan buat Bani biar enggak sedih lagi karena 'ditinggal' si Vitamin rambut. Itu juga kalau Bani-nya keliatan sedih sih.""Setuju! Kita malah ikut prihatin sama Bani karena jadi korbannya si Micin.""Aku tidak akan bisa menang dengan segala argumen kalian. Sepertinya kalian yang lebih cocok jadi pengacara."Tawa ramai kembali terdengar dari meja Elin."Kalau begitu aku pamit ya. Aku harus segera kembali ke kantor. Kasihan juga Bima yang menungguku."Seluruh tubuh Raja semakin panas saat nama si penghianat itu keluar dari mulut Elin.Raja bangkit dari dudu
“H-halo, Mbak Velindira.”“Mas Raja ada di sini juga?”“Enggak ada waktu buat ramah-ramahan sama pria itu! Pria itu menyerangku! Aku mau buat tuntutan dan kamu harus jadi pengacaraku!”Raja sudah beralih menatap Bima yang menunjuknya dengan murka.“Apa yang kamu katakan?! Jangan seperti itu! Tidak sopan!” Elin mencoba menarik tangan Bima agar tak lagi menunjuk Raja. Namun tenaganya kalah kuat, pria itu masih mempertahankan tangannya tetap berada di posisi semula.“Dia lebih enggak sopan karena narik bajuku. Kamu bisa lihat, kan, kalau bajuku jadi kusut?”Elin sudah mengalihkan pandangan ke arah kerah kemeja Bima yang memang terlihat habis ditarik kencang.“A—da apa sebenarnya?” tanya Elin pada Bima dengan bisikan, tapi tetap mampu masuk ke dalam indera pendengaran Raja karena suasana yang hening di sekitar mereka.“Tiba-tiba aja klienmu itu maks
Elin dan Bima saling pandang bingung.“Apa maksud Mas Raja?”“Kekasih Anda ini sudah mengkhianati Anda, Mbak Velindira. Apakah—”“Tunggu…” Elin mengerjap. Dahinya mengernyit dalam. “Apakah Mas Raja berpikir kalau Bima adalah kekasih saya?”Kali ini Raja yang mengerjap. Lalu mengangguk polos.Elin terdiam beberapa saat. Tak lama, tawa renyah keluar dari mulutnya. “Ya ampun Mas Raja salah paham. Bima adalah sepupu saya, dan—”“S-sepupu???” pekik Raja. Ia melotot. Menatap Elin dan Bima bergantian. Jantungnya nyaris terjungkal dari tempatnya.Bima menatap Raja tajam. “Iya. Se-pu-pu! Dan Anda malah merintah-merintah saya buat jauhi sepupu saya sendiri. Apakah Anda waras?! Lepasin tangan Anda dari sepupu saya! Jangan pegang-pegang!”Raja tersentak saat Bima melepas paksa tangannya dari lengan Elin.“Bim, jangan kasar!”“Kamu bela dia terus, padahal yang 'korban' di sini itu aku, Lin! Aku!” Bima menunjuk dirinya sendiri dengan raut menderita. Mendramatisir keadaan karena sudah terlanjur kesa
Raja berada di anak tangga paling bawah di gedung salah satu pengadilan yang ada di kota ini. Di depannya, tangga itu menjulang tinggi untuk sampai ke depan pintu utama gedung. Raja menyandarkan tubuhnya pada pegangan tangga yang terbuat dari batu alam. Menanti Elin yang sedang memiliki keperluan di pengadilan ini.Informasi tersebut didapat Raja setelah ia mendatangi tempat kerja Elin. Sudah empat hari mereka tak bertemu setelah pertemuannya dan Elin di kafe tersebut. Hal itu membuat Raja tak nyenyak tidur. Terlebih perpisahan mereka kembali penuh kecanggungan dan… ketegangan.Raja merutuki kebodohannya yang diam saja kala Erika menarik lengannya. Raja juga tak dapat berkata apa pun saat Erika mengaku mereka sedang berkencan. Karena nyatanya, mereka memang sedang menjalani kencan buta.Sial!Bisakah Raja menyebut jika kafe tersebut adalah kafe bencana alih-alih kafe yang terlihat cocok untuk orang berkencan?Raja menutup mata. Mengingat set
“A-anginnya kencang. Pakai jas saya.”“Saya sudah pakai jas saya sendiri—”“Akan lebih hangat jika pakai dua jas. Udaranya benar-benar dingin.” Raja tidak mengarang saat mengatakan hal itu. Angin memang berembus kencang beberapa kali sejak mereka berteduh.“Bukankah Mas Raja juga kedinginan?” Elin memperhatikan penampilan Raja yang hanya memakai kemeja putih lengan panjang.“Anginnya masih bisa dikompromi kulit saya.”Elin hanya dapat terdiam saat pria yang berdiri di sampingnya ini bersikeras menyampirkan jas biru tua ke bahunya. Jas yang beberapa waktu lalu menempel di tubuh pria itu. Pandangan Elin beralih ke arah lain saat tatapan mereka bertemu. Jantung Elin masih berdetak kencang. Rasa terkejut belum menghilang sepenuhnya karena kehadiran tiba-tiba sang klien.Hujan deras yang turun, memaksa mereka berlindung di sebuah bangunan yang berada di depan parkiran motor yang ada di gedung pengadilan. Mereka terpaksa menghentikan langkah sebelum sampai ke parkiran mobil yang jaraknya ma
Elin terus merutuki diri di dalam hati. Kenapa pikirannya bisa sekacau ini?? Kenapa bisa-bisanya dia berpikir jauh karena perkataan Raja yang seperti sebuah gombalan?‘Terlalu percaya diri tidak baik untuk kehidupanmu, Velindira! Bisa kamu berhenti berpikir ngawur?!’ maki Elin kembali pada diri sendiri.“Ini bukan masalah itu.”Elin kembali membuka mata, lalu mengernyit tak mengerti.Bukan masalah itu?“Apakah ada dokumen penting lain yang bermasalah, Mas Raja?”“Saya kehilangan dokumen penting di hidup saya, Mbak Velindira.”Elin kembali mengernyit, lalu tak lama, ia membelalak. “Apakah ada dokumen penting milik Mas Raja yang hilang??” tanya Elin panik. Kali ini Elin sudah bersikap profesional. Mengingat jika kemarin ia mengembalikan dokumen penting milik Raja yang sudah tidak diperlukan lagi pada Magani. Raja tidak ada bersama mereka karena pria itu sedang berada d
“Aku mengacaukan semuanya! Bisa-bisanya aku bicara berputar-putar seperti gasing!” bisik Raja memaki diri sendiri. Ia menjambak rambutnya. Merasa bodoh dan yakin kalau Elin tidak akan mau didekati pria aneh seperti dirinya.Jujur, ini adalah kali pertama Raja menyatakan cinta lebih dulu pada seseorang. Ia ingat dulu saat menjalin hubungan pertama kali dengan mantannya, mereka menjalin hubungan pertemanan lebih dulu. Lama kelamaan, perasaan nyaman berubah jadi rasa sayang. Mungkin mantannya juga merasakan hal yang sama, sehingga mengajak Raja untuk menjalin sebuah hubungan yang serius. Karena merasa nyaman dan tidak ada kecanggungan di antara mereka, Raja menyetujui hubungan tersebut. Sayangnya, ‘serius’ yang dimaksud Raja, berbeda arti dengan sang mantan.“M-Mas Raja…” bisik Elin seraya menyentuh bahu Raja. Pria ini terkesiap, dan langsung jatuh terduduk. Tidak menyangka kalau Elin menyentuhnya.“Mas Raja tidak ap
“Mau apa si Curut itu menghubungimu??” Percayalah, meski Raja sudah tidak secemburu dulu pada Bima, bukan berarti dia membebaskan Bima menghubungi Elin sesuka hati ya. Tampaknya Raja mulai menyadari kalau dia mungkin saja salah satu dari pria-pria posesif di dunia. Tak ada beda dengan sang calon mertua.“Tidak tahu, Mas Sayang. Aku kan belum mengangkatnya. Tunggu—Mas bilang apa tadi? Curut? Maksudnya Bima?”Raja hanya bergumam meng-iyakan.“Kok curut?”“Soalnya dia mengganggu dan berisik seperti curut.”Elin tergelak sambil menggelengkan kepala. Ia mengangkat panggilan Bima. Sengaja me-loudspeaker. Meminimalisir salah paham yang mungkin saja bisa terjadi lagi. Bukankah mereka sepakat saling terbuka? Toh Raja juga telah mengetahui rahasia terbesar Bima. Secara lengkap. Entah sejak kapan dua pria ini dekat sampai tahu rahasia satu sama lain.“Ada apa, Bim—”>> “Sayang, aku jemput ya!”Ciitttt!Raja langsung menghentikan mobilnya secara mendadak. Terlalu terkejut dengan suara Bima yang b
“Mas Raja!”Elin tersenyum lebar melihat keberadaan sang kekasih yang setia menunggunya sejak beberapa jam lalu. Masih dengan menggunakan pakaian sidang, ia berlari ke arah Raja.Melihat hal itu, segera Raja merentangkan tangan, lalu menangkap tubuh Elin yang menerjangnya. Raja memeluk erat tubuh sang kekasih yang sudah menangis.“K-kami berhasil, Mas! Kami berhasil! Hiks! Bagus dan anak-anak lainnya mendapat keadilan!” bisik Elin bergetar.“Selamat ya, Sayang… Calon istriku hebat sekali. Kalian semua hebat.” Raja mengusap rambut sang calon istri yang dua minggu lagi akan ia nikahi ini. Beberapa kali puncak kepala Elin ia kecup penuh kasih sayang dan penghormatan.Raja ikut merasa bangga dengan keberhasilan kasus yang ditangani Elin dan tim. Akhirnya, setelah drama panjang persidangan, paman dari Bagus yakni si ped0fil itu mendapat hukuman setimpal. Tentu dengan bukti kuat yang berhasil dikumpulkan. Sidang terakhir seharusnya sudah terjadi lebih dari satu bulan lalu. Namun mengalami p
Melihat hal itu, Raja ikut berdiri dengan panik. “Ha? Selingkuh? Wanita lain? Tidak ada wanita lain, Sayang. Hanya kamu!”“Terus siapa itu Mayang? Jawab jujur saja kalau itu selingkuhan Mas kan?!” tuduh Elin lagi.Raja mengernyit. Tak lama, ia menepuk dahinya sendiri. “Maksud aku tuh Maaf Sayang. Sumpah! ‘MaYang’ yang aku maksud cuma singkatan dari ‘Maaf Sayang’, bukan nama orang, Yang.”“Alasan!”“Sumpah, Sayang~! Tidak ada wanita lain. Itu benar-benar cuma singkatan.”“Ish! Kenapa disingkat sih! Random sekali Mas Raja.”“Keluar tiba-tiba, Yang. Mungkin karena aku terlanjur malu sampai salah tingkah, jadinya tidak sengaja lidah ini jadi pendek makanya tersingkat sendiri.”Elin masih memandang Raja curiga.“Sayang, tidak ada wanita namanya Mayang yang aku kenal. Sumpah!” Raja mengangkat jari telunjuk dan tenga
“Sayang, jangan yang ini ya. Ini juga jangan. Ini apa lagi! Oh tidak-tidak! Tidak boleh!”“Bagaimana kalau aku pakai daster saja, Mas?” sindir Elin. Entah sudah berapa kali kata ‘jangan’ keluar dari mulut Raja sejak setengah jam lalu mereka melihat katalog gaun pengantin, yang salah satunya mungkin akan dipilih Elin untuk resepsi mereka. Gaun-gaun itu mungkin terlihat indah bagi sebagian besar orang. Namun bagi Raja, amat sangat membuatnya gerah. Gerah karena g*irah juga hati. Raja tidak bisa membayangkan sang kekasih memakai salah satu gaun yang sebagian besar s*ksi itu. Ia tidak rela tubuh indah Elin dilihat orang. Posesif memang, tapi ini yang dia rasakan.“Pakai daster ya? Hm…” Raja berpikir. Ia mengusap-usap dagunya dengan sebelah tangan. Sementara sebelah tangan lagi masih memegang katalog. Tak lama, katalog itu ia letakkan di atas meja di depannya lalu meraih ponsel yang sejak tadi ia angguri.“
“Kenalin, Ja, ini Pakdenya Elin. Kakak tertua istri saya.”Raja membelalak terkejut melihat pria paruh baya yang sudah bertahun-tahun tidak ia lihat. Pria itu semakin memiliki aura yang kuat dan tampan. Meski usianya jauh di atas Raja, tapi sebagai seorang pria, jujur Raja iri pada pria di depannya ini. Dan apa tadi Daniel bilang? Kakak tertua Kristal? Jadi Kristal punya kakak lagi selain Raflint? Tadi saat acara akan berlangsung, Raja berkenalan dengan Raflint.Pria yang saat ini berdiri di samping pria yang Daniel sebut kakak tertua Kristal. Sementara Daniel ada di samping Raja. Mereka saling berhadapan.“Apa kabar, Raja? Maaf baru bisa hadir dikarekan saya baru tiba di kota ini.”Daniel dan Raflint mengernyit dan saling tatap. Di dalam hati keduanya bertanya-tanya mengapa kakak mereka bisa mengenal Raja. Bukankah ini pertemuan pertama mereka?"M-Mister Donn—A-ah, maksud saya, Mister John Azrael?"Lagi-lagi Daniel dan
“Jadi begini, Bapak Daniel Gunawan beserta keluarga, kami dari pihak keluarga Raja Jagapati meminta kesediaan—"“Velindira Aeera Gunawan to be Velin Jagapati, kita menikah hari ini ya…”Plak!“Awwshhh! Bu~” bisik Raja terkejut. Ia meringis nyeri seraya mengusap lengan kokohnya yang baru saja kena tepukan kencang Magani. Dapat Raja lihat Magani melotot kesal bercampur malu.“Kamu jangan malu-maluin ibu, Ja! Om Ridwan belum selesai bicara, Raja! Seharusnya kamu tunggu Om Ridwan meminta kesediaan Nak Elin untuk menjadi istrimu. Lalu setelah itu, berikan waktu untuk Nak Elin menjawab. Begitu urutannya. Bukan tahu-tahu menentukan waktu pernikahan!” Magani balas berbisik gemas. Matanya setia memelototi anak semata wayangnya itu. Malu sekali dia pada keluarga besar Gunawan dan Kristal. Ya, dua keluarga itu berkumpul di acara lamaran resmi Raja dan Elin tepat hari ini, dua hari setelah Raja pulih. Bu
Setelah Bima keluar, Daniel mendudukkan diri di kursi yang berada di samping ranjang Raja. Pria muda yang kemungkinan besar akan menjadi menantunya ini. “Kamu tidak perlu membuat perjanjian seperti ini, Ja. Yang namanya keluarga itu harus saling percaya, dan saya, percaya kamu tidak akan melanggar janji yang kamu katakan pada saya.”Dada Raja serasa mau meledak mendengar pernyataan Daniel. Terlebih dengan tatapan lembut Daniel di balik wajah datarnya.Keluarga? Daniel sudah menganggapnya bagian dari keluarga kah? Mengapa terdengar indah??“K-keluarga, Om?” lirih Raja bergetar.“Ada yang salah? Memang kamu tidak mau nikah sama Elin?”“Mau, Om, mau!” jawab Raja penuh semangat sampai tangannya yang terdapat jarum infus bergerak heboh. Sampai-sampai, tiang infusnya bergeser nyaris jatuh.“Jangan banyak tingkah! Tidak lupa kan kalau tangan kamu sedang diinfus?!” pekik Daniel galak penuh khawatir. Pria paruh baya ini bahkan sudah membenahi letak tangan Raja dan tiang infus itu.Bukannya mer
“Pi, masa calon menantu seorang Daniel Gunawan ngelamar pakai kancing baju, bukannya cincin.” Bima tertawa ngakak setelah mengatakan hal itu. Kepalanya terus mengingat kejadian kemarin di dalam mobil yang menurutnya menggelikan.Raja melotot garang. “Kamu—”“Bicara apa kamu, Bim?”Bima menceritakan secara singkat tingkah calon mantu idaman Kristal itu diiringi tawa yang semakin menjadi. Tanpa peduli tatapan Raja yang semakin tajam. Bukannya mengerikan, malah terlihat lucu. “Enggak modal banget kan, Pi? Hahaha!” kata Bima mempengaruhi Daniel.“Pria gila—” Raja langsung menghentikan perkataannya saat melihat mata Daniel yang melotot tajam ke arahnya. Raja yakin bukan karena mengatai Bima, tapi karena apa yang Bima sampaikan. Raja yakin itu.“Yang benar saja kamu, Ja!” pekik Daniel.“Rugi dong~! Selama ini Elin enggak kekurangan apa pun, eh malah dilamar pakai kancing. Cowok modal nekat doang ya, Pi, ya—"“Sorry ya!” sela Raja segera pada Bima. “Kamu yang paling tahu situasi nyatanya kem
“Kamu tahu dari mana aku mau melamarmu di malam itu, Sayang?” Raja kembali bersuara tanpa menanti Elin menjawab apa yang Bima katakan. Sampai si pengacara cantik kembali mengalihkan pandangan ke arahnya.“K-Kak Jihan.” Lalu setelah mengatakan itu, Elin menceritakan saat Jihan sempat menghubunginya. Elin dapat melihat raut terkejut dari wajah Raja. “Maaf, aku benar-benar tidak tahu kalau Mas ingin melamarku di malam itu…” kata Elin lesu. Kembali menyalahkan diri. Memaki diri tampaknya masih belum sebanding dengan kekecewaan yang Raja rasakan di malam itu.“Sudah ya maaf-maafannya… Kita sudah tahu situasinya seperti apa. Sekarang, meski tempatnya kurang mendukung, aku… Izinkan aku mengatakan apa yang ingin aku sampaikan di malam itu.”Jantung Elin berdetak amat sangat kencang. Menanti apa yang akan dikatakan pria yang saat ini sedang menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Tampaknya Raja sedang gugup. Pria itu masih setia menggenggam jemarinya yang sudah mulai dingin karena ia pun