Dzurriya pulang dengan menenteng banyak tas belanjaan di tangannya. Alexa melarang para pengawalnya untuk membawa tas-tas tersebut.‘Sepertinya dia memang ingin balas dendam kepadaku’ pikir Dzurriya.Setelah keluar dari toko sepatu tadi, Alexa terus saja memintanya mengambil barang ini dan itu, membawa belanjaan ini, juga belanjaan itu. Tak selesai sampai di situ, Alexa bahkan memintanya untuk makan sisa steak miliknya.Dzurriya hanya bisa menghela napas panjang dan mematuhinya. Meski rasanya hatinya benar-benar kesal.“Jangan sampai ada yang tertinggal! Bawa semuanya ke dalam,” ujar wanita itu memerintah Dzurriya dengan gaya angkuhnya.‘Ok, meski banyak, ini cuma barang-barang ringan. Ayo masuk Dzurriya!’Dzurriya melangkah masuk ke dalam rumah tersebut mengikuti Alexa.Tiba-tiba….“Sini biar aku saja!”Dzurriya menoleh ke arah Ryan yang tiba-tiba mengambil barang bawaan yang sedang ia bawa. Dia kemudian melotot tajam ke arah pengawal yang ada di sana, “Apa kalian buta, untuk apa ka
“Apa sudah selesai aktingmu,” ujar suaminya yang baru masuk ke kamarnya itu dengan nada begitu dingin.Ryan terlihat langsung bangkit.“Ini tak seperti yang kau duga, Kak,” jelas Ryan.Tapi lelaki itu tak menghiraukannya, dia terlihat terus menatap tajam ke arah Dzurriya yang juga tak mau kalah, dan balik menatapnya dengan marah.“Keluarlah, aku ingin bicara dengan istriku,” perintah Eshan dengan sinis.Ryan tampak menatap cemas ke arah Dzurriya, namun tak ada yang bisa dia lakukan, selain pergi dari tempat itu.Sepupu iparnya itu melangkah keluar dan menutup pintu.Dzurriya langsung memalingkan muka, dan menurunkan badannya untuk tidur. Ia kemudian memejamkan mata karena tak ingin berdebat dengan suaminya itu. Ia berusaha menata hati untuk calon buah hatinya.“Apa…”Dzurriya langsung menyela ucapan suaminya itu dengan sinis tanpa membuka matanya apalagi melihatnya, “Kalau kau hanya ingin menyalahkanku, maka anggaplah itu benar. Aku tak ingin berdebat apapun denganmu.”“Keluarlah!” p
“Aku tidak tau cara membuat Alexa tidak tersinggung, dan tidak menyakitimu. Jadi maaf kalau membuatmu menderita.”Zahra kesal dan membuang muka. Ia mengambil dua piring buah di atas meja itu, kemudian pergi begitu saja. Sungguh menyebalkan, lelaki itu bahkan tetap di tempatnya, tak berusaha membujuk apalagi mencegahnya. Dia terdengar duduk hening, sepertinya tenang-tenang saja di sana.‘Tidak aku harus mengatakannya, supaya dia tak sembarangan bicara’Zahra berbalik kembali dan berjalan cepat sembari menatap tajam ke arah suaminya yang terlihat mengangkat kepalanya dengan bingung.“Mas, apa kau tak ingin belajar berkomunikasi dengan baik. Apa kau tak merasa bahwa ucapanmu tadi tak ubahnya sebuah penegasan bahwa aku sama sekali tidak berharga bagimu, bahwa kamu jelas-jelas memberitahuku kalau kau sedang mengorbankanku untuknya…” ucap Zahra dengan ketir.“Itu tak seperti…” sela Eshan.Namun kemudian disela balik oleh Dzurriya, “Kacau, kacau kamu, Mas. Apa tidak bisa setidaknya kamu be
“Ijinkan aku tidur di sini sebentar, aku sangat lelah. Ngomong-ngomong aromamu sangat menenangkan, apa aku boleh tidur sambil memelukmu?” tanya Eshan membuatnya terbelalak kaget.Ia menoleh ke arah suaminya dan itu membuatnya saling bertatapan dengan suaminya itu yang mengakibatkan perasaannya semakin gugup saja.Ia menelan ludah untuk mengurangi kecemasannya.Namun lelaki itu justru membaringkan badannya di sebelah Dzurriya dan langsung terpejam.‘Apa kau benar-benar lelah, Mas?’Tangan lelaki itu kemudian ditaruh di bawah leher Dzurriya.Dan terlihat tanpa canggung, dia memeluk Dzurriya yang hatinya begitu berdebar tak karuan dan langsung tertidur.Dzurriya berkali-kali menelan ludahnya. Ia merasakan dada bidang lelaki itu menyentuh punggungnya dengan hangat.Bahkan sekarang ia tak bisa membedakan aroma musk dan aroma tubuhnya sendiri.“Mas, apa kau sudah tidur?” tanya Dzurriya, namun tak ada sahutan dari suaminya itu Sepertinya dia memang sudah tertidur lelap.‘Sekarang apa yang ha
Dzurriya terbangun dengan ujung pistol menempel ke arah perban di atas dahinya. Matanya langsung membelalak kaget. “S-siapa kamu—”Suara Dzurriya tertahan kala melihat seorang lelaki asing dengan setelan jas hitam lengkap yang sama sekali belum pernah ia temui. Raut wajahnya terlihat sangat tenang, tapi dingin juga kejam. “Apakah tidurmu nyenyak?” suara rendah lelaki itu membuat tubuhnya seketika berkeringat dan kaku.Dzurriya tak berani bergerak. Ia juga tidak bisa merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya tadi. Bahkan napasnya seakan tertahan di antara kedua bibirnya yang bergetar lirih.Mata lelaki itu menatap tajam ke arah Dzurriya di balik kacamata. Mulutnya tak bergeming. Telunjuk tangan kanannya yang terlihat sigap sedang mencengkram pelatuk, siap menembaknya kapan saja. Tapi bukan itu yang paling membuat jantungnya berdegup kencang ketakutan. Saat ini, ia dipenuhi banyak pertanyaan yang membuatnya terasa bising dalam keheningan. ‘Kenapa aku di sini? Siapa lelaki ini? Apa ya
Dzurriya langsung membuka matanya. Ia pun menoleh ke arah lelaki itu, yang juga sedang membulatkan matanya ke arah Alexa.“Sayang! Apakah kamu sadar dengan apa yang barusan kamu minta?” Eshan berkata tegas, tapi terdengar nada panik dan syok di sana.Alexa menjawab, “Ya, aku ingin kau menikahinya.”“Kenapa kamu bicara begitu? Aku memang akan menuruti semua keinginanmu. Semuanya, tak terkecuali. Tapi gak dengan menikahinya.” Eshan menggeleng. “Dia baru saja membunuh anak kita dan membuatmu menderita. Seharusnya—”“Jadi kamu bohong?” potong Alexa dengan wajah memerah. Dzurriya juga melihat tangan wanita itu terkepal kuat di pangkuannya. “Kamu bilang, kamu akan melakukan apa pun untukku!”“Bukan begitu, Sayang….”“KAMU BERBOHONG!” Alexa tiba-tiba berteriak, membuat Alexa yang masih berlutut di depannya pun jatuh terduduk karena kaget. “Aku ingin dia membayar apa yang dia berikan padaku!” Alexa menunjuk kasar Dzurriya, kemudian berbalik menatap Eshan lagi. “Kenapa kamu tidak mengerti?!”
“Itu harga yang harus kamu bayar karena sudah membunuh anakku dan membuat istriku menderita.”Dzurriya kembali tertohok ketika diingatkan oleh kata-kata Alexa beberapa saat lalu. Perasaan bersalah itu membuatnya merasa sangat kotor. Benar! Ia tidak punya hak apa-apa untuk menolak, dirinya sangat berdosa. Bahkan ini belum seberapa dengan apa yang sudah dilakukannya. “Cepat tanda tangan!” ucapan Eshan yang dingin dan menusuk itu membuat badannya sontak terkejut.Suara dan tatapan Eshan memberikan tekanan untuk Dzurriya. Ia ketakutan, ditambah tidak bisa mengingat apa pun sekarang. Begitu bangun, ia langsung dihadapkan dengan ancaman Eshan dan Alexa.Dzurriya tidak punya pilihan lain. Ia tidak mau mati sekarang.Dengan ragu, ia mulai menanda tangani surat di atas materai itu. Namun, ia menyadari sesuatu.‘Dzurriyatul Jannah... nama di bawah materai itu Dzurriyatul Jannah…“Apa ini namaku?” tanyanya sambil menunjuk tulisan nama itu.“Jangan berpura-pura! Cepat tanda tangani!”‘Jadi bena
Dari kolong meja, Dzurriya menebak kalau Eshan ke dapur untuk mengambil minum. Karena suasana yang sunyi, Dzurriya bisa mendengar setiap gerakan lelaki itu dengan jelas. Ia pun terus menegang di kolong meja, bahkan sampai menahan napasnya.Sampai akhirnya, terdengar suara langkah kaki Eshan yang menjauh. Dzurriya pun menghela napas panjang dan keluar dari kolong meja. Ia harus buru-buru kembali ke kamar sebelum Eshan melihatnya di sini tanpa memakai kerudung.Namun, ia sama sekali tidak sadar kalau lampu dapur masih menyala terang.“Ekhem!”Dzurriya refleks menutupi kepalanya dengan kedua tangan. Ia ingin segera berlari, tapi seluruh tubuhnya terasa kaku tak bisa digerakkan.Hanya matanya yang bisa melirik ke arah kanan, di mana Eshan berdiri dengan kimono tidur berwarna hitam dan tangan terlipat di dada. Rambutnya yang biasa ditata ke atas, kini diturunkan dan menutupi dahinya yang indah. “Sedang apa—”“Maafkan aku! Aku lapar, aku hanya ingin makan, sungguh!” ucap Dzurriya cepat den