“Ayo turun! Bawa tas itu juga, jangan sampai lecet.”Dzurriya hanya bisa diam patuh mendengar perintah ketus dari istri pertama suaminya tersebut.Sepertinya meskipun Eshan sudah merendahkannya di depan Alexa kemarin, wanita itu belum cukup puas. Pagi ini buktinya, wanita itu tiba-tiba mengajak Dzurriya belanja, setelah suaminya itu berangkat bekerja, yang pastinya bukan untuk berbagi belanjaan dengannya.Dan benar saja..Belum lagi Ia turun dari mobil, wanita itu sudah memelototinya dengan menyuruhnya ini dan itu.“Lamban!”Dzurriya hanya bisa menarik napas panjang mendengar umpatan Alexa tersebut.Ia kemudian mengikuti wanita itu turun dari mobil, dan berjalan di belakangnya untuk masuk ke dalam supermarket mewah yang pernah ia kunjungi pertama kali bersama Tikno.Ia agak parno dengan supermarket tersebut, meski di belakangnya ada beberapa pengawal.Ia berjalan sambil sesekali celingukan.“Apa kamu bisa jangan kekanak-kanakan seperti itu, berjalanlah dengan elegan, jangan seperti p
Dzurriya pulang dengan menenteng banyak tas belanjaan di tangannya. Alexa melarang para pengawalnya untuk membawa tas-tas tersebut.‘Sepertinya dia memang ingin balas dendam kepadaku’ pikir Dzurriya.Setelah keluar dari toko sepatu tadi, Alexa terus saja memintanya mengambil barang ini dan itu, membawa belanjaan ini, juga belanjaan itu. Tak selesai sampai di situ, Alexa bahkan memintanya untuk makan sisa steak miliknya.Dzurriya hanya bisa menghela napas panjang dan mematuhinya. Meski rasanya hatinya benar-benar kesal.“Jangan sampai ada yang tertinggal! Bawa semuanya ke dalam,” ujar wanita itu memerintah Dzurriya dengan gaya angkuhnya.‘Ok, meski banyak, ini cuma barang-barang ringan. Ayo masuk Dzurriya!’Dzurriya melangkah masuk ke dalam rumah tersebut mengikuti Alexa.Tiba-tiba….“Sini biar aku saja!”Dzurriya menoleh ke arah Ryan yang tiba-tiba mengambil barang bawaan yang sedang ia bawa. Dia kemudian melotot tajam ke arah pengawal yang ada di sana, “Apa kalian buta, untuk apa ka
“Apa sudah selesai aktingmu,” ujar suaminya yang baru masuk ke kamarnya itu dengan nada begitu dingin.Ryan terlihat langsung bangkit.“Ini tak seperti yang kau duga, Kak,” jelas Ryan.Tapi lelaki itu tak menghiraukannya, dia terlihat terus menatap tajam ke arah Dzurriya yang juga tak mau kalah, dan balik menatapnya dengan marah.“Keluarlah, aku ingin bicara dengan istriku,” perintah Eshan dengan sinis.Ryan tampak menatap cemas ke arah Dzurriya, namun tak ada yang bisa dia lakukan, selain pergi dari tempat itu.Sepupu iparnya itu melangkah keluar dan menutup pintu.Dzurriya langsung memalingkan muka, dan menurunkan badannya untuk tidur. Ia kemudian memejamkan mata karena tak ingin berdebat dengan suaminya itu. Ia berusaha menata hati untuk calon buah hatinya.“Apa…”Dzurriya langsung menyela ucapan suaminya itu dengan sinis tanpa membuka matanya apalagi melihatnya, “Kalau kau hanya ingin menyalahkanku, maka anggaplah itu benar. Aku tak ingin berdebat apapun denganmu.”“Keluarlah!” p
“Aku tidak tau cara membuat Alexa tidak tersinggung, dan tidak menyakitimu. Jadi maaf kalau membuatmu menderita.”Zahra kesal dan membuang muka. Ia mengambil dua piring buah di atas meja itu, kemudian pergi begitu saja. Sungguh menyebalkan, lelaki itu bahkan tetap di tempatnya, tak berusaha membujuk apalagi mencegahnya. Dia terdengar duduk hening, sepertinya tenang-tenang saja di sana.‘Tidak aku harus mengatakannya, supaya dia tak sembarangan bicara’Zahra berbalik kembali dan berjalan cepat sembari menatap tajam ke arah suaminya yang terlihat mengangkat kepalanya dengan bingung.“Mas, apa kau tak ingin belajar berkomunikasi dengan baik. Apa kau tak merasa bahwa ucapanmu tadi tak ubahnya sebuah penegasan bahwa aku sama sekali tidak berharga bagimu, bahwa kamu jelas-jelas memberitahuku kalau kau sedang mengorbankanku untuknya…” ucap Zahra dengan ketir.“Itu tak seperti…” sela Eshan.Namun kemudian disela balik oleh Dzurriya, “Kacau, kacau kamu, Mas. Apa tidak bisa setidaknya kamu be
“Ijinkan aku tidur di sini sebentar, aku sangat lelah. Ngomong-ngomong aromamu sangat menenangkan, apa aku boleh tidur sambil memelukmu?” tanya Eshan membuatnya terbelalak kaget.Ia menoleh ke arah suaminya dan itu membuatnya saling bertatapan dengan suaminya itu yang mengakibatkan perasaannya semakin gugup saja.Ia menelan ludah untuk mengurangi kecemasannya.Namun lelaki itu justru membaringkan badannya di sebelah Dzurriya dan langsung terpejam.‘Apa kau benar-benar lelah, Mas?’Tangan lelaki itu kemudian ditaruh di bawah leher Dzurriya.Dan terlihat tanpa canggung, dia memeluk Dzurriya yang hatinya begitu berdebar tak karuan dan langsung tertidur.Dzurriya berkali-kali menelan ludahnya. Ia merasakan dada bidang lelaki itu menyentuh punggungnya dengan hangat.Bahkan sekarang ia tak bisa membedakan aroma musk dan aroma tubuhnya sendiri.“Mas, apa kau sudah tidur?” tanya Dzurriya, namun tak ada sahutan dari suaminya itu Sepertinya dia memang sudah tertidur lelap.‘Sekarang apa yang ha
“Dzurriya, ada yang ingin kusampaikan, dan rasanya aku sudah tak bisa menahannya lagi.”Dzurriya menatap suaminya itu heran sekaligus penasaran.‘Apa yang hendak kau katakan, Mas. Apa kau akan….?’Bahkan belum selesai Dzurriya memikirkannya, terdengar suara Alexa berteriak di luar.“Panggil wanita itu kemari!” teriak Alexa dari luar. Zahra langsung tersentak kaget dan bangkit.Ia menelan ludahnya dan beranjak keluar.“Biar aku yang selesaikan!” ucap Eshan mencegahnya.Dia kemudian terlihat menarik tangan Dzurriya, dan memintanya duduk di atas ranjang itu kembali.“Jangan takut! tidak akan terjadi apa-apa,” ucap Eshan terlihat berusaha menenangkan istrinya keduanya tersebut.Dia lalu berkaca di depan cermin yang ada di kamar itu, kemudian membenahi kemeja, rambut, dan kacamatanya.Lelaki itu menoleh dan tersenyum kepada Dzurriya sebelum keluar dari kamar tersebut.BrakDzurriya benar-benar tersentak kaget mendengar suaminya itu menutup pintu dengan membantingnya begitu keras.“Ada apa
‘Bismillahirohmanirohim, Ya Allah lindungilah aku’ gumam Dzurriya sambil memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya.“Silakan dikunyah nyonya.” Semakin pelayan itu mempersilahkannya makan, semakin ia terasa dipaksa, dan semakin ia curiga.“Pikirkan sesuatu Dzurriya,” gumamnya di dalam hati.“Nyonya!” seru pelayan itu begitu keras, dan membuatnya tersentak. Ia tanpa sengaja menelan makanan itu‘Allah’Tiba-tiba terdengar tepuk tangan dari arah depan.Alexa masuk dengan wajah sinisnya menatap tajam ke arah Dzurriya“Apa kau kira aku akan meracunimu?” ucap wanita itu dengan nada begitu dingin.Dzurriya hanya bisa diam dan tak berani menjawab. Ia takut kemurkaan wanita itu akan membahayakan dirinya dan bayinya.“Aku tidak sehina dirimu, Dzurriya,” ucap Alexa yang baru saja menghampirinya itu sambil berbisik sinis di telinganya.‘Bahkan setiap saat kau selalu menghinaku, Alexa. Tanpa kau ingatkan pun aku tahu dimana posisiku’ pikir Dzurriya sambil menatapnya nanar.“Aku tidak ak
Dzurriya berlari jedepan dengan panik diikuti oleh pelayannya itu.Ia segera menghampiri Eshan yang sedang digendong pengawalnya masuk ke dalam lift dalam keadaan lemas, menuju kamarnya tersebut.Dzurriya mengikutinya.“Nyonya Dzurriya dilarang naik ke atas atas perintah Nyonya Alexa,” ucap salah satu pengawal mencegahnya masuk ke dalam lift.“Biarkan dia masuk,” ucap Tikno yang baru saja sampai di tempat itu.“Tapi Nyonya Alex…..”“Ini perintah Tuhan Eshan, apakah kau hendak membantahnya?”Pengawal itu kelihatan tak berani dan mundur.Dzurriya menghela nafas lega. Ia segera masuk ke dalam lift diikuti oleh Tikno.Ia sudah tak peduli lagi, jika nanti di atas ia akan dimaki-maki oleh istri pertama suaminya itu.Dengan cemas dipandangnya wajah lelaki yang terlihat pucat tersebut.“Apa yang terjadi? kenapa Tuan pingsan?” tanya Dzurriya begitu khawatir.Sepertinya Tuan dehidrasi Nyonya, dari pagi Tuan muntah-muntah terus.‘Allah, kamu kenapa, Mas?’ gumam Dzurriya dalam hati.Tak berselan
“Jadi ini rumahnya?” ujar Eshan sembari menilik keluar jendela, menatap rumah bercat hijau tanpa pagar dengan halaman yang tidak cukup lebar. Tampak sebuah pohon mangga besar dan rindang yang tengah berbuah banyak berada di tepi samping halamannya, dengan beberapa macam bunga di tepi depannya, rumah milik orang tua Dzurriya itu sungguh terlihat sederhana, tapi menyejukkan mata yang memandang.Terlihat kemudian pintu mobilnya dibuka oleh pengawalnya, ia segera keluar dari mobilnya dan masih menatap rumah itu dalam-dalam.Rumah itu kelihatan sepi seperti rumahnya, tapi kenapa hatinya merasa adem, seperti ada aura yang berbeda di rumah itu.“Apa Saya mau ketukan pintu, Tuan?” tanya salah seorang pengawalnya.Eshan hanya menggelengkan kepala, aku akan melakukannya sendiri.Ia kemudian mulai berjalan ke arah teras rumah itu, saat tiba-tiba seorang anak perempuan berlari ke arahnya sambil memegang-megang jasnya seperti hendak bersembunyi “Jangan lari kau! Dasar anak nakal!”Eshan langsun
“Apa kamu bisa menjamin bahwa kalian akan baik-baik saja, jika tidak bersamaku?”Dzurriya terdiam mendengar ucapan suaminya tersebut.“Setidaknya mereka tidak akan tahu bahwa aku dan Angel adalah keluargamu?”“Sampai kapan?” tanya lelaki itu balik.Sekali lagi Dzurriya hanya terdiam. “Apa kamu bisa menjamin tidak akan ada yang mengejar kalian?” lanjutnya membuat Dzurriya semakin tercenung diam.“Jika kalian ada di sini, justru tempat yang menurutmu paling aman, bisa menjadi tempat yang paling berbahaya di dunia ini, apa kau sadar itu Dek?” Ucap lelaki itu terdengar masuk akal.“Aku ingin memberi kalian status, supaya tidak ada lagi orang yang berani menyentuh kalian Aku hanya ingin kebaikan itu untuk kalian, setidaknya dengan bersamaku, aku bisa memastikan bahwa kalian aman dan baik-baik saja,” jelas suaminya itu.Dzurriya menelan ludahnya mendengar ucapan suaminya tersebut.“Aku mencintaimu Dzurriya,” ucap lelaki itu sambil menatapnya dengan lembut.Dzurriya terkesiap diam dan mena
Dzurriya menatap keluar jendela mobil tersebut, kampungnya tampak tak berbeda jauh dengan setahun setengah yang lalu.Terlihat beberapa orang yang tengah bersantai di depan rumah tetangganya, memandang mobil yang dinaikinya itu dengan heran.Dzurriya tersenyum dalam-dalam menatap mereka, matanya tampak berkaca-kaca.“Akhirnya aku kembali Aba, Ummi,” gumam Dzurriya dalam hati setelah menghela nafas panjang, kemudian berbalik menatap Putri kecilnya lagi.“Sayang! akhirnya Bunda bisa membawamu pulang,” seru Dzurriya dengan senang, kemudian mengecup pipi mungil putrinya dengan gemas.Tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari luar mobil tersebut.Ia segera menoleh ke arah jendela kembali tampak beberapa mobil mewah terparkir di depan rumah budenya yang terbilang sangat luas itu, yang tepat bersebelahan dengan rumahnya.‘Ada apa, kok banyak mobil? apa Mas Erwin sedang lamaran?” pikirnya bertanya-tanya, sampai lehernya menoleh mengikuti gerak mobil itu yang semakin menjauh dari pekarangan r
Dzurriya menatap jauh ke arah suaminya yang tengah duduk di taman rumah sakit itu dengan pandangannya yang kosong.Sudah sejam lelaki itu berada di sana dengan matanya yang sesekali berkaca-kaca.Lelaki itu tadi terlihat sangat bahagia mendapati Dzurriya berada di sampingnya tadi, namun tiba-tiba berubah murung saat mengetahui bahwa istri pertamanya telah tiada.‘Secinta itu kau padanya Mas,” pikir Dzurriya sembari menelan ludahnya.“Apa yang kau pikirkan?”Dzurriya tersentak kaget mendengar pertanyaan Ryan barusan, ia kemudian menoleh ke arah sepupu iparnya tersebut.“Kenapa kau tak menghampirinya saja? Sepertinya dia butuh teman bicara,” tanya lelaki itu lebih jauh.Dzurriya tersenyum ringan, kemudian berbalik menatap jauh ke arah suaminya.“Apa kau tahu apa yang ditanyakannya tadi padaku saat dia baru siuman?” tanyanya tanpa menoleh ke arah Ryan sedikitpun.“Apa dia bertanya kalau kau baik-baik saja?”Dzurriya tersenyum sambil menunduk ke bawah, mendengar jawaban Ryan tersebut, kem
“Mas!” teriak Dzurriya panik dengan mata yang nanar dan berkaca-kaca. Ia memeluk suaminya dalam perempuannya tersebut.Lelaki itu tampak berusaha tersenyum padanya, sambil berbicara dengan nada terbata-bata, “ S–sekarang kita sudah impas… A—aku sudah ti—dak berhutang lagi padamu.”“Tidak! ini belum cukup! kau harus membayarnya seumur hidupmu! kau dengar itu?” ujar Dzurriya di antara air matanya yang terus-menerus mengalir ketakutan.Eshan kembali terlihat tersenyum, sebelum akhirnya tubuhnya tiba-tiba tersentak hebat, dan dari dalam mulutnya memancar darah yang begitu banyak, hingga menciprat ke sebagian pakaian Dzurriya dan mukanya.Lelaki itu pingsan dan langsung menutup mata setelahnya, membuat Dzurriya menangis histeris dengan begitu panik. Ia berusaha menggoyang-goyang tubuh suaminya itu, namun tidak ada respon sekali.Dengan ketakutan ia mulai berteriak minta tolong.Tiba-tiba beberapa orang datang bersama dengan Alexa yang tadi lari begitu saja setelah menikam suaminya.Di
“Lepaskan dia!” Sayup-sayup terdengar teriakan begitu kera, setelah suara pintu yang terdengar digebrak dan dibanting tiba-tiba. Diikuti kemudian oleh suara langkah kaki yang berlari dan berderap begitu berat, tampak tubuh Alexa tertarik ke belakang. Dzurriya langsung terbatuk-batuk, nafasnya yang tertahan begitu lama langsung tersengal-sengal keluar. ‘Apa dia benar-benar sudah gila?’ pikir Dzurriya sembari memegang lehernya dan melirik ke arah istri pertama suaminya itu. “Kamu nggak pa-pa?” tanya suaminya yang tengah berdiri di hadapannya dengan wajah begitu khawatir, sambil memegang kedua lengan atasnya. “Sayang, aku bisa jelaskan,” sela Alexa yang baru saja bangkit dan menghampiri suaminya itu, terdengar begitu gupuh. Jakun Ehsan tampak naik turun mendengar ucapan wanita itu yang kelihatan terus berusaha berkilah, sedang giginya tampak mencengkeram dengan kuat sambil membuang muka ke atas. Lelaki itu tampak begitu kesal, namun sepertinya masih berusaha untuk menahannya. “T
BrakTerdengar suara benturan dari bagian belakang kursi roda yang dinaiki Dzurriya karena menabrak dinding. Kursi roda itu tiba-tiba saja ditarik ke dalam sebuah ruangan oleh seseorang, kemudian kerangka sandarannya didorong ke belakang dengan cepat.Kejadian yang begitu cepat itu spontan membuat Dzurriya tersentak dengan tarikan nafasnya yang terjeda yang kemudian terengah-engah.Pria segera berusaha menguasai dirinya yang berdebar hebat dengan menelan ludahnya, kemudian perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap siapa yang sudah menariknya ke dalam ruangan tersebut.‘Mas!’Tampak wajah sang suami terlihat merah padam, sepertinya laki-laki itu sedang kesal.“Apa sebenarnya yang kau inginkan?” ucap suaminya itu terdengar begitu sinis dan dingin.“Yang kuinginkan? Apa maksudmu?” tanya Dzurriya tak mengerti dengan apa yang diucapkan lelaki itu padanya.“Jangan pura-pura lugu kau sedang memanfaatkan kami berdua, kan?” tuduh Eshan tampak menatapnya semakin dekat dan semakin dingin.
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin