“Jangan terlalu baik padaku, Mas. Aku takut tidak akan mampu melepaskanmu nanti.”Eshan kelihatan menatap matanya penuh arti. Dia bahkan melepas kaca mata rectanglenya di atas meja. “Apakah kau ingin kita berpisah?” tanya lelaki itu setelah jakunnya terlihat naik turun.“Kalau tidak, apa kau ingin aku terus berada diantara kamu dan Alexa, Mas?” tanya Dzurriya balik.Ia yang bertanya, ia juga yang takut dan penasaran dengan respon dari suaminya itu.Dzurriya berusaha menatap kedalam mata suaminya, menebak apa yang akan lelaki itu katakan.Lelaki itu tiba-tiba mencengkram dagu Dzurriya dengan wajahnya yang tiba-tiba berubah begitu dingin dan bengis.“Jangan harap! aku tidak akan pernah melepaskanmu. Kau telah membuat keluarga ini menderita, kau harus membayarnya, Dzurriyatul Jannah.”Dzurriya sontak terkaget mendapatkan perlakuan kasar seperti itu, sudah lama sekali suaminya tidak berlaku demikian. Lelaki itu kemudian menatapnya tajam, matanya terlihat membulat sempurna. Dia kemudian
Eshan tampak melotot kaget melihat gambar wanita hamil dalam cover suplemen tersebut.Dia menatap ke arah Ryan dan Dzurriya secara bergantian.“Astaghfirullah, kenapa suplemennya ini?” ujar Ryan tiba-tiba sambil mengambil suplemen tersebut dari tangan kakak sepupunya tersebut tanpa permisi.“Untung kamu belum meminumnya, Kak Dzurri,” lanjutnya sambil memasang wajah cemas, seperti berusaha membuat Eshan percaya.Dzurriya bernapas lega.Sementara Eshan kembali menatap adik sepupunya itu dengan mata penuh curiga, “kau tak biasanya ceroboh seperti ini?”“Iya tadi karena aku tergesa-gesa mengambil resep di apotek, ini pasti milik ibu yang ada di sebelahku tadi, aku akan segera memeriksa dan mengembalikannya,” ucap Ryan lalu meninggalkan keduanya dengan berlari.Dzurriya yang merasa suaminya itu hendak menoleh padanya, segera melengos pergi sambil sengaja menyenggol bahu suaminya itu dengan kesal.Ia mencoba berjalan cepat, meninggalkan lelaki itu yang masih tertegun di tempatnya berdiri. I
Sayup terdengar suara kaki Eshan yang berat berderap menuruni tangga, beradu dengan derap dada Dzurriya yang masih begitu marah. Sepertinya lelaki itu sedang mengejarnya. Namun Dzurriya tak peduli, ia terus berjalan dengan cepat sambil terus mengusap air mata yang terus saja mengalir tanpa permisi. Meski baginya ia tau lelaki itu pasti terhenti saat bertemu Alexa. Tapi ia tak mau lelaki itu mendapatinya dalam keadaan begitu menyedihkan.Benar saja….Langkah tersebut terdengar terhenti dan suasana berubah hening, hanya suara kakinya sendiri yang terasa begitu gontai dan dipaksanya berjalan yang bisa ia dengar.‘Kau hanya hening di depannya saja, Mas’Dzurriya kembali mengusap air matanya.‘Kenapa kau terus menangis dan tak mau berhenti?’ bentaknya dalam hati pada dirinya sendiri.Dzurriya kemudian berjalan masuk ke kamarnya. Kembali ia terisak di dalam kamarnya tersebut, sambil duduk bersandar di belakang pintu yang baru saja ia tutup.Ia rasanya sudah sangat jengah berada di antara
“Ayo turun! Bawa tas itu juga, jangan sampai lecet.”Dzurriya hanya bisa diam patuh mendengar perintah ketus dari istri pertama suaminya tersebut.Sepertinya meskipun Eshan sudah merendahkannya di depan Alexa kemarin, wanita itu belum cukup puas. Pagi ini buktinya, wanita itu tiba-tiba mengajak Dzurriya belanja, setelah suaminya itu berangkat bekerja, yang pastinya bukan untuk berbagi belanjaan dengannya.Dan benar saja..Belum lagi Ia turun dari mobil, wanita itu sudah memelototinya dengan menyuruhnya ini dan itu.“Lamban!”Dzurriya hanya bisa menarik napas panjang mendengar umpatan Alexa tersebut.Ia kemudian mengikuti wanita itu turun dari mobil, dan berjalan di belakangnya untuk masuk ke dalam supermarket mewah yang pernah ia kunjungi pertama kali bersama Tikno.Ia agak parno dengan supermarket tersebut, meski di belakangnya ada beberapa pengawal.Ia berjalan sambil sesekali celingukan.“Apa kamu bisa jangan kekanak-kanakan seperti itu, berjalanlah dengan elegan, jangan seperti p
Dzurriya terbangun dengan ujung pistol menempel ke arah perban di atas dahinya. Matanya langsung membelalak kaget. “S-siapa kamu—”Suara Dzurriya tertahan kala melihat seorang lelaki asing dengan setelan jas hitam lengkap yang sama sekali belum pernah ia temui. Raut wajahnya terlihat sangat tenang, tapi dingin juga kejam. “Apakah tidurmu nyenyak?” suara rendah lelaki itu membuat tubuhnya seketika berkeringat dan kaku.Dzurriya tak berani bergerak. Ia juga tidak bisa merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya tadi. Bahkan napasnya seakan tertahan di antara kedua bibirnya yang bergetar lirih.Mata lelaki itu menatap tajam ke arah Dzurriya di balik kacamata. Mulutnya tak bergeming. Telunjuk tangan kanannya yang terlihat sigap sedang mencengkram pelatuk, siap menembaknya kapan saja. Tapi bukan itu yang paling membuat jantungnya berdegup kencang ketakutan. Saat ini, ia dipenuhi banyak pertanyaan yang membuatnya terasa bising dalam keheningan. ‘Kenapa aku di sini? Siapa lelaki ini? Apa ya
Dzurriya langsung membuka matanya. Ia pun menoleh ke arah lelaki itu, yang juga sedang membulatkan matanya ke arah Alexa.“Sayang! Apakah kamu sadar dengan apa yang barusan kamu minta?” Eshan berkata tegas, tapi terdengar nada panik dan syok di sana.Alexa menjawab, “Ya, aku ingin kau menikahinya.”“Kenapa kamu bicara begitu? Aku memang akan menuruti semua keinginanmu. Semuanya, tak terkecuali. Tapi gak dengan menikahinya.” Eshan menggeleng. “Dia baru saja membunuh anak kita dan membuatmu menderita. Seharusnya—”“Jadi kamu bohong?” potong Alexa dengan wajah memerah. Dzurriya juga melihat tangan wanita itu terkepal kuat di pangkuannya. “Kamu bilang, kamu akan melakukan apa pun untukku!”“Bukan begitu, Sayang….”“KAMU BERBOHONG!” Alexa tiba-tiba berteriak, membuat Alexa yang masih berlutut di depannya pun jatuh terduduk karena kaget. “Aku ingin dia membayar apa yang dia berikan padaku!” Alexa menunjuk kasar Dzurriya, kemudian berbalik menatap Eshan lagi. “Kenapa kamu tidak mengerti?!”
“Itu harga yang harus kamu bayar karena sudah membunuh anakku dan membuat istriku menderita.”Dzurriya kembali tertohok ketika diingatkan oleh kata-kata Alexa beberapa saat lalu. Perasaan bersalah itu membuatnya merasa sangat kotor. Benar! Ia tidak punya hak apa-apa untuk menolak, dirinya sangat berdosa. Bahkan ini belum seberapa dengan apa yang sudah dilakukannya. “Cepat tanda tangan!” ucapan Eshan yang dingin dan menusuk itu membuat badannya sontak terkejut.Suara dan tatapan Eshan memberikan tekanan untuk Dzurriya. Ia ketakutan, ditambah tidak bisa mengingat apa pun sekarang. Begitu bangun, ia langsung dihadapkan dengan ancaman Eshan dan Alexa.Dzurriya tidak punya pilihan lain. Ia tidak mau mati sekarang.Dengan ragu, ia mulai menanda tangani surat di atas materai itu. Namun, ia menyadari sesuatu.‘Dzurriyatul Jannah... nama di bawah materai itu Dzurriyatul Jannah…“Apa ini namaku?” tanyanya sambil menunjuk tulisan nama itu.“Jangan berpura-pura! Cepat tanda tangani!”‘Jadi bena
Dari kolong meja, Dzurriya menebak kalau Eshan ke dapur untuk mengambil minum. Karena suasana yang sunyi, Dzurriya bisa mendengar setiap gerakan lelaki itu dengan jelas. Ia pun terus menegang di kolong meja, bahkan sampai menahan napasnya.Sampai akhirnya, terdengar suara langkah kaki Eshan yang menjauh. Dzurriya pun menghela napas panjang dan keluar dari kolong meja. Ia harus buru-buru kembali ke kamar sebelum Eshan melihatnya di sini tanpa memakai kerudung.Namun, ia sama sekali tidak sadar kalau lampu dapur masih menyala terang.“Ekhem!”Dzurriya refleks menutupi kepalanya dengan kedua tangan. Ia ingin segera berlari, tapi seluruh tubuhnya terasa kaku tak bisa digerakkan.Hanya matanya yang bisa melirik ke arah kanan, di mana Eshan berdiri dengan kimono tidur berwarna hitam dan tangan terlipat di dada. Rambutnya yang biasa ditata ke atas, kini diturunkan dan menutupi dahinya yang indah. “Sedang apa—”“Maafkan aku! Aku lapar, aku hanya ingin makan, sungguh!” ucap Dzurriya cepat den