Mobil itu telah melaju pulang dengan sangat cepat.Mereka hanya sebentar saja di pantai itu. Dzurriya terus menatap keluar jendela supaya ia bisa memandang wajah suaminya yang terpantul dari kaca tersebut tanpa ketahuan. “Seandainya kau tau perasaanku sekarang, Mas’ Gumam Dzurriya dalam hati. Eshan berada di sampingnya, namun ia merasa begitu merindukannya. Ia ingin mobil itu melaju lambat selambat-lambatnya, kalau perlu berhenti saja supaya ia bisa terus bisa menikmati saat-saat bersama dengan suaminya. Sayangnya, ia tak mampu mengutarakannya.Kembali, ia usap dan sentuh wajah yang terpantul di kaca tersebut seraya terus menatapnya lebih dalam. Tanpa terasa, wajah itu kini menoleh dan menatapnya sambil tersenyum tipis.“Apakah aku begitu tampan?”Dzurriya mengangguk pelan sambil membalas senyuman itu tanpa sadar.‘Apa yang kau lakukan, Dzurriya?’Sampai akhirnya ia sadar dan matanya membelalak.Langsung ditolehnya sang suami karena kaget dalam sekejap kemudian menatap ke depan lag
Bayangan suaminya yang sangat menyebalkan itu terus saja muncul, ingin sekali ia keluar dari rumah itu sejenak supaya suaminya itu tahu bagaimana rasanya jika ia benar-benar kabur dari rumah itu. Namun sepertinya itu sangat suli dan thampir tidak mungkin.Para pengawal terlihat selalu berjaga satu kali dua puluh empat jam sehari di sekitar pintu dan gerbang depan.Dzurriya menunduk pasrah di kursi depan. Jangankan gerbang, ia juga tidak mungkin diizinkan keluar dari pintu itu.“Apa kau ingin keluar dan berjalan-jalan sebentar?” Ia mendongak kaget, Ryan telah berdiri di depannya dan tersenyum manis.‘Bagaimana dia tahu?’ tatapnya heran.“Aku melihatmu mondar-mandir melihat depan dari tadi.”‘Aku bahkan belum bertanya’ tatapnya bengong.“Kalau tidak mau tak apa, aku akan keluar sendiri.” Ujar Ryan yang tampaknya menyadari kebingungannya.“T–tunggu, apakah boleh?” Tanya Dzurriya dengan berbinar-binar. Setelah dikurung begitu lama dan merasakan sedikit keluar, ia jadi ingin keluar dan k
“Hi, Nyonya Eshan, lama tidak bertemu. Apa kamu kabur lagi? Mau kubantu?”Dzurriya mengabaikan ucapan nakal lelaki tua itu, dan berbalik hendak pergi saat lelaki itu menarik tangannya sambil berkata, “Jangan takut, aku akan membantumu.”Dzurriya menginjak kaki lelaki itu dengan keras sampai lelaki itu berteriak kesakitan dan tanpa sadar melepaskan pegangannya. Dzurriya berlari menyeberang kembali menuju tempat Ryan ketika karena tergopoh-gopoh sebuah mobil mewah melaju cepat ke arahnya.“Arrrgh!”Dzurriya mematung kaget di tengah jalan tersebut, kakinya kaku terdiam, lampu sorot mobil itu bertambah dekat dan membunyarkan pandangannya. Sementara bunyi klakson berdering panjang dan keras memekak telinga.Sekelebat bayangan muncul seperti apa yang dialaminya sekarang, Ia berlari dan melompat ke jalanan hingga sebuah mobil yang melaju cepat kehilangan kendali ke arahnya dan menabraknya hingga ia terjatuh bersimbah darah.******Eshan membuka pintu. Dia masuk ke dalam ruangan sempit denga
Beep……. Terdengar bunyi klakson mobil begitu keras dan panjang memekak telinganya. Seketika pandangan Dzurriya tertuju pada cahaya putih dari lampu mobil hitam yang siap meluncur ke arahnya. Sontak Dzurriya terbangun dengan mata membelalak kaget, napasnya ngos-ngosan. Ia menatap langit-langit dan sekitar yang begitu senyap. Ia telah berada kembali di kamarnya. ‘Apa yang terjadi?’ Terakhir yang ia ingat ia berlari dari paman Braha dan menyeberang jalan…. Kriek Suara pintu dibuka seseorang, Ryan masuk dan menghampirinya dengan tersenyum… ‘Kemana Eshan? Apakah lelaki yang semalam menolongnya bukan Eshan, tapi Ryan’ Dzurriya merasa agak kecewa. Sepertinya rasa rindunya pada lelaki itu, membuatnya berhalusinasi. “Apakah kau sudah merasa baikan?” Dzurriya mengangguk pelan, ia menatap wajah dokter muda itu yang terlihat begitu khawatir. Mungkin dia merasa bersalah mengajaknya keluar dan tidak menjaganya dengan baik. “Terima kasih sudah membawaku jalan-jalan kemarin,” ujar Dzurriya
Dzurriya bangkit dari tempat duduknya.Ia sangat merindukan suaminya, tapi ketika bertemu ia merasa sangat jengkel karena teringat bagaimana lelaki itu mengabaikannya beberapa hari. Meski ia tahu jelas, itu terjadi karena Alexa terus menempel padanya. “Mau kemana, kamu?” Tanya Eshan dingin dan lirih sambil membuka ponselnya. Wajahnya pun terlihat begitu tenang, membuat Dzurriya semakin kesal saja.“Ke toilet,” jawab Dzurriya singkat sambil berbalik.‘Untuk apa dia duduk menyerobot begitu, kalau tetap mengabaikanku’Dzurriya berjalan ke toilet dan masuk ke salah satu partisi cubicle. Tiba-tiba terdengar suara dari luar.“Gimana, apa aku sudah cukup cantik?”Suara kecil itu terdengar sangat bersemangat.“Lupakan saja! Sepertinya kamu tak ada kesempatan. Aku dengar pagi ini Dokter Ryan bertukar shift supaya bisa menemani seorang gadis,” ganti suara seorang gadis yang terdengar agak serak.“Apa kau yakin?” tanya gadis bersuara kecil itu lagi.“Ya.”Terdengar desahan napas kehilangan hara
‘Masuk tol? Kemana ia akan membawaku?’Dzurriya menoleh pada suaminya dengan ekspresi penasaran, ia kira ia akan dibawa ke tempat yang jauh. Berbeda dengan suaminya yang sepertinya tak begitu memperdulikan ekspresinya. Buktinya ia tetap fokus menyetir dan mempercepat laju kendaraannya di tol tersebut tanpa sepatah katapun. Sampai akhirnya mereka tiba di rest area. Eshan menepikan mobilnya, dia menghela nafas panjang kemudian menoleh ke arah Dzurriya.Dzurriya yang gugup dan teringat bagaimana lelaki itu beberapa kali mendekat kepadanya di dalam mobil, mendadak menutup dadanya dengan kedua tangannya sambil berdesah cepat.Ehsan tampak tersenyum dan menundukkan kepalanya beberapa saat, kemudian dengan ekspresi serius, dia kembali mengangkat kepalanya dan mulai mendekati Dzurriya. “Kau mau apa, jangan macam-macam!” jerit Dzurriya.Sayangnya, Eshan tak mengindahkannya. Dia mendekat semakin dekat dan semakin dekat hingga ia mencapai footrest di sisi bawah tempat duduk Dzurriya. Dia turu
“Turun!”Dzurriya benar-benar tersentak kaget mendengar perintah suaminya yang bernada dingin itu setelah mengirim pesan dari ponselnya.Ia benar-benar tak mengiranya, bukankah baru beberapa menit yang lalu hubungannya bersama sang suami terlihat baik-baik saja.Ia menatap dalam-dalam lelaki di depannya yang terkadang sulit ditebak tersebut.‘Apa aku salah bicara? Perasaan dari tadi setelah aku menyebut nama Paman Braha, tidak ada percakapan lagi diantara kami’ Pikir Dzurriya sambil memandang jalanan tol dengan mobil-mobil yang melaju begitu cepat di depannya, seperti mobil yang tengah dikendarainya saat ini.“Tapi mas aku nanti pulangnya gimana?” toleh Dzurriya sambil bertanya mengiba dan kebingungan.“Itu urusanmu, turun!” jawab Eshan kasar.‘Tega kamu, Mas’ Dzurriya memandang sebal pada suaminya yang begitu menyebalkan itu.“Dasar Labil! Sebentar baik, sebentar marah tanpa alasan.” gumam Dzurriya lirih sambil berbalik dan bersiap membuka pintu mobil.“Apa? kau berani mengataiku,”
“Untuk apa kau mencari suamiku?”Dzurriya berbalik dengan begitu terkejut mendapati Alexa telah berdiri di belakangnya. ‘Sejak kapan wanita itu berdiri disana?’ pikirnya terkesiap kaget.“Malah bengong, jawab kurang ajar,” bentak Alexa, membuat Dzurriya tersentak kaget. Keringatnya mulai bermunculan dari sisi dahinya.Wanita itu kini berjalan ke arahnya dengan begitu tenang. Decak heelsnya menggetarkan nyali Dzurriya. Entah apa yang akan dilakukan wanita itu padanya. Apalagi matanya terlihat begitu tajam menatap Dzurriya.“Ada apa ini?” tanya Eshan yang baru masuk ke ruangan itu dengan begitu tenangnya. Dia telah berganti pakaian.Dzurriya balik menatap suaminya yang juga sedang menatapnya itu.Berbeda dengan Alexa yang bukannya berbalik atau menjawab pertanyaan Eshan, tapi malah berkata lirih pada Dzurriya sambil melotot, “jangan pernah berpikir untuk menyukainya apalagi merebutnya dariku, atau aku akan membuat hidupmu sengsara,”Seketika Dzurriya mengalihkan pandangan ke arah Alexa
“Jadi ini rumahnya?” ujar Eshan sembari menilik keluar jendela, menatap rumah bercat hijau tanpa pagar dengan halaman yang tidak cukup lebar. Tampak sebuah pohon mangga besar dan rindang yang tengah berbuah banyak berada di tepi samping halamannya, dengan beberapa macam bunga di tepi depannya, rumah milik orang tua Dzurriya itu sungguh terlihat sederhana, tapi menyejukkan mata yang memandang.Terlihat kemudian pintu mobilnya dibuka oleh pengawalnya, ia segera keluar dari mobilnya dan masih menatap rumah itu dalam-dalam.Rumah itu kelihatan sepi seperti rumahnya, tapi kenapa hatinya merasa adem, seperti ada aura yang berbeda di rumah itu.“Apa Saya mau ketukan pintu, Tuan?” tanya salah seorang pengawalnya.Eshan hanya menggelengkan kepala, aku akan melakukannya sendiri.Ia kemudian mulai berjalan ke arah teras rumah itu, saat tiba-tiba seorang anak perempuan berlari ke arahnya sambil memegang-megang jasnya seperti hendak bersembunyi “Jangan lari kau! Dasar anak nakal!”Eshan langsun
“Apa kamu bisa menjamin bahwa kalian akan baik-baik saja, jika tidak bersamaku?”Dzurriya terdiam mendengar ucapan suaminya tersebut.“Setidaknya mereka tidak akan tahu bahwa aku dan Angel adalah keluargamu?”“Sampai kapan?” tanya lelaki itu balik.Sekali lagi Dzurriya hanya terdiam. “Apa kamu bisa menjamin tidak akan ada yang mengejar kalian?” lanjutnya membuat Dzurriya semakin tercenung diam.“Jika kalian ada di sini, justru tempat yang menurutmu paling aman, bisa menjadi tempat yang paling berbahaya di dunia ini, apa kau sadar itu Dek?” Ucap lelaki itu terdengar masuk akal.“Aku ingin memberi kalian status, supaya tidak ada lagi orang yang berani menyentuh kalian Aku hanya ingin kebaikan itu untuk kalian, setidaknya dengan bersamaku, aku bisa memastikan bahwa kalian aman dan baik-baik saja,” jelas suaminya itu.Dzurriya menelan ludahnya mendengar ucapan suaminya tersebut.“Aku mencintaimu Dzurriya,” ucap lelaki itu sambil menatapnya dengan lembut.Dzurriya terkesiap diam dan mena
Dzurriya menatap keluar jendela mobil tersebut, kampungnya tampak tak berbeda jauh dengan setahun setengah yang lalu.Terlihat beberapa orang yang tengah bersantai di depan rumah tetangganya, memandang mobil yang dinaikinya itu dengan heran.Dzurriya tersenyum dalam-dalam menatap mereka, matanya tampak berkaca-kaca.“Akhirnya aku kembali Aba, Ummi,” gumam Dzurriya dalam hati setelah menghela nafas panjang, kemudian berbalik menatap Putri kecilnya lagi.“Sayang! akhirnya Bunda bisa membawamu pulang,” seru Dzurriya dengan senang, kemudian mengecup pipi mungil putrinya dengan gemas.Tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari luar mobil tersebut.Ia segera menoleh ke arah jendela kembali tampak beberapa mobil mewah terparkir di depan rumah budenya yang terbilang sangat luas itu, yang tepat bersebelahan dengan rumahnya.‘Ada apa, kok banyak mobil? apa Mas Erwin sedang lamaran?” pikirnya bertanya-tanya, sampai lehernya menoleh mengikuti gerak mobil itu yang semakin menjauh dari pekarangan r
Dzurriya menatap jauh ke arah suaminya yang tengah duduk di taman rumah sakit itu dengan pandangannya yang kosong.Sudah sejam lelaki itu berada di sana dengan matanya yang sesekali berkaca-kaca.Lelaki itu tadi terlihat sangat bahagia mendapati Dzurriya berada di sampingnya tadi, namun tiba-tiba berubah murung saat mengetahui bahwa istri pertamanya telah tiada.‘Secinta itu kau padanya Mas,” pikir Dzurriya sembari menelan ludahnya.“Apa yang kau pikirkan?”Dzurriya tersentak kaget mendengar pertanyaan Ryan barusan, ia kemudian menoleh ke arah sepupu iparnya tersebut.“Kenapa kau tak menghampirinya saja? Sepertinya dia butuh teman bicara,” tanya lelaki itu lebih jauh.Dzurriya tersenyum ringan, kemudian berbalik menatap jauh ke arah suaminya.“Apa kau tahu apa yang ditanyakannya tadi padaku saat dia baru siuman?” tanyanya tanpa menoleh ke arah Ryan sedikitpun.“Apa dia bertanya kalau kau baik-baik saja?”Dzurriya tersenyum sambil menunduk ke bawah, mendengar jawaban Ryan tersebut, kem
“Mas!” teriak Dzurriya panik dengan mata yang nanar dan berkaca-kaca. Ia memeluk suaminya dalam perempuannya tersebut.Lelaki itu tampak berusaha tersenyum padanya, sambil berbicara dengan nada terbata-bata, “ S–sekarang kita sudah impas… A—aku sudah ti—dak berhutang lagi padamu.”“Tidak! ini belum cukup! kau harus membayarnya seumur hidupmu! kau dengar itu?” ujar Dzurriya di antara air matanya yang terus-menerus mengalir ketakutan.Eshan kembali terlihat tersenyum, sebelum akhirnya tubuhnya tiba-tiba tersentak hebat, dan dari dalam mulutnya memancar darah yang begitu banyak, hingga menciprat ke sebagian pakaian Dzurriya dan mukanya.Lelaki itu pingsan dan langsung menutup mata setelahnya, membuat Dzurriya menangis histeris dengan begitu panik. Ia berusaha menggoyang-goyang tubuh suaminya itu, namun tidak ada respon sekali.Dengan ketakutan ia mulai berteriak minta tolong.Tiba-tiba beberapa orang datang bersama dengan Alexa yang tadi lari begitu saja setelah menikam suaminya.Di
“Lepaskan dia!” Sayup-sayup terdengar teriakan begitu kera, setelah suara pintu yang terdengar digebrak dan dibanting tiba-tiba. Diikuti kemudian oleh suara langkah kaki yang berlari dan berderap begitu berat, tampak tubuh Alexa tertarik ke belakang. Dzurriya langsung terbatuk-batuk, nafasnya yang tertahan begitu lama langsung tersengal-sengal keluar. ‘Apa dia benar-benar sudah gila?’ pikir Dzurriya sembari memegang lehernya dan melirik ke arah istri pertama suaminya itu. “Kamu nggak pa-pa?” tanya suaminya yang tengah berdiri di hadapannya dengan wajah begitu khawatir, sambil memegang kedua lengan atasnya. “Sayang, aku bisa jelaskan,” sela Alexa yang baru saja bangkit dan menghampiri suaminya itu, terdengar begitu gupuh. Jakun Ehsan tampak naik turun mendengar ucapan wanita itu yang kelihatan terus berusaha berkilah, sedang giginya tampak mencengkeram dengan kuat sambil membuang muka ke atas. Lelaki itu tampak begitu kesal, namun sepertinya masih berusaha untuk menahannya. “T
BrakTerdengar suara benturan dari bagian belakang kursi roda yang dinaiki Dzurriya karena menabrak dinding. Kursi roda itu tiba-tiba saja ditarik ke dalam sebuah ruangan oleh seseorang, kemudian kerangka sandarannya didorong ke belakang dengan cepat.Kejadian yang begitu cepat itu spontan membuat Dzurriya tersentak dengan tarikan nafasnya yang terjeda yang kemudian terengah-engah.Pria segera berusaha menguasai dirinya yang berdebar hebat dengan menelan ludahnya, kemudian perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap siapa yang sudah menariknya ke dalam ruangan tersebut.‘Mas!’Tampak wajah sang suami terlihat merah padam, sepertinya laki-laki itu sedang kesal.“Apa sebenarnya yang kau inginkan?” ucap suaminya itu terdengar begitu sinis dan dingin.“Yang kuinginkan? Apa maksudmu?” tanya Dzurriya tak mengerti dengan apa yang diucapkan lelaki itu padanya.“Jangan pura-pura lugu kau sedang memanfaatkan kami berdua, kan?” tuduh Eshan tampak menatapnya semakin dekat dan semakin dingin.
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin