Ardo Kenconowoto kini berdiri berhadapan dengan Kuyup Lani yang merupakan anggota Lima Tangan Maut. Kuyup Lani berusia jauh lebih senior dari Ardo, tetapi gestur tubuhnya gemulai.Keduanya berdiri dengan kuda-kuda siap duel. Kuyup Lani baru saja meledakkan tanah jalanan desa dengan kesaktian senjata tongkat besi pendeknya.Sementara itu, belasan mata yang bersembunyi di balik dinding-dinding rumah warga menonton. Justru mereka yang lebih tegang menyaksikan pertarungan kedua pendekar asing yang tidak mereka kenal.“Kenapa menyelangku, Kisanak?” tanya Ardo.“Hihihi! Rupanya pendekar cadel. Biasanya pendekar aneh sepertimu umurnya tidak lebih panjang daripada umur seekor ayam,” kata Kuyup Lani seperti ibu-ibu cerewet, setelah dia tertawa cekikikan seperti janda genit.“Kau juga aneh. Laganya lelaki tapi nyawanya betina,” balas Ardo, tidak suka disebut aneh.“Anggar Sukolaga adalah pemberontak. Semua orang yang membantunya akan dianggap sebagai pemberontak, termasuk kau, Cadel,” jelas Kuy
Ada rasa bahagia di dalam hati Aninda Maya ketika mengetahui sosok pemuda yang sangat tampan itu adalah Ardo Kenconowoto, yang tidak mungkin dia lupakan kecadelan dan ketampanannya. Satu-satunya orang cadel yang dia kenal adalah Ardo, meski sudah empat tahun lamanya tidak bertemu lagi.Namun, perkataan Ardo tentang noda darah di pakaiannya sungguh mengejutkan Aninda Maya, sampai-sampai dia sudah mengeluarkan air mata yang siap jatuh di pipi licinnya.“Tapi Paman Anggal tidak mati. Paman Anggal hanya telluka dan sudah diobati oleh Tabib Juku Getil,” kata Ardo cepat, agar Aninda Maya tidak jadi menangis.Namun, ketika mengedipkan mata, air mata Aninda Maya pun menetes terjun mengukir di pipinya. Melihat itu, Ardo jadi merasa bersalah.“Maafkan aku, Aninda. Aku tidak belniat membuatmu sedih,” ucap Ardo dengan wajah mengerenyit, tapi tetap ganteng. Ingat, Ardo akan selalu ganteng dalam kondisi apa pun, kecuali bersin.“Apa yang terjadi dengan Ayah, Ardo?” tanya Aninda sedih.“Paman Anggal
Di waktu subuh. Di sebuah tanah lapang yang kering.Ada sejumlah api unggun yang menyala di beberapa titik. Apinya sudah mengecil karena kayu-kayu yang dibakar sudah nyaris habis, menyisakan bara yang menumpuk.Di tanah terbuka itu, ada banyak prajurit yang tidur dengan seragam lengkap. Seragam mereka berwarna hitam-cokelat. Mereka bahkan tidur dengan senjata di dalam pelukan. Itu sudah menjadi SOP bagi prajurit Kerajaan Panesahan. Meski tidur, senjata tetap harus dalam pelukan, meski efek sampingnya terkadang menderita luka-luka usai mimpi berciuman dengan bidadari dari alam gaib.Di salah satu api unggun yang apinya masih menyala cukup besar, ada lima lelaki yang duduk mengelilingi api sambil minum-minuman hangat. Empat lelaki di antaranya mengenakan pakaian kuning-kuning dengan model yang berbeda. Di pinggang belakang mereka ada terselip tongkat besi pendek yang satu ujungnya memiliki replika tangan dari besi.Keempat lelaki berbaju kuning tidak lain adalah anggota dari Lima Tangan
Rombongan keluarga Anggar Sukolaga tiba di Lembah Jepit tepat pada pagi hari. Seturunnya dari kuda, Kenari Inang dan Aninda Maya langsung bergegas masuk ke rumah Tabib Juku Getir.Melihat kondisi ayahnya, menangislah Aninda Maya. Namun, tidak bagi Kenari Inang.Ardo Kenconowoto memilih tidak masuk ke dalam. Setelah menambatkan kudanya di tanah berumput dan menyediakan wadah kayu berisi air, Ardo memilih pergi ke area belakang. dia mencari tempat nyaman untuk tidur, bukan untuk buang air.Dia melihat keberadaan Wanduro dan Sologeni masih ada di tempat tersebut. Namun, Ardo memilih menghindar karena dia merasa lelah dan sangat mengantuk. Dia juga tidak melihat keberadaan Ki Pawang Api. Saat ke area belakang, dilihatnya kandang sudah kosong dari sapi-sapi. Bisa diduga ke mana perginya Ki Pawang Api.“Ardo!” panggil Semuri yang sedang menjemur pakaian luar dan dalam di belakang rumah. Dia menengok dan tersenyum kepada Ardo yang lewat agak jauh dari posisinya. Dia pun sudah menyebut nama A
Semuri mengendap-endap mendekati Ardo Kenconowoto yang tertidur nyenyak di bawah pohon besar di belakang kediaman Tabib Juku Getir. Terdengar dengkuran halusnya.Semuri tersenyum lebar sambil memandangi Ardo yang tampan. Dia manggut-manggut mengagumi ketampanan pemuda gondrong itu. Dada bajunya yang robek membuat kebidangan dadanya yang kekar mengintip tanpa mata.Yang jadi masalah, saat itu Semuri sedang memegangi seekor ular hijau sebesar genggaman.Gadis cantik bertubuh sekal itu lalu meletakkan ular bawaannya pelan-pelan di atas badan Ardo yang saat itu sedang bermimpi berpelukan dengan gurunya, Iblis Jelita.Adegan di dalam mimpi seperti mengulang ketika Ardo mendapat ciuman di dahi dari guru cantik jelitanya. Ketika di dalam mimpi Iblis Jelita ingin mencium bibir Ardo, tiba-tiba wujud cantiknya berubah menjadi bebek raksasa yang menyosor bibir si pemuda.Meski sosok cantik Iblis Jelita sudah menjadi bebek, tetapi Ardo justru menikmati.“Hihihi…!”Bebek itu menghentikan sosoranny
Dalam perjalanannya, sebelum jauh meninggalkan Lembah Jepit, Ardo Kenconowoto melihat sekumpulan sapi-sapi sedang merumput di tanah hijau. Di sana ada juga sosok lelaki bercaping, capingnya sama dengan yang dikenakan oleh Ki Pawang Api. Ardo memutuskan untuk pergi mendatangi Ki Pawang Api. Mendengar ada suara lari kuda yang mendekat, Ki Pawang Api yang sedang memijat-mijat paha seekor sapi menengok. Ki Pawang Api yang menengok, bukan sapinya. Jadi jangan salah paham. Ki Pawan Api hanya tersenyum saat melihat siapa yang datang. Ardo turun dari kudanya saat tiba di dekat Ki Pawang Api. “Hehehe! Kau mau ikut menggembala sapi, Aldo?” tanya Ki Pawang Api dengan menyebut Ardo menggunakan nama yang masih keliru, tapi tidak meresahkan. “Aku mau pamit, Ki,” ujar Ardo sembari tersenyum. “Apakah urusanmu dengan Anggar Sukolaga sudah selesai?” “Sudah, Ki. Tapi aku mau beltanya, Ki.” “Tanyakan saja.” “Apakah benal Paman Anggal adalah pembelontak?” “Maka itu aku berpesan kepadamu, jangan
“Sembah holmatku, Gulu!” ucap Ardo sambil turun berlutut di lantai batu pelataran, saat Iblis Satu Kaki sudah berdiri satu tombak di hadapannya.“Pasti guru perempuanmu memberimu tugas khusus,” terka Iblis Satu Kaki dengan tatapan tajam berwibawa.“Benal, Gulu. Nyai Sakti telah membeli aku gelal Pendekal Tiga Iblis, Gulu. Aku dipelintahkan untuk meminta lestu Gulu. Kalena nama Tiga Iblis adalah nama Nyai Sakti Iblis Jelita, Iblis Silih dan Iblis Satu Kaki,” jelas Ardo.“Kau belum menjadi muridku dan aku belum menjadi gurumu,” kata Iblis Satu Kaki.“Kalau begitu angkat aku jadi mulid, Gulu. Karena Nyai Sakti dan Gulu Iblis Silih sudah membeli lestu kepadaku,” kata Ardo yang masih memegang bingkisan dua nasi bungkus yang mungkin sudah dingin.“Mana buktinya bahwa Iblis Jelita dan Iblis Sirih sudah merestuimu?” tanya Iblis Satu Kaki.Sest!Ardo lalu mengeluarkan Kuku Iblis Betina pada jari-jari tangannya yang berupa kuku-kuku sinar ungu yang padat.“Ini pusaka Kuku Iblis Betina, Gulu,” u
Di saat Ki Pawang Api menggiring sapi-sapinya menuju pulang, rombongan pasukan yang dipimpin oleh Arjunatama Cula Garang datang dan menghentikan rombongan sapi.“Berhenti, Kisanak!” seru Cula Garang yang berkuda bersama sejumlah prajuritnya, sementara yang lain berlari-lari kecil.Pasukan pun berhenti, tapi tidak mode mengepung serius. Mereka hanya mengepung posisi tanpa ada ancaman senjata kepada Ki Pawang Api dan komunitas sapinya.Saat itu, tidak terlihat keberadaan empat orang anggota Lima Tangan Maut dalam rombongan pasukan. Dengan dalih ingin memakamkan rekan mereka yang mati dibunuh oleh pemuda cadel, Lima Tangan Maut tidak ikut ke Lembah Jepit.“Kisanak, siapa kau?” tanya Cula Garang tanpa turun dari punggung kudanya.“Aku penggembala sapi, Gusti,” jawab Ki Pawang Api santun dan merendah.“Siapa namamu?” tanya Cula Garang lagi.“Namaku Ki Pawang Sapi,” jawab Ki Pawang Api agar namanya tidak terdengar keren.“Kau mau ke mana?”“Pulang.”“Pulang ke mana?”“Ke rumah.”“Rumahmu di
Di saat dua pertarungan pendekar dan dua pertempuran berlangsung sengit, tiba-tiba ada pasukan lain yang datang mendekat ke Lembah Jepit. Prajurit pasukan itu mengenakan seragam warna hijau-hijau, tapi tidak seperti seragam hansip.Semua orang yang sedang punya kepentingan di lembah tersebut tahu bahwa itu adalah pasukan kadipaten. Jika melihat dari panjinya, mereka adalah pasukan Kadipaten Dadariwak dan Kadipaten Babatoto.Melihat kedatangan pasukan kadipaten yang dipimpin oleh Komandan Cecak Godok dan pendekar Codet Maut, para arjunasiwa yang memimpin serta pasukannya merasa senang karena pasukan kadipaten datang membantu.Sementara di tempatnya, Urak Sepadan, Anggar Sukolaga, Guntur Murka, dan Angkel Asap memantau pertempuran tersebut.“Seraaang!” teriak para prajurit kadipaten.Mereka akhirnya masuk menyerbu ke dalam pertempuran.“Aak! Aak! Akh…!” jerit para prajurit Kerajaan Panesahan saat mereka justru diserang oleh para prajurit pasukan kadipaten.Alangkah terkejutnya para perw
Pendekar kerajaan yang bernama Perwira Hidung Baja berdiri gagah menghadang Ardo Kenconowoto dan Iblis Jelita yang berbagi satu punggung kuda. Mentang-mentang kedua jagoan itu sudah terluka parah, Perwira Hidung Baja baru muncul setor hidung.“Turun dan menyeraaakh!” seru Perwira Hidung Baja yang berujung jeritan seiring tubuhnya terlempar jauh ke samping.Tiba-tiba muncul sosok gemuk Iblis Satu Kaki yang datang melesat dari samping kiri secepat rudal jet tempur. Dia langsung menabrak tubuh Perwira Hidung Baja tanpa rem. Karena itulah Perwira Hidung Baja terpental pergi dari depan kuda Iblis Jelita.Tabrakan dahsyat itu mengejutkan semua orang. Perwira Hidung Baja menghantam keras tanah lembah yang hangus dan berguling-guling.Agar tidak malu, meski sudah terlanjur malu, Perwira Hidung Baja buru-buru bangkit berdiri. Untung wajahnya hitam oleh noda arang rumput lembah yang sebelumnya dibakar oleh Pendekar Raja Neraka, jadi malunya cukup tertutupi.“Frukrr!” Perwira Hidung Baja malah m
Blar blar blar…!Ketika tangan Nini Lanting yang bersinar putih menyilaukan ditusukkan ke arah langit, maka tanah sekitar dirinya dan termasuk di posisi Iblis Jelita berdiri meledak.Tanah-tanah berumput terbongkar mengudara. Namun, ketika ilmu Kiamat Kecil itu terjadi, sosok Iblis Jelita menghilang di mata para penonton biasa. Menghilangnya Iblis Jelita diikuti gerak wajah si nenek yang memandang ke langit.Dari arah langit meluncur cepat sosok Iblis Jelita dengan posisi kepala dan tangan di bawah, kedua kaki lurus di atas. Pada ujung tangannya yang menempel lurus ada sinar ungu dan hitam yang saling membaur tanpa saling menguasai. Arahnya tepat ke atas kepala Nini Lanting.Serangan Iblis Jelita dengan ilmu Totok Bumi level grand master itu datang sangat cepat. Tanpa pikir ulang, Nini Lanting menyambut lawannya dengan satu hentakan telapak tangan yang bersinar putih menyilaukan.Buooom!Pertemuan dua kesaktian itu menciptakan ledakan energi yang dahsyat. Tanah di sekitar mereka kemba
Srosss!“Aaakk…!”Dua serangan tapak membara yang mendarat di dadanya, membuat pikiran Ki Lagak sejenak blank dalam mengendalikan puluhan pedang sinar biru. Padahal rombongan energi ilmu Pedang Beranak Seribu itu sedang melesat mengarah Ratu Senja yang notabene ada di depannya.Maka, dengan lenyapnya sosok Ratu Senja, jadi justru sebagian pedang sinar biru menusuki tubuh Ki Lagak.Setelah Ki Lagak ditusuki oleh pedang-pedang energi miliknya sendiri, tahu-tahu Ratu Senja muncul lagi seperti dedemit caper di depan Ki Lagak yang terhuyung kesakitan. Kemunculan Ratu Senja yang tanpa tawa atau suara, membuat Ki Lagak tidak menyadari untuk waktu sesaat.Suss!“Hahh!” kejut Ki Lagak ketika baru melihat keberadaan Ratu Senja yang sudah memegang sinar biru gelap Dari ilmu Penghancur Cinta.Bluar!“Hakkr!”Dalam jarak yang sangat dekat, Ratu Senja menghantamkan sinar biru di tangannya kepada Ki Lagak yang mustahil untuk menghindar jika tidak punya ilmu lenyap seperti lawannya. Jalan satu-satuny
Set set!Ternyata pedang biru bagus Ki Lagak bisa dibagi menjadi dua pedang kembar yang lebih tipis. Dengan ilmu pengendali, kedua pedang itu bisa diterbangkan seringan capung tapi secepat anak panah.Ratu Seja tidak menggunakan ilmu perisai semodel sahabatnya Iblis Jelita, tetapi dia menggunakan ilmu Tinju Belut Peri. Ada yang ingat dengan ilmu ini?Kedatangan dua pedang yang sifatnya menusuk, cukup diadu dengan tinju kedua tangan Ratu Senja yang terlihat tinju biasa. Ketika pedang tinggal sejengkal jaraknya dari kepalan tangan janda awet itu, pedang akan melenceng arah, seperti terpeleset di lantai bersabun.Setelah terpeleset tanpa menyentuh tangan atau raga Ratu Senja, kedua pedang terus terbang dan berbalik atau berbelok arah yang tetap memburu tubuh indah Ratu Senja. Sepertinya Ki Lagak sudah terlalu tua, sehingga dia tega ingin menghancurkan keindahan yang lawannya miliki.Semua upaya serangan dua pedang kembar terbang gagal. Selalu terpeleset dan terpeleset lagi. Ki Lagak samp
Setelah pertarungan antara Ardo Kenconowoto berakhir dengan hasil berkurangnya satu anggota Keturunan Darah Emas, Nini Lanting semakin menggila dalam bertarung melawan Iblis Jelita.Begg! Pagg! Begg begg! Pagg pagg!Pukulan tinju dan telapak tangan yang bertenaga dalam tinggi dilancarkan menghantam dinding sinar ungu bening dari ilmu perisai Lapis-Lapis Kulit Bawang, semakin tipis, semakin menerawang.Tinju pertama tidak menghancurkan dinding sinar ungu, tapi hantaman telapak tangan yang disusulkan kemudian menghancurkan dinding pertama.Nini Lanting kembali maju selangkah dan melancarkan dua pukulan beruntun untuk menghancurkan lapisan kedua. Namun, setelah itu Iblis Jelita kembali memunculkan ilmu perisai yang sama dengan sebelumnya, membuat Nini Lanting harus menghancurkan dua lapis perisai Lapis-Lapis Kulit Bawang lagi.Suara hantaman pukulan kepada dinding perisai terdengar keras, membuat orang-orang yang mendengar bergetar hatinya. Bergetar bukan karena cinta, tapi bergetar ikut
Tubuh Ardo berguling melintasi api yang membakar rumput. Cepatnya gulingan tubuhnya membuat dia tidak sempat terbakar. Maklum pendekar saktinya sedang sibuk.Ardo cepat bangkit di antara kobaran api yang membakar lahan di mana-mana. Memang agak runyam jika melawan Pendekar Raja Neraka, api di mana-mana.Sosss!Belum sempurna fokus pandangan Ardo, serangan gelang-gelang sudah datang lagi.“Lelele…!” teriak Ardo sambil lari kencang ke samping, membuat serangan seperti selang api panjang itu hanya kian memperparah kebakaran lahan.Iblis Jelita yang bertarung sengit di sisi lain hanya tersenyum tipis saat mendengar lolongan Ardo, tanpa tertarik untuk melirik kepada murid dan calon suaminya itu.Ardo berlari kencang mengelilingi posisi Cukil Bugir.Sosss!Cukil Bugir kembali memburu Ardo dengan melesatkan barisan gelang-gelang api. Namun, Ardo seperti jagoan yang jika ditembak tidak kena-kena.Sing! Ctarr! Ses ses ses…!Setelah lolos lagi dari serangan, sambil terus berlari, Ardo melesatka
“Lelaki tampan mana yang kau pilih untuk dibunuh?” tanya Iblis Jelita kepada Ratu Senja sambil memandang kepada Ki Lagak dan Cukil Bugir. “Aku pilih Ki Lagak saja, agar yang suka marah-marah jatahnya Ardo,” jawab Ratu Senja sembari tersenyum semanis mangga matang di hati. “Tapi yang suka malah-malah namanya siapa, Nyai Latu?” tanya Ardo yang membuat ketiga calon lawan mereka tahu bahwa ternyata pemuda itu cadel. “Namanya Cukil Bugir, bergelar Pendekar Raja Neraka,” jawab Ratu Senja. “Oooh Cukil Bugil. Pendekal Laja Nelaka,” sebut ulang Ardo yang membuat Ratu Senja tersenyum lebar dan Cukil Bugir mendelik sewot. “Jangan coba-coba kau menyebut nama agungku lagi, Pemuda Cadel!” ancam Cukil Bugir yang tidak rela namanya beruba jadi mesum jika disebut oleh Ardo. “Tenang saja, Kek. Aku tidak akan menyebut nama Cukil Bugil lagi,” kata Ardo seraya tersenyum santun tapi menjengkelkan bagi Cukil Bugir. “Tapi kau masih menyebutnya!” bentak Cukir Bugir lalu…. Clap! Dak dak! Tiba-tiba ka
Iblis Jelita tetap di punggung Surami, berhadapan dalam jarak tiga tombak dengan kereta kuda putih yang diapit oleh Ki Lagak alias Pendekar Pedang Bersayap dan Cukil Bugir alias Pendekar Raja Neraka.Sementara empat murid berkuda Nini Lanting posisinya ada di belakang, seolah-olah mereka dilarang untuk turun tarung karena cukuplah yang tua-tua saja yang turun ke ambang kematian untuk memetik nyawa.Semua mata penonton yang berada di sekeliling area Lembah Jepit terpusat kepada mereka. Yang mereka tunggu jelas adegan tarung yang seru sampai ada yang tumbang bersimbah darah dan nyawa melayang.“Apakah Keturunan Darah Emas akan menghabiskan diri hanya di tangan seorang Iblis Jelita?” kata Iblis Jelita datar.“Kesombonganmu akan berakhir di sini, Iblis Jelita!” seru Pendekar Raja Neraka.“Hihihi! Berkaca tapi tidak pernah melihat wajah sendiri. Satu per satu Keturunan Darah Emas datang menantang menyombongkan diri. Pendekar Pedang Kayu saja mempermalukan diri di tangan muridku, pendekar y