“Neng Mira tidak apa-apa?” tanya pria yang menyerang Indra dengan totokannya. Dia tak lain adalah Kusna.
“Maaf Neng, mamang telat datang,” timpal pria yang berniat menendang Indra sembari mendekati Mira. Dia adalah Sarmad.
“Aku tidak apa-apa,” jawab Mira sambil terus menatap Indra.
“Hihihi.. hampir, hampir,” ucap Indra sembari tertawa. Sarmad dan Kusna langsung mengalihkan perhatiannya kepada Indra. Seketika itu juga mereka terlihat terkejut karena mereka masih mengingat wajah Indra dengan jelas.
“Kau!” ucap Sarmad dengan mata terbelalak.
“Kau orang yang waktu itu mempermalukanku di sayembara kan!” teriak Kusna sambil melotot.
“Hihihi.. kalau tidak salah, kau itu yang jarinya dimakan hidung kan?” tanya Indra sambil menunjuk Kusna.
“Keparat kau! Aku t
Sarmad kembali memasang posisi kuda-kuda, kali ini dari posisinya berdiri terlihat riak air di permukaan air sungai di sekitar kakinya. Indra sadar kalau Sarmad kelihatannya mulai mengerahkan tenaga dalamnya, melihat hal itu Indra juga mulai memasang kuda-kuda gerakan silat pancabuana yang baru dia pelajari dari Ki Maung Lara.“Pola kuda-kudanya terlihat berbeda dengan waktu itu,” batin Mira saat melihat Indra. Dia pikir tadinya Indra akan menggunakan gerakan silat saptabayu seperti yang dia lakukan saat melawan Tara.Riak air mulai muncul di permukaan sungai tepat di sekitar kedua kaki Indra pertanda dia juga mengerahkan tenaga dalamnya. Dengan sekali hentakan Sarmad langsung melesat menghantamkan tendangannya mengincar perut Indra, namun dengan lincah Indra langsung menghantamkan tendangannya hingga kedua serangan mereka beradu.‘Bbbeeuughh’‘Bbyyuuurrrr’
‘Byurr’“Ngeng..” ucap Indra sambil menggusur kaki kanan Sarmad yang bagian perutnya sudah tenggelam ke dalam sungai. Indra berlari ke hulu seraya menggusur tubuh Sarmad seolah menggusur mobil-mobilan.Sarmad terlihat meronta-ronta, kedua tangannya terus bergerak mencari pegangan. Sementara kepalanya diangkat beberapa kali agar tidak tenggelam ke dalam sungai, kaki kiri Sarmad terus bergerak seolah ingin menendang Indra, tapi Indra tidak membiarkannya dan terus menggusur tubuh Sarmad. Di saat itu Kusna yang terlihat menahan amarahnya langsung melompat ke permukaan sungai dan melesatkan totokannya mengincar Indra.Tapi Indra sejak tadi terus waspada. Dia menyadari pergerakan Kusna lalu mengangkat tubuh Sarmad dan memutarnya seperti gasing. Kusna yang hampir terkena hantaman tubuh Sarmad langsung menunduk dan mundur menjaga jarak, saat itulah Indra langsung melemparkan tubuh Sarmad yang sudah basah
Meski Kusna terus menghujani Indra dengan serangan totokannya, tapi Indra tetap tenang dan berhasil menahan semua serangan Kusna. Mira dan Sarmad yang melihat gelembung-gelembung air bermunculan terlihat penasaran terhadap apa yang terjadi dengan pertarungan Kusna serta Indra yang terus terjadi di dasar sungai yang deras.Kusna sendiri kembali melayangkan totokan tangan kanannya mengincar leher Indra, tapi meski di dalam air namun pergerakan Indra terbilang cukup cepat dan berhasil menghindari serangan Kusna dengan mengelak ke belakang. Di saat yang sama Indra melayangkan tendangan kaki kirinya mengincar perut Kusna, namun mudah saja bagi Kusna untuk menghindarinya dengan memiringkan tubuhnya ke samping.Indra kembali bangkit dan mengarahkan pukulan tangan kanannya mengincar bahu Kusna dalam gerakan pertama pancalima, kali ini Kusna mencoba mengelak ke samping. Tapi tubuhnya serasa dihantam gelombang air yang padat, Kusna terlihat meringis k
“Uhuk..” Kusna langsung batuk-batuk beberapa kali karena tadi dia beberapa kali menghirup air sungai akibat tidak kuasa lagi menahan nafasnya. Wajahnya terlihat pucat, nafasnya juga tampak memburu.“Sekarang lawanmu adalah diriku. Kita akan lanjutkan pertarungan kita yang sempat tertunda waktu itu,” ucap Mira sambil menatap Indra yang sudah basah kuyup.“Haruh Neng.. hah.. hah.. istirahat dulu deh sebentar. Aku lelah banget nih,” tukas Indra dengan terbata-bata karena nafasnya yang memburu.“Cih. Jangan lama-lama! Awas kalau kau kabur!” gerutu Mira sambil melompat lagi ke tepi sungai.“Haduh.. cape banget dah. Ngajak duel kok di dasar sungai,” gerutu Indra sembari membaringkan tubuhnya di tepi sungai. Tubuhnya terlentang bebas sementara tatapannya tertuju ke langit yang cerah.“Maaf Neng..” ucap Sarmad kepada
Tepat saat Mira menapakan kakinya Indra langsung menghentakan kedua tangannya sampai tubuhnya melesat menuju Mira dengan kedua kakinya siap menghujam perut. Tapi Mira dengan cepat melompat lagi hingga tubuh Indra lewat di bawahnya, di saat itulah Mira menghujamkan kedua kakinya tepat ke tubuh Indra yang melayang lewat di bawahnya.‘Beukh’Suara benturan terdengar, meski Indra berhasil menahan kedua kaki Mira dengan kedua tangannya tapi tubuh Indra yang dibawah tetap ada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Tubuhnya langsung menghantam tanah sementara Mira masih berdiri di atas kedua tangan Indra yang menahan kakinya.“Berat juga ya,” ujar Indra. Sontak saja Mira langsung mendelikan matanya tanda marah.Mira langsung mengambil ancang-ancang untuk meneka tubuh Indra, namun Indra yang sadar segera melontarkan kaki Mira dari atas kedua tangannya. Tubuh Mira terlontar ke atas sem
Di saat serangan Mira mulai mengendur, Indra langsung mengambil inisiatif untuk menyerang balik. Indra dengan cepat melayangkan pukulan tangan kanannya dalam gerakan silat pertama pancalima. Tapi Mira yang sudah tahu rahasia dibalik gerakan pancalima langsung melompat jauh ke samping hingga serangan Indra hanya mengenai angin saja.Tapi Indra tidak pantang menyerah, dia kembali menyerang Mira dengan gerakan yang sama. Lagi-lagi Mira berhasil menghindarinya dengan menjauh dari jangkauan serangan Indra. Tepat saat Mira menapak Indra langsung melompat dan menghantamkan tendangannya mengincar leher, tapi Mira dengan sigap menahan tendangan Indra dengan kedua tangannya.Indra langsung menapak membelakangi Mira yang datang menyerangnya dengan pukulan tangan kiri, tapi tanpa menoleh ke belakang Indra langsung menahan pukulan Mira dengan tangannya. Tubuh Indra berbalik bersamaan dengan lututnya yang dia arahkan ke perut Mira, akan tetapi lagi-lagi M
“Aku pernah diberi nasehat oleh guruku untuk menghadapi orang cerdas sepertimu. Dia bilang biarkan lawanmu merasa sudah diatas angin tanpa dia sadari. Melakukannya memang sulit, tapi jika berhasil maka kau akan punya kesempatan untuk mengalahkannya,” ucap Indra.“Begitu rupanya, jadi kata-katamu tadi itu hanya umpan agar aku tidak mengira kau masih menyimpan tehnik bertarung cadangan sama seperti yang aku lakukan ya. Aku tidak menyangka jika tehnik pukulan yang tadi kau lakukan ternyata bisa juga dilakukan dengan kaki,” tutur Mira sembari mengelap darah di tepi bibirnya.“Hihihi.. mungkin saja begitu,” tukas Indra sambil garuk-garuk kepalanya. Sebenarnya dia tidak pernah memikirkan apa yang dia lakukan tadi ada hubungannya dengan kata-kata sebelumnya. Saat terkena bantingan Mira sendiri sebenarnya Indra sendiri tidak menyangka hal itu akan terjadi, tapi dia segera memanfaatkannya untuk membuat Mira lengah.
“Tidak! Duel ini belum berakhir! Aku masih belum kalah! Kau juga tidak bisa mengaku kalah begitu saja!” tegas Mira yang kelihatannya masih ngotot untuk melanjutkan duel. Mungkin dia masih belum terima kalau pendekar yang bukan murid Aki Waruga bisa mengimbanginya dalam benturan ilmu kanuragan yang sama.“Dasar keras kepala!” gerutu Indra dengan mata melotot karena kesal dengan sikap Mira.‘Deg’Tiba-tiba saja jantung Mira berdegup kencang, sekujur tubuhnya merinding bukan main. Tubuhnya langsung bergetar seketika, langit yang cerah tiba-tiba saja mendadak mendung. Mira menengadah ke atas secara perlahan tampak langit mendadak dipenuhi awan mendung hingga sinar matahari tidak bisa menembusnya, keadaan di tempat itu mulai semakin gelap. Perlahan tatapan Mira kembali turun tertuju kepada Indra.“Apa ini? kenapa rasanya begitu mengerikan?” batin Mira. Suara
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari