“Tidak! Duel ini belum berakhir! Aku masih belum kalah! Kau juga tidak bisa mengaku kalah begitu saja!” tegas Mira yang kelihatannya masih ngotot untuk melanjutkan duel. Mungkin dia masih belum terima kalau pendekar yang bukan murid Aki Waruga bisa mengimbanginya dalam benturan ilmu kanuragan yang sama.
“Dasar keras kepala!” gerutu Indra dengan mata melotot karena kesal dengan sikap Mira.
‘Deg’
Tiba-tiba saja jantung Mira berdegup kencang, sekujur tubuhnya merinding bukan main. Tubuhnya langsung bergetar seketika, langit yang cerah tiba-tiba saja mendadak mendung. Mira menengadah ke atas secara perlahan tampak langit mendadak dipenuhi awan mendung hingga sinar matahari tidak bisa menembusnya, keadaan di tempat itu mulai semakin gelap. Perlahan tatapan Mira kembali turun tertuju kepada Indra.
“Apa ini? kenapa rasanya begitu mengerikan?” batin Mira. Suara
“Aku bukanlah bagian dari kelompok Tangkurak, aku hanya mencari keberadaan mereka untuk membuat perhitungan,” sambung Indra.“Perhitungan seperti apa?” tanya Mira dengan sorot mata tajam.“Sebenarnya perguruan Dharmabuana di Pasir Gede sudah hancur diserang oleh mereka, bahkan teman-teman dan guruku tewas di tangan mereka. Karena itulah saat ini aku ingin memberikan pelajaran kepada mereka,” jawab Indra sambil memasukan kembali ikat pinggang milik anggota Tangkurak ke dalam sakunya.“Kau ingin membalas dendam kepada mereka?” tanya Sarmad. Kini sikap Sarmad dan Kusna terlihat seperti biasa lagi, Mira juga tampak terkejut mendengar perkataan Indra.“Awalnya aku memang ingin menghabisi mereka untuk balas dendam. Tapi saat ini alasanku melakukannya sudah berubah, aku melakukannya karena memang itu yang harus aku lakukan. Setiap orang punya kewajiban u
“Rampes.. tunggu sebentar,” terdengar sahutan seorang wanita dari dalam rumah. Indra benar-benar terkejut mendengarnya sebab dahulu Manan tinggal sendirian di rumahnya.“Hmm.. apa mungkin dia sudah menikah ya? Padahal baru enam bulan sejak terakhir aku datang kesini,” pikir Indra seraya menggaruk-garuk kepalanya. Perlahan pintu rumah mulai terbuka, seorang wanita paruh baya tampak berdiri di dalam rumah.“Eh. Maaf kisanak siapa ya?” tanya wanita paruh baya dengan tatapan kaget sebab ada 4 orang asing berdiri diluar kediamannya.“Saya temannya Mang Manan, apakah Nyai ini istrinya?” jawab Indra dengan ramah.“Manan? Aduh.. cepat masuk kisanak,” ucap wanita paruh baya itu dengan wajah gelisah, dia langsung menarik tangan Indra dan memaksanya masuk ke dalam.“Aduh eling nyi. Saya tidak tertarik sama wanita yang sudah m
Tok tok tok’“Buka pintunya!” teriak seorang pria dari luar sambil menggedor-gedor pintu dengan keras. Padahal suasana di luar sudah mulai gelap pertanda malam sudah tiba.“Kelihatannya tamu kita sudah tiba,” ujar Indra sambil berdiri.“Kalian sebaiknya segera pergi lewat pintu belakang, di sini biar aku yang urus,” ucap Indra lagi sambil menatap Mira.Saat itu juga Mira langsung mengangguk. Sarmad dan Kusna langsung menuju pintu belakang diantar oleh wanita paruh baya, Mira juga mengikuti mereka dari belakang. Sementara Indra perlahan berjalan menuju pintu masuk dan membuka pintunya secara perlahan.“Eh ada tamu ternyata,” ucap Indra sambil tersenyum lalu keluar dari dalam rumah. Pintunya segera dia tutup lagi rapat-rapat.Terlihat jelas diluar sudah ada enam pria sangar sambil membawa golok atau pedang d
Terdengar suara dentingan senjata beradu, percikan api terlihat muncul saat kedua senjata saling beradu. Saat Indra sibuk meladeni pria yang membawa pedang tiba-tiba saja dua pria datang dari belakangnya berniat menangkapnya, Indra langsung menundukan tubuhnya lalu bertumpu kepada golok yang dia tancapkan ke tanah sementara kedua kakinya menghantam ke belakang.‘Dakh’‘Beukh’Dengan telak tendangan Indra berhasil mengenai dada kedua lawannya sementara tebasan pedang dari depan hanya lewat di atas tubuhnya yang tertunduk, Indra langsung memutarkan tangan yang memegang golok sampai tubuhnya berputar seratus delapan puluh derajat.‘Beukh’Pria yang membawa pedang juga terkena tendangan Indra yang berputar sampai terpental ke tanah. Saat Indra baru mau menapak di tanah pria tua yang membawa tongkat langsung menghantamkan tongkatnya menuju kepala, tapi Indra deng
“Kang Geni, Geni Paksa,” jawab pria itu dengan cepat saat kedua kaki Indra semakin kuat menjepit lehernya.“Hihihi.. Gitu dong,” ucap Indra sambil tertawa puas sebab akhirnya dia mau membuka mulutnya.‘Beukh’‘Dagh’“Heuk,” pekik pria itu saat Satria melompat dari pundaknya dan menghantam dadanya dengan tendangan secara beruntun dua kali.Pria itu terjungkal ke belakang setelah memuntahkan darah dari mulutnya, dia langsung terbaring tidak sadarkan diri saking kuatnya serangan Indra. Sedangkan Indra sendiri masih berdiri menatap orang-orang yang terbaring di sekitarnya. Sejak awal dia sudah punya prasangka kalau para pendekar keparat itu memang anak buah Geni Paksa yang datang dari Desa Jambe, kemungkinan mereka ingin memperluas wilayah kekuasaannya dengan cara yang sama.“Eh?” ucap Indra sambil mengang
Indra tetap berdiri menatap sekelilingnya, semua pendekar yang ada di sana sudah tergeletak tak sadarkan diri. Tapi di kejauhan puluhan orang tampak berbondong-bondong datang ke tempat Indra berada. Namun Indra hanya tersenyum sambil garuk-garuk kepalanya, dia tidak pernah takut sedikitpun menghadapi pendekar jahat sebanyak apapun mereka.“Hihihi.. kelihatannya ada pesta ya di sekitar sini,” tukas Indra sambil tertawa.“Kau akan mati di sini keparat!” bentak pria yang tadi lari dari pertarungan melawan Indra.“Kau pasti akan menyesal berbuat keributan di tempat kami!” timpal satu pendekar lagi yang tadi melarikan diri.“Kita akan mengepungnya dan menghabisinya di sini!” ucap seorang pria yang membawa golok.“Hihihi.. Hah, aku sudah bosan mendengar perkataan orang jahat seperti itu. Apa kalian tidak bisa mengatakan hal lain apa
‘Beukh’Dengan telak tendangan Indra menghantam dua pendekar yang maju, saat itu juga mereka langsung memuntahkan darah karena tendangan Indra memang disertai dengan tenaga dalam. Tubuh mereka berdua terjungkal ke belakang hingga membentur tanah, mereka langsung tidak bisa bangkit lagi dengan darah yang terus keluar.‘Deugh’Sementara itu satu pendekar yang melesat langsung menghantamkan tinjunya dan berhasil menghantam punggung Indra, tapi Indra tidak terlihat kesakitan sedikitpun. Dalam sekejap Indra tanpa menoleh langsung memutar tubuhnya dan menghantam dagu lawan di belakangnya dengan lutut, kepala pendekar itu mengdongak ke atas sekaligsu sambil mengucurkan darah dari mulutnya.‘Beukh’Tak tanggung lagi Indra kembali menghantam dada si pendekar sampai sempoyongan ke belakang lalu ambruk ke tanah kehilangan kesadaran. Kedua tangan Indra langsung mencengkram rantai yang mengekang
Hanya mendengar suaranya saja ketiga pendekar itu langsung ambruk duduk di tanah dengan tubuh yang lemas, keringat dingin terlihat mengalir di tubuh mereka yang bergetar hebat. Nafas mereka terlihat memburu seiring rasa takut yang mereka rasakan. Indra perlahan menghampiri seorang pendekar dan berdiri di dekatnya.“Ketahuilah, orang-orang yang kalian habisi akan menagih balasannya di alam baka nanti. Di dunia fana mereka mungkin tidak akan mendapatkan keadilan yang setimpal, tapi di alam sana kalian akan menanggung semua akibatnya!” kata Indra sambil menghantam tubuh pendekar itu sampai menjerit kesakitan dan memuntahkan darah, tubuhnya berguling-guling di tanah sebelum akhirnya tak sadarkan diri. Indra kembali mendekati pendekar kedua yang langsung bersujud di depan Indra.“Ampun.. ampuni aku pendekar..” ucap pendekar tersebut sambil tersedu-sedu.“Aku hanyalah manusia biasa. Bagiku orang s
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari