Hanya mendengar suaranya saja ketiga pendekar itu langsung ambruk duduk di tanah dengan tubuh yang lemas, keringat dingin terlihat mengalir di tubuh mereka yang bergetar hebat. Nafas mereka terlihat memburu seiring rasa takut yang mereka rasakan. Indra perlahan menghampiri seorang pendekar dan berdiri di dekatnya.
“Ketahuilah, orang-orang yang kalian habisi akan menagih balasannya di alam baka nanti. Di dunia fana mereka mungkin tidak akan mendapatkan keadilan yang setimpal, tapi di alam sana kalian akan menanggung semua akibatnya!” kata Indra sambil menghantam tubuh pendekar itu sampai menjerit kesakitan dan memuntahkan darah, tubuhnya berguling-guling di tanah sebelum akhirnya tak sadarkan diri. Indra kembali mendekati pendekar kedua yang langsung bersujud di depan Indra.
“Ampun.. ampuni aku pendekar..” ucap pendekar tersebut sambil tersedu-sedu.
“Aku hanyalah manusia biasa. Bagiku orang s
“Apa kau pemimpin mereka?” tanya Mira dengan penuh kewaspadaan, dia sadar kalau pria di hadapannya itu bukanlah pendekar sembarangan.“Hahaha.. selain cantik ternyata kau juga pintar main tebak-tebakan. Kau memang benar, aku pemimpinnya di sini. Jadi aku jamin kau tidak akan menyesal jika mau menjadi pendampingku,” jawab Geni Paksa.“Cih! Sejengkalpun aku tidak akan sudi!” tegas Mira.“Hahaha.. Aku sering mendengarnya dari para wanita yang aku taklukan. Pada akhirnya kau juga akan berakhir sama seperti mereka, berlutut di depanku dan meminta kasih sayang dariku,” kata Geni Paksa sambil menepuk dadanya dengan bangga.“Itu tidak akan terjadi jika kau mati!” bentak Mira yang langsung melompat.Anak buah Geni yang tersisa berniat menghadang Mira tapi ditahan oleh Geni. Mira langsung melayangkan tinju kirinya mengincar wajah
Kusna melesat cepat dengan totokan tangan kanan terbuka mengincar leher satu anak buah Geni, tapi lawannya dengan lincah langsung mengelak ke samping sembari melayangkan lutut kanannya mengincar perut Kusna. Tapi Kusna dengan gesit mengangkat lututnya sampai beradu dengan lutut lawannya, tangan kirinya langsung melesat dengan totokan menuju dada lawan.‘Beukh’‘Cleb’‘Deukh’“Heukh.. Aaarrrggghh,” pekik anak buah Geni.Suara benturan terdengar saat lutut mereka beradu, tapi Kusna berhasil menancapkan totokannya ke dada lawan hingga menjerit kesakitan dan mengeluarkan darah dari bekas totokan Kusna. Tubuh Kusna sendiri kembali terpental karena anak buah Geni yang lain sejak tadi tidak diam saja dan menyerang Kusna dengan tendangannya yang dengan telak berhasil menghantam pinggang kiri Kusna yang sedang fokus menyerang rekannya.Sementara itu Mira yang me
Suara ledakan hebat langsung terdengar menggelegar bagaikan guntur tepat saat ajian bayubaraja milik Mira menghantam ajian tribaya milik Geni Paksa. Riuh angin yang bergemuruh langsung menderu kencang, bertiup membawa debu-debu dari bongkahan-bongkahan tanah yang berhamburan ke udara.Tanah di sekitar tempat mereka berdiri langsung bergetar saat kedua ilmu kanuragan tingkat tinggi itu beradu. Cekungan tanah langsung tercipta disekitar Mira dan Geni. Tapi perbedaan kekuatan mereka bisa terlihat jelas sebab Mira langsung memuntahkan darah lagi saat kedua ajian mereka beradu.Perlahan riuh angin dan getara tanah mulai mereda seiring debu-debu yang mulai memudar, terlihat jelas Mira yang terluka parah masih berdiri di depan Geni yang tampak baik-baik saja. tinju tangan kiri Mira terlihat masih menekan telapak tangan Geni. Tapi saat kepalan tangannya terasa semakin panas, Mira buru-buru menarik tangannya dan mundur dengan tubuh yang sempoyongan.
Indra tiba-tiba melompat dan melayangkan pukulannya di udara, mau tidak mau Geni langsung melayani serangan Indra di udara. Geni menahan pukulan tangan kanan Indra sambil membalas dengan tendangan kaki kanannya, tapi Indra dengan gesit menahan tendangan Geni dengan betisnya. Mereka terus jual beli serangan hingga akhirnya menapak di tanah.“Hihihi.. lawanmu itu aku Geni! Apa kau hanya berani melawan orang yang sudah terluka saja hah?” ejek Indra sambil tertawa.“Keparat! Kau akan menyesal karena sudah membuatku marah bajingan!” bentak Geni.“Pergilah,” ucap Indra kepada Mira. Tanpa membuang waktu, Mira langsung memapah Kusna dan pergi dari tempat itu secepatnya. Kini di sana hanya tinggal Geni dan Indra saja yang masih berhadapan.“Aku harap Maung Lara tidak menyelematkanmu lagi kali ini,” tukas Geni yang langsung memasang kuda-kuda dengan tatapan tajam
Geni tidak membuang kesempatan dan langsung menerjang sambil menyerang Indra dengan serangan telapak tangan secara beruntun. Indra dengan sigap langsung melayani serangan demi serangan yang Geni lakukan dan menahannya menggunakan kedua tangannya. pergerakan tangan mereka berdua tampak cepat saling menyerang, memukul, menghantam, menyikut dan mengunci.‘Beukh’‘Dakh’‘Beugh’Suara benturan demi benturan yang kencang terdengar secara beruntun, debu-debu di sekitar mereka berdiri langsung beterbangan terbawa deru angin yang bertiup dari titik benturan serangan mereka. Dedaunan kering serta rumput yang tercabut ikut berhamburan ke udara setiap kali hempasan angin bertiup.Geni benar-benar dibuat kaget dengan perkembangan kemampuan Indra yang berbanding jauh dengan saat mereka bertarung 6 bulan yang lalu. Geni melancarkan serangan dengan hantaman telapak tangan mengincar dada
Deru angin langsung riuh bergemuruh tatkala Geni Paksa sudah siap dengan ajian caturbaya miliknya. Indra mengacungkan kepalan tangan kanannya ke udara, saat itu juga kilatan-kilatan petir langsung menyambar tangannya dan menyelimuti seluruh tangannya. Suara guntur di langit mendadak terdengar menggelegar bersahut sahutan menambah getir suasana malam di Kampung Lanjar.“Kau pikir bisa menghancurkanku dengan ajian tidak sempurna milikmu itu hah!” bentak Geni yang langsung melesat maju dengan tangan kanan menyongsong tubuh Indra.“Kau akan mengetahuinya nanti!” tegas Indra yang langsung menghentakan kakinya dan maju menyambut datangnya serangan Geni. Riuh angin terdengar bergemuruh mengiringi setiap langkah mereka berdua, kilatan-kilatan petir terlihat menyelimuti tangan kanan Indra yang langsung dia lesatkan ke depan.“Ajian caturbaya!” teriak Geni sambil menghantamkan pukulan tangan kan
“Memangnya kenapa? Bagiku Aki Guru Braja Ekalawya adalah orang yang baik dan sangat aku hormati, setiap wejangan yang dia berikan adalah kebenaran. Dia selalu mengarahkanku kepada jalan kebaikan dan menjunjung tinggi keadilan,” jawab Indra sambil terus tertunduk.“Bukankah kau bilang sangat membenci kejahatan hah? Kau bilang aku biadab dan keji! Kau bilang aku pantas untuk binasa! Kau bilang aku tidak pantas mendapatkan maaf! Kau bilang aku adalah orang yang sudah terlanjur terbuai oleh kotornya dunia! Tapi mengapa kau memaafkan kelakuan gurumu sendiri? Apa kau tidak malu memiliki guru sepertinya? Jawab aku Indra!” tegas Geni.‘Beukh’“Uhuk..” Geni kembali batuk dan memuntahkan darah saat dadanya dihantam tendangan oleh Indra.“Itu jawaban dariku biadab! Mungkin masa lalu guruku seburuk yang kau katakan, mungkin kelakuannya sejahat yang kau ucapka
“Jika saja aku datang kemari lebih cepat, mungkin semua warga di sini bisa diselamatkan,” ujar Indra sembari mengingat Manan dan para warga desa yang menjadi korban kebiadaban Geni Paksa dan para anak buahnya yang keji.Tiba-tiba saja dari belakang Indra terdengar suara beberapa orang yang berlari dan semakin mendekat, dua bayangan langsung melesat ke belakang Indra dan berdiri tepat di belakangnya. Perlahan Indra membalikan tubuhnya dan terkejut saat melihat dua orang yang sudah berdiri di belakangnya adalah Windu dan Salaksa yang memakai jubah hitam.“Kalian berdua?” ujar Indra sambil menunjuk kepada Salaksa dan Windu yang malah saling memandang.“Kau pemuda tengil yang waktu itu ada di turnamen beladiri bukan?” Windu malah balik bertanya dan menatap Indra dengan tajam.“Ya, kalian kalau tidak salah yang waktu itu main petak umpet di pohon kan?” jawab
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari