Suara benturan dan pekikan para bandit terdengar jelas saat Indra mendaratkan serangannya di tubuh mereka. Dengan lincah Indra berganti dari gerakan ketiga, kedua dan pertama silat pancalima tanpa kesusahan sedikitpun. Semakin sering dia menggunakan gerakan silat yang diajarkan Maung Lara kelihatannya semakin terampil saja dia menggunakannya.
Kali ini Indra yang dikepung tujuh orang bandit segera melompat ke udara dan menggunkan gerakan ketiga pancalima dengan membalik tubuhnya sembari menghujamkan kedua tinjunya ke bawah. Dua kepala bandit yang terkena hantaman tinju Indra langsung roboh bersamaan dengan suara benturan yang cukup keras. Indra tidak membuang waktu dan segera melesat lagi dengan tendangan mengincar leher seorang bandit.Musuhnya terlihat mencoba menghalaunya menggunakan bilah pedang. Tapi tubuhnya tetap terpental ke belakang saking kuatnya tendangan yang dilakukan oleh Indra. Tiga bandit lainnya mencoba menyerang Indra dengan senjata di tangTerlihat Indra hanya tersenyum sambil mengangkat tangan kanannya ke udara, tak lama kemudian terdengar suara gemuruh guntur di langit bersamaan dengan sambaran petir yang terlihat menyambar tangan kanan Indra. Kilatan-kilatan petir tampak menyelimuti tangan kanan Indra yang sengaja menggunakan ajian tinju gelap untuk mengalihkan perhatian belasan musuh yang mengepung Mira.“Lompat!” teriak Indra sambil melompat menuju ke arah Mira.Mendengar perintah Indra itu Mira segera melompat sekuatnya ke udara. Gemuruh angin yang menderu terasa mengiringi gerakan Indra yang melesat ke tempat Mira. Setelah berada di bawah Mira, Indra segera menghantamkan ajian tinju gelapnya ke tanah tepat di tengah-tengah para bandit yang tadi mengepung Mira.‘Tarrrr’‘Bbhhooommrrr’‘Ggggrrrrr’Kilatan petir terlihat menyambar dari pukulan tangan kanan Indra disusul dengan suara dentuma
“Orang seperti dia tidak akan pernah berhenti mengoceh sebelum dikubur di dalam tanah!” tukas Guludug sambil menghunuskan golok dari pinggang kirinya.Keenam bandit yang ada di bawah mereka juga terlihat mulai menghunuskan senjata yang mereka bawa. Indra segera waspada dan mulai memasang kuda-kuda gerakan silat pancalima, melihat Nyi Sarwati tidak menanggapi kuda-kudanya sedikitpun Indra merasa lega sebab itu artinya Nyi Sarwati tidak mengetahuinya. Mira sendiri juga langsung waspada di belakang Indra seraya memasang kuda-kuda gerakan silatnya.“Hihihi.. bukankah kalian juga sama? Kalian tidak akan pernah berbuat keonaran dan kejahatan kecuali sudah dikubur di dalam tanah!” balas Indra sambil tersenyum mengejek.“Hahaha.. aku tidak akan pernah mati jika hanya dikubur di dalam tanah!” tegas Guludug sambil melompat dari atap rumah dan menapak tak jauh di depan Indra.“Jika kau memang bisa men
“Matilah!” teriak Guludug yang melompat sudah ada di atas kepala Indra dengan golok melayang mengincar leher Indra. Tapi sejak tadi Mira sudah menghentakan kedua tangannya ke tanah sebagai tumpuan. Tubuhnya sontak melesat terlontar ke atas dengan kedua kaki berhasil menghantam pinggang kiri Guludug.‘Beukh’Suara benturan keras terdengar bersamaan dengan Guludug yang meringis kesakitan, tubuhnya terpental dan berguling-guling di tanah. Indra sendiri segera menangkap tangan kanan Mira dengan tangan kirinya sementara tangan kanan Indra sendiri sudah berayun menebaskan pedangnya mengincar seorang bandit yang datang dengan ayunan goloknya.‘Trang’‘Beukh’Suara dentingan senjata beradu terdengar saat pedang di tangan Indra berbenturan dengan golok bandit di depannya. Sementara itu Mira yang sudah menggenggam tangan kiri Indra juga segera berayun menghantam satu bandit yang ba
Tanpa aba-aba mereka berdua segera melesat menuju kepada tiga bandit yang ada di depan Indra. Sontak ketiga bandit yang sudah kehilangan senjatanya itu terkejut. Indra melesat dengan tendangan kaki kanan mengincar leher lawannya sementara Mira melompat sambil menebaskan pedangnya di belakang Indra.Melihat seorang temannya dikeroyok, dua bandit lainnya segera bereaksi dengan mendekat. Tapi itulah yang sejak awal direncanakan Indra. Dia segera mengubah gerakannya ke gerakan kedua pancalima, sementara Mira segera menghentakan kedua kakinya ke pundak Indra sampai tubuhnya terlontar menuju dua bandit yang datang. Karena terpedaya dengan gerakan Indra serta Mira mau tidak mau kedua bandit itu tidak dapat menghindar.Seorang bandit menjerit saat dadanya tertembus pedang di tangan kiri Mira. Sementara satu bandit lainnya tanpa bisa berkata hanya ambruk ke tanah dengan mata terbalik setelah lehernya terkena pukulan Indra dengan sangat telak sampai terdengar suara t
Guludug menerjang dengan mengayunkan golok di tangannya mengincar leher Indra, sementara itu Nyi Sarwati juga menyerang dari samping dengan pukulannya yang diselipkan jarum di sela-sela kepalan jarinya. Indra memilih untuk menghindari tebasan golok Guludug, lalu tangan Indra bergerak menangkap pergelangan tangan Nyi Sarwati yang datang. Tak lupa Indra juga membalas serangan dengan mengayunkan tendangan kaki kanannya mengincar pinggang Nyi Sarwati meski akhirnya berhasil ditahan oleh lengan kiri Nyi Sarwati.Di sisi lain. Ketiga bandit yang ada di hadapan Mira kembali menuju Mira yang ada di belakang Indra. Dua bandit mencoba menebaskan senjatanya mengincar tubuh Mira sementara satu bandit lainnya menunduk dan merentangkan kakinya mengincar perut Mira. Tak mau mengambil resiko, Mira segera menghindari kedua tebasan yang datang dan menjauhi tendangan musuh lainnya hingga punggungnya kini menempel dengan punggung Indra.Guludug kembali bergerak, dia kali ini m
Dengan cepat Nyi Sarwati melemparkan tiga jarum beracun miliknya menuju Mira yang tengah beradu serangan dengan dua bandit yang ada di dekatnya. Karena tidak punya pilihan lain lagi Indra segera mencabut topeng kulit di wajahnya lalu dilemparkan menuju tiga jarum yang melesat. Ketiga jarum itu menancap di topeng kulit dan terbawa ke arah lain hingga Mira selamat. Namun saat melihat Nyi Sarwati tidak bereaksi sedikitpun Indra mengambil kesimpulan bahwa Nyi Sarwati memang belum tahu wajahnya.Guludug sendiri hanya menyipitkan matanya saat melihat wajah asli Indra. Kali ini Indra segera mengayunkan pukulannya mengincar leher Guludug namun berhasil ditangkis dengan mudahnya oleh Guludug. Indra mencoba serangan lainnya dengan mengayunkan kaki kanannya sambil memutar tubuhnya. Suara benturan kembali terdengar saat Guludug berhasil menahan tendangan Indra. Namun Nyi Sarwati tanpa di duga kali ini melompat menuju Indra sambil mengayunkan tendangannya yang diselipkan jarum berac
Nyi Sarwati yang sudah siap dengan ilmu kanuragan miliknya segera berlari menuju Mira diikuti oleh Guludug yang mengikutinya dari belakang, riuh angin yang menderu terdengar bergemuruh mengiringi pergerakan mereka berdua. Mira segera maju ke depan menyambut kedatangan musuh. Indra juga turut mengikuti Mira setelah mencabut pedang yang Mira tancapkan ke tanah.Mira dan Nyi Sarwati langsung menghantamkan ilmu kanuragan yang mereka gunakan hingga terdengar suara dentuman kencang bersamaan dengan tanah yang bergetar dan permukaan tanah yang berhamburan ke udara. Di saat itulah Guludug melompat dari balik Nyi Sarwati sembari menebaskan goloknya mengincar kepala Mira. Tapi Indra segera menggunakan pedang di tangan kanannya untuk menangkis golok Guludug sampai terdengar suara benturan nyaring.Nyi Sarwati segera melesatkan jarum beracun dari tangan kirinya tapi berhasil ditangkap oleh Indra yang sudah melepaskan pedangnya. Mira menangkap pedang yang dilepaskan ole
Saat itu juga riuh angin yang menderu langsung berhembus semakin kencang hingga semua rumah di Desa Gugur luluh lantak. Tanah yang berguncang terasa semakin dahsyat bagaikan gempa bumi, semua pohon di Desa Gugur tumbang ke tanah. Ribuan petir di langit yang menyambar-nyambar terlihat mulai turun ke Desa Gugur. Sontak saja Nyi Sarwati dan Guludug yang melihatnya ikut menggigil ketakutan.“Hentikan dia!” teriak Nyi Sarwati sambil mencabut semua jarum yang tersisa di bajunya lalu dilemparkan menuju Indra.Guludug sendiri segera melemparkan goloknya mengincar kepala Indra yang masih menekan kedua tangannya di permukaan tanah. Akan tetapi jarum-jarum beracun beserta golok yang dilemparkan oleh Guludug seakan tidak mampu mendekat. Senjata mereka berdua langsung terpental seakan membentur tembok yang sangat kokoh, di saat yang bersamaan ribuan petir dari langit juga langsung menghantam Desa Gugur tanpa ampun.‘Wwrrrrr’
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari