Tanpa aba-aba mereka berdua segera melesat menuju kepada tiga bandit yang ada di depan Indra. Sontak ketiga bandit yang sudah kehilangan senjatanya itu terkejut. Indra melesat dengan tendangan kaki kanan mengincar leher lawannya sementara Mira melompat sambil menebaskan pedangnya di belakang Indra.
Melihat seorang temannya dikeroyok, dua bandit lainnya segera bereaksi dengan mendekat. Tapi itulah yang sejak awal direncanakan Indra. Dia segera mengubah gerakannya ke gerakan kedua pancalima, sementara Mira segera menghentakan kedua kakinya ke pundak Indra sampai tubuhnya terlontar menuju dua bandit yang datang. Karena terpedaya dengan gerakan Indra serta Mira mau tidak mau kedua bandit itu tidak dapat menghindar.Seorang bandit menjerit saat dadanya tertembus pedang di tangan kiri Mira. Sementara satu bandit lainnya tanpa bisa berkata hanya ambruk ke tanah dengan mata terbalik setelah lehernya terkena pukulan Indra dengan sangat telak sampai terdengar suara tGuludug menerjang dengan mengayunkan golok di tangannya mengincar leher Indra, sementara itu Nyi Sarwati juga menyerang dari samping dengan pukulannya yang diselipkan jarum di sela-sela kepalan jarinya. Indra memilih untuk menghindari tebasan golok Guludug, lalu tangan Indra bergerak menangkap pergelangan tangan Nyi Sarwati yang datang. Tak lupa Indra juga membalas serangan dengan mengayunkan tendangan kaki kanannya mengincar pinggang Nyi Sarwati meski akhirnya berhasil ditahan oleh lengan kiri Nyi Sarwati.Di sisi lain. Ketiga bandit yang ada di hadapan Mira kembali menuju Mira yang ada di belakang Indra. Dua bandit mencoba menebaskan senjatanya mengincar tubuh Mira sementara satu bandit lainnya menunduk dan merentangkan kakinya mengincar perut Mira. Tak mau mengambil resiko, Mira segera menghindari kedua tebasan yang datang dan menjauhi tendangan musuh lainnya hingga punggungnya kini menempel dengan punggung Indra.Guludug kembali bergerak, dia kali ini m
Dengan cepat Nyi Sarwati melemparkan tiga jarum beracun miliknya menuju Mira yang tengah beradu serangan dengan dua bandit yang ada di dekatnya. Karena tidak punya pilihan lain lagi Indra segera mencabut topeng kulit di wajahnya lalu dilemparkan menuju tiga jarum yang melesat. Ketiga jarum itu menancap di topeng kulit dan terbawa ke arah lain hingga Mira selamat. Namun saat melihat Nyi Sarwati tidak bereaksi sedikitpun Indra mengambil kesimpulan bahwa Nyi Sarwati memang belum tahu wajahnya.Guludug sendiri hanya menyipitkan matanya saat melihat wajah asli Indra. Kali ini Indra segera mengayunkan pukulannya mengincar leher Guludug namun berhasil ditangkis dengan mudahnya oleh Guludug. Indra mencoba serangan lainnya dengan mengayunkan kaki kanannya sambil memutar tubuhnya. Suara benturan kembali terdengar saat Guludug berhasil menahan tendangan Indra. Namun Nyi Sarwati tanpa di duga kali ini melompat menuju Indra sambil mengayunkan tendangannya yang diselipkan jarum berac
Nyi Sarwati yang sudah siap dengan ilmu kanuragan miliknya segera berlari menuju Mira diikuti oleh Guludug yang mengikutinya dari belakang, riuh angin yang menderu terdengar bergemuruh mengiringi pergerakan mereka berdua. Mira segera maju ke depan menyambut kedatangan musuh. Indra juga turut mengikuti Mira setelah mencabut pedang yang Mira tancapkan ke tanah.Mira dan Nyi Sarwati langsung menghantamkan ilmu kanuragan yang mereka gunakan hingga terdengar suara dentuman kencang bersamaan dengan tanah yang bergetar dan permukaan tanah yang berhamburan ke udara. Di saat itulah Guludug melompat dari balik Nyi Sarwati sembari menebaskan goloknya mengincar kepala Mira. Tapi Indra segera menggunakan pedang di tangan kanannya untuk menangkis golok Guludug sampai terdengar suara benturan nyaring.Nyi Sarwati segera melesatkan jarum beracun dari tangan kirinya tapi berhasil ditangkap oleh Indra yang sudah melepaskan pedangnya. Mira menangkap pedang yang dilepaskan ole
Saat itu juga riuh angin yang menderu langsung berhembus semakin kencang hingga semua rumah di Desa Gugur luluh lantak. Tanah yang berguncang terasa semakin dahsyat bagaikan gempa bumi, semua pohon di Desa Gugur tumbang ke tanah. Ribuan petir di langit yang menyambar-nyambar terlihat mulai turun ke Desa Gugur. Sontak saja Nyi Sarwati dan Guludug yang melihatnya ikut menggigil ketakutan.“Hentikan dia!” teriak Nyi Sarwati sambil mencabut semua jarum yang tersisa di bajunya lalu dilemparkan menuju Indra.Guludug sendiri segera melemparkan goloknya mengincar kepala Indra yang masih menekan kedua tangannya di permukaan tanah. Akan tetapi jarum-jarum beracun beserta golok yang dilemparkan oleh Guludug seakan tidak mampu mendekat. Senjata mereka berdua langsung terpental seakan membentur tembok yang sangat kokoh, di saat yang bersamaan ribuan petir dari langit juga langsung menghantam Desa Gugur tanpa ampun.‘Wwrrrrr’
“Ini untuk semua wanita yang telah kau nodai dan untuk semua orang yang pernah kau siksa serta kau rampas harta bendanya semasa kau hidup!” bentak Indra seraya mengujamkan telapak tangan kanannya menuju dada Guludug.‘Beukh’“Aakkhhhh!” jerit Guludug lagi saat Indra menghantamkan ajian caturbaya dari tangan kanannya.‘Dhooommrrrr’Suara dentuman keras kembali terdengar bersamaan dengan tanah yang berguncang sebentar, deru angin yang bergemuruh juga sejenak bertiup lebih kencang dari sebelumnya. Tubuh Guludug kembali hancur berkeping-keping. Tapi sama seperti sebelumnya, tak lama kemudian tubuh Guludug kembali utuh tapi dengan tubuh yang lebih pucat lagi. Kali ini dia bahkan hanya berlutut di tanah karena tidak sanggup berdiri.Tapi Indra tanpa ampun kembali mencekik leher Guludug dengan tangan kirinya lalu tubuhnya di angkat tinggi-tinggi ke udara. Guludug kali ini telrih
Jika memang Desa Petir adalah tempat berkumpulnya para pendekar yang terbuang, Indra yakin di sana minimal pasti ada satu atau dua orang pendekar yang paham tentang ramuan serta racun. Atau paling tidak mereka pasti tahu tempat yang harus Indra tuju di wilayah Kerajaan Girilaya untuk menyelamatkan nyawa Mira.Mira sendiri saat ini sudah diantara sadar dan tidak sadar, saking panasnya suhu tubuh dia kini Mira merasa seakan-akan sedang mengambang tanpa bisa merasakan apapun. Semua anggota tubuhnya seakan sudah tidak bisa dia rasakan lagi. Matanya yang terpejam saja seakan cukup sulit untuk dibuka, mulutnya juga serasa sangat berat untuk digerakan.“Mira.. aku mohon.. bertahanlah,” samar-samar dia mendengar suara Indra yang begitu lirih.“Mira.. aku mohon.. kuatkan dirimu. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan jika sampai kehilanganmu,” kembali samar-samar terdengar suara Indra yang semakin pelan.“In
Sementara itu Indra di alam bawah sadarnya saat ini serasa mengambang di sebuah ruangan yang hampa. Di sekelilingnya hanya ada kegelapan yang kosong hingga tidak bisa melihat apapun di sekitarnya, baik itu tangannya sendiri. Perlahan secercah cahaya yang menyilaukan bersinar sangat terang sampai dia harus menutup mata saking silaunya. Saat perlahan membuka kedua matanya kini dia berada Pasir Waringin.Entah mengapa dia saat ini seakan sedang mengalami kenangan-kenangan yang pernah dia lalui semasa hidupnya. Semua kepingan-kepingan ingatan yang pernah dia alami serasa muncul semuanya secara bertahap dari yang baru-baru saja dia alami hingga akhirnya mundur ke ingatan yang lebih lama.Saat ini dia secara perlahan seakan mengalami lagi ingatannya saat berada di Pasir Waringin bersama dengan Raka, Eka dan Maung Lara. Entah mengapa meski hanya ingatan saja dia merasa sangat senang bisa mengalaminya lagi seakan-akan bisa dia rasakan lagi semuanya secara langsung.
Indra berusaha untuk duduk tapi punggungnya terasa pegal. Meski begitu dia terus berusaha hingga akhirnya bisa duduk di tempat tidurnya. Perlahan dia menatap sekelilingnya, sekarang dia ingat kalau itu seperti rumah Sopala yang pernah dia singgahi sebelumnya. Indra kemudian menatap sekujur tubuhnya. Dada serta perutnya tampak masih dibalut oleh perban, tapi rasanya sudah tidak ada yang sakit sedikitpun. Hanya rasa pegal saja yang masih bisa dia rasakan.Tak lama kemudian terdengar suara derap langkah mendekat menuju ke ruangan tempatnya berada saat ini. Perlahan pintu ruangan terbuka, perhatian Indra terus tertuju kepada pintu masuk ke ruangannya. Saat pintu terbuka ternyata Mira yang masuk ke dalam dengan membawa perban dan air di sebuah nampan. Indra hanya tersenyum saat melihatnya, dia benar-benar merasa lega karena melihat Mira baik-baik saja.“Indra,” ujar Mira seakan tidak percaya.Mira buru-buru mendekati Indra dan menaruh na
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari