“Apa maksud Mahaguru Waluya? Kenapa tiba-tiba saya berada dalam bahaya?” tanya Indra seraya mengernyitkan keningnya.
“Aku yakin sebelum mengajarkan ajian gelap ngampar kepadamu kau pernah diberitahu oleh Maung Lara bahwa ajian terlarang milik paguron besar Kerajaan Galuh tidak boleh diajarkan kepada siapapun kecuali kepada keturunan Mahaguru paguron tersebut. Kepada murid dari Kerajaan Galuh sendiri saja tidak diperbolehkan, apalagi kepada orang luar kerajaan sebab itu sama saja dengan memberikan senjata rahasia Kerajaan Galuh,” jawab Waluya.“Mungkin itu semua pengecualian untuk para murid Margabuana sebab Purbakala sejak dulu memang tidak pernah peduli dengan aturan seperti itu. Hampir semua muridnya dia ajarkan ajian terlarang tersebut. Karena itulah dulu Margabuana tidak ada yang bisa menandingi sebab setiap muridnya saja bisa menggunakan ajian terlarang. Tapi sekarang berbeda, Margabuana juga sudah tidak ada,” lanjut“Oh. Ya, tentu saja. Setiap paguron besar biasanya memiliki sebuah kitab berisi ilmu-ilmu kanuragan di paguron tersebut. Ajian terlarang juga ditulis di sana, hal itu bertujuan andaikan Mahaguru sebelumnya belum sempat mengajarkannya kepada penerusnya maka penerusnya masih tetap bisa mempelajari ajian terlarang tersebut dengan tujuan baik tentunya,” jelas Waluya.“Oh begitu. Pantas saja, hihi.. saya kira tadinya murid bisa mencuri begitu saja lewat mimpinya atau bagaimana,” tukas Indra.“Haha.. tidak juga. Yah meskipun sebenarnya ada Trah (keturunan) spesial di Galuh yang bisa melakukannya,” kata Waluya sembari tertawa.“Eh? Maksudnya bagaimana?” tanya Indra lagi agak terkejut mendengar perkataan Waluya barusan.“Lupakan saja. jika tidak ada pertanyaan lain lagi sebaiknya kau juga bersiap untuk latih tanding, kecuali kalau kau memang tidak ingin melakukannya,” ucap Waluya
“Serang aku kapanpun kau mau,” tantang Darga kepada Juhama setelah mereka berdua saling berhadapan satu sama lain.“Tanpa ragu aku akan melakukannya!” tegas Juhama yang wujudnya seketika lenyap dari pandangan Darga.“Ajian halimunan ya,” ujar Darga sambil menyeringai seakan tidak takut sedikitpun.“Tidak ada angin, di lapangan itu juga tidak terlalu berdebu dan berumput pendek saja. Akan sangat sulit mengantisipasi pergerakan dari Juhama kalau seperti itu,” batin Indra. Jika dia ada di posisi Darga mungkin satu-satunya pilihannya untuk menahan serangan Juhama hanyalah dengan memperhatikan rumput-rumput yang ada di tanah yang pasti bergerak saat dipijak.Namun Darga sama sekali tidak menundukan kepalanya, dia tidak bergerak sedikitpun dan menatap ke depannya seperti tadi. Indra mulai menyipitkan matanya seakan ingin lebih jelas melihat cara seperti apa yang Darga gunakan untuk menganti
Sekejap mata Juhama segera menghentakkan kaki kanannya ke tanah hingga tubuhnya melaju cepat menuju Darga dengan pukulan tangan kanan tegak lurus mengincar dadanya. Kali ini kecepatannya jauh lebih tinggi dari sebelumnya, namun Darga hanya tersenyum saja dan segera mengelak ke samping sambil mengangkat kaki kanannya.Pukulan Juhama hanya menghantam angin saja sementara itu kaki kanan Darga melayang saat Juhama sudah berada di dekatnya, Juhama dengan lincah melontarkan tubuhnya ke udara menggunakan kedua kakinya dan berhasil menghindari tendangan dari Darga. Dari atas dengan cepat Juhama menghujamkan kaki kanannya sekuat tenaga mengincar kepala Darga. Namun tanpa mendongakan kepalanya sedikitpun Darga segera menyilangkan kedua tangannya ke atas untuk melindungi kepalanya.‘Bragh’Suara benturan keras terdengar begitu kencang saat hujaman kaki kanan Juhama menghantam kedua lengan Darga. Bahkan saking kerasnya rumput dan bongkahan keci
“Uhuk,” Juhama lagi-lagi batuk darah, tubuhnya yang berlutut di tanah tampak mulai bergetar. Pandangannya seketika semakin buram sebelum akhirnya tubuhnya terkulai lemas ambruk ke tanah tak sadarkan diri.“Jadi hanya sampai di sana saja batasannya ya,” ucap Darga sambil menotok lagi dada serta tangan kanan Juhama.“Bawa dia ke dalam dan segera rawat dia,” perintah Patra kepada beberapa murid perguruan yang tak jauh darinya.Murid-murid itu hanya mengangguk dan segera membawa Juhama ke sebuah gubug untuk diobati luka-lukanya. Mahaguru Waluya yang menyaksikan hal tersebut hanya menghela nafas dalam seakan kecewa dengan hasil yang ditunjukan oleh Juhama. Sementara itu Darga segera berbalik menatap Indra seakan sudah siap menantangnya.“Indra, apakah kau mau langsung bertarung dengannya?” tanya Waluya kepada Indra.“Maaf Mahaguru. Kalau boleh saya ingin menghadapi murid
Murid Jatibuana yang ada di depan Indra hanya mengangguk lalu melompat dengan cepat sembari melayangkan tendangan kaki kanannya mengincar leher Indra. Tapi Indra dengan lincah segera mengelak ke samping sambil membalas serangan pendekar tersebut dengan hantaman telapak tangan kanannya. Namun lawannya juga tidak kalah gesit sebab berhasil menundukan kepalanya menghindari serangan Indra, kaki kirinya juga bergerak lagi mengincar pinggang Indra.‘Deukh’Indra berhasil menangkis serangan tersebut dengan betis kaki kanannya. Suara benturan keras terdengar pertanda serangan mereka memang dilapisi oleh tenaga dalam yang kuat. Dari benturan itu saja Indra bisa menyimpulkan bahwa fisik pemuda tersebut memang sejak awal sudah kuat. Itu artinya semua pendekar yang terlahir dari keturunan Jawara Kerajaan Galuh memiliki fisik yang jauh lebih kuat dibandingkan pendekar yang lahir dari keturunan pendekar Kerajaan Panjalu.“Tidak heran jika m
“Gila emang kekuatan fisiknya,” batin Indra saat serangannya hanya membuat tubuh lawannya membungkuk ke depan saja.Indra kembali melayangkan telapak tangan kirinya mengincar bahu kanan lawannya, tapi kali ini murid Jatibuana tersebut segera menghentakan kakinya seraya melompat ke samping kiri dan lolos dari serangan Indra. Pemuda itu kemudian mulai mengubah gerakannya untuk menggunakan gerakan delapan totok Jatibuana. Kedua tangannya kini tidak lagi mengepal tapi membentuk gerakan totokan.Pemuda itu dengan cepat mengayunkan totokan tangan kanan dan kirinya secara bersamaan mengarah kepada Indra. Tapi pergerakannya yang masih mentah jelas tidak berbahaya bagi orang seperti Indra. Dengan gesit tanpa kesusahan sedikitpun Indra berhasil menghindari setiap serangan yang dilakukan pemuda itu. Indra sengaja mengulur waktu tidak segera menumbangkan lawannya untuk mengetahui setiap gerakan dari gerakan silat yang dilakukan lawannya.Meski
“Aku mengerti kenapa Juhama tidak sanggup menandinginya. Kekuatan fisik serta tenaga dalamnya memang bukanlah tandingan Juhama,” batin Indra yang merasakan kalau tangan Darga benar-benar keras layaknya batu meski tanpa ilmu kanuragan apapun.“Orang ini, kenapa dia tidak meringis sedikitpun meski menahan pukulan sekuat tenagaku? Apakah dia benar-benar orang Panjalu?” pikir Darga yang benar-benar terkejut melihat Indra tidak kesakitan sedikitpun seperti Juhama. Bukan hanya Darga yang terkejut melihatnya tapi hampir semua murid Jatibuana yang ada di sana terlihat terkejut bukan main.Indra langsung menghentakan telapak tangannya dan mundur sedikit ke belakang seakan ingin menyusun rencana untuk mengalahkan Darga. Tapi Darga tidak membiarkannya begitu saja, dengan cepat dia segera menghentakan kaki kanannya dan melesat menuju Indra dengan pukulan tangan kanannya. Indra memilih menghindari pukulan Darga dengan menunduk ke bawah dan mengay
“Tidak mungkin, dia bisa menahan sampai gerakan ketiga delapan totok Jatibuana?” batin Darga yang benar-benar kaget saat semua serangan beruntun yang dilakukan olehnya berhasil dihalau oleh Indra yang menggunakan gerakan pancalima.Darga melayangkan totokan tangan kanannya mengincar leher Indra dalam kecepatan tinggi, tapi dengan tangkas Indra segera mengayunkan pukulan tangan kanannya menghantam pergelangan tangan Darga sampai arah serangannya berbelok. Namun tangan kiri Darga tidak diam saja sebab bersamaan dengan tangan kanannya, tangan kiri Darga juga melesat mengincar perut Indra.‘Deukh’Suara benturan keras kembali terdengar saat lutut Indra menghantam tangan kiri Darga hingga serangannya hanya meleset ke samping kirinya saja. Indra kini membalas dengan serangan tangan kirinya yang melayang cepat mengincar dada Darga. Dalam situasi seperti itu pendekar biasa pastinya akan terkena serangan Indra dengan telak, tapi
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari