“Tuan Senopati, kalau boleh saya tahu sekarang Windu dan Salaksa dimana ya?” tanya Indra.
“Oh, mereka ada di belakang rumah ini bersama prajurit lainnya. Kamu ingin menyusun strategi ya?” jawab Senopati seraya balik bertanya kepada Indra.“Iya Tuan,” jawab Indra sambil mengalihkan pandangannya kepada Adipati.“Kalau boleh saya minta diantar sama bawahan Tuan Adipati, soalnya takut nyasar,” jawab Indra agak ragu-ragu.“Hahaha.. silahkan. Padahal mana mungkin bisa nyasar, lagipula meski nyasar tetap di dalam rumahku kok,” jawab Madyanala sambil tertawa.“Hihihi.. Sebenarnya bisa sih nggak nyasar, tapi mungkin saya menerobos dinding-dinding rumah,” tukas Indra sambil ikut tertawa.Indra langsung pamit dan diantar seorang pelayan Adipati untuk menuju ke belakang rumah. Sesampainya di sana terlihat banyak prajurit kerajaan yang sedang berisKedelapan pendekar itu langsung mengangguk paham dan pergi menjalankan tugasnya. Windu langsung memerintahkan prajurit lainnya untuk mengepung Desa Parai dari berbagai titik. Tapi mereka juga diperintahkan untuk menjaga jarak, barulah saat mendapat tanda dari delapan pendekar mereka bisa langsung menyerang lawan yang ada di dalam Desa. Para prajurit itu langsung mengangguk dan pergi ke titik tempat mereka masing-masing.“Kita juga haru segera berpencar,” kata Salaksa sambil mengeratkan ikatan tali sarung pedangnya.“Ingatlah, jika kau bertemu Darjasena sebaiknya beritahu kami. Kau tidak mungkin sanggup menghadapinya,” ucap Windu sambil menatap Indra.“Hihihi.. Iya-iya,” jawab Indra sambil tertawa. Jujur saja dia masih heran melihat Windu dan Salaksa masih meremehkannya. Mereka mungkin masih belum percaya jika dia berhasil mengalahkan Geni Paksa seorang diri.Mereka bertiga langsung berjalan ke ar
‘Tap’“Aduh!” jerit wanita yang berniat menyepak Indra. Kini kakinya diinjak oleh Indra saat tadi melayang mendekatinya.“Hihihi.. maaf nggak sengaja, kirain sandaran bangku,” tukas Indra sambil tertawa.Namun dari depan wajahnya mendadak sebuah pedang melesat, andaikan saja dia tidak menunduk mungkin lehernya sudah tertusuk oleh pedang yang melesat. Ternyata wanita yang tadi mundur sudah melemparkan pedangnya dari kejauhan. Kini satu pendekar yang tadi selangkangannya dihantam sudah tidak sadarkan diri, sisanya Indra masih dikelilingi oleh empat pendekar, dua wanita dan dua pria.Pria yang membawa golok langsung melompat menuju Indra dan mengayunkan goloknya secara bertubi-tubi, namun Indra dengan gesit berhasil menghindari setiap tebasan golok lawannya. Wanita yang tadi kakinya diinjak langsung bangkit dan melemparkan pedang temannya yang tadi gagal mengenai Indra.Pendekar wanita
Setelah menjepit pedang musuhnya Indra langsung menghantamkan kakinya mengenai tangan pendekar wanita yang menggenggam pedang. Tapi wanita itu langsung menarik tangannya dan menangkap kaki Indra, dengan cepat dia menarik kaki Indra sampai tubuhnya mendekat. Tinju tangan kirinya langsung melayang menyambut perut Indra.‘Beukh’Indra berhasil menangkis pukulan wanita itu dengan tangan kanannya, di saat yang bersamaan satu pendekar lainnya langsung menghantam kaki kanan Indra yang menjadi tumpuan berdiri. Saat itu juga tubuh Indra melayang hendak terjatuh, tapi wanita yang mencengkram kakinya tadi langsung menarik tubuhnya dan menghantamkan tendangannya mengincar selangkangan Indra, andaikan saja Indra tidak menancapkan pedang lawannya ke tanah dan menghentakan tubuhnya, pasti dia tidak bisa menghindari serangan berbahaya tersebut.Tubuh Indra melayang ke udara dengan tangan kiri masih bertumpu ke pedang lawannya, kaki kanannya langsun
Serangan demi serangan terus terjadi baik dari Salaksa maupun dari kedua lawannya. Suara dentingan senjata yang beradu terus terdengar nyaring. Meskipun Salaksa agak terkejut dengan ketangguhan kedua lawannya namun nyatanya mereka tidak bisa mendaratkan satu seranganpun ke tubuh Salaksa.Pendekar yang membawa golok kembali mengayunkan senjatanya itu mengincar pinggang Salaksa namun berhasil di tepis menggunakan tendangan kakinya, pendekar lainnya langsung menghantamkan tongkatnya mengincar kepala Salaksa dalam waktu yang bersamaan. Salaksa dengan cepat mengarahkan pedangnya secara horizontal di atas kepalanya hingga berhasil menahan hantaman tongkat lawannya.‘Trang’Suara besi menghantam besi kembali terdengar nyaring saat tongkat musuh menghantam bilah tajam pedang Salaksa. Pria yang membawa golok tidak tinggal diam dan langsung mengayunkan goloknya secara membabi buta, tapi semua serangannya dengan mudah bisa dihindari oleh Salak
Saat itu juga riuh angin langsung bergemuruh bertiup, tekanan udara dari tebasan Salaksa kembali terbentuk dan melesat menuju Darjasena diiringi oleh deru angin yang bertiup kencang. Perlahan Darjasena menggerakan tangan kanannya ke gagang pedang miliknya. Hanya sekejap mata dia langsung menebaskan pedangnya ke udara dan menyarungkannya kembali.‘Wwrrr’‘Bhomr’Terdengar suara benturan keras saat tekanan udara yang tercipta dari tebasan jarak jauh Salaksa menghantam tekanan udara yang tercipta dari tebasan Darjasena. Riuh angin kembali bergemuruh kencang dari titik benturan. Namun mata Salaksa tidak berkedip sedikitpun, tatapannya terus tertuju kepada tangan Darjasena yang masih memegang pedangnya.“Mustahil, apa dia benar-benar menebaskannya?” batin Salaksa seakan tidak percaya dengan yang dilihatnya barusan. Andaikan saja orang biasa yang melihatnya mereka mungkin tidak akan bisa melihat perger
Salaksa tampak menatap Darjasena dengan tajam, mereka masih berdiri dengan pola kuda-kuda masing-masing. Salaksa akhirnya memutuskan untuk bergerak menyerang dengan menghentakan kakinya sampai tubuhnya melesat ke depan dan mengayunkan pedangnya mengincar leher Darjasena.Darjasena dengan gesit langsung mengayunkan pedang di tangan kanannya hingga berhasil menangkis pedang Salaksa. Suara dentingan senjata yang beradu kembali terdengar disertai oleh percikan api yang muncul dari gesekan kedua pedang. Salaksa dalam gerakan yang sangat cepat langsung menyerang Darjasena dengan delapan pola serangan secara beruntun, itu adalah gerakan nawa supata.‘Trang’Suara dentingan baja menghantam baja langsung terdengar nyaring setiap kali senjata mereka beradu, percikan-percikan api terus terlihat dari titik gesekan pedang. Pergerakan serangan Salaksa benar-benar cepat hingga riuh angin langsung bertiup setiap Salaksa melakukan serangan. Namun Da
“Aku jamin, aku tidak perlu melewati garis ini untuk mengalahkan gurumu itu,” ejek Darjasena sambil menyeringai menunjuk garis yang dia goreskan di tanah.“Kau sudah melampaui batas! Menghina mahaguruku sama saja dengan membangunkan singa yang tertidur!” ancam Salaksa sambil berusaha membuat pola kuda-kuda tehnik pedang andalannya.“Hahaha.. Kalau singanya ompong seperti gurumu, aku tidak takut!” balas Darjasena sembari tertawa puas.“Guru, izinkan muridmu ini untuk membungkam mulut pendekar yang menghinamu itu!” batin Salaksa sambil memejamkan kedua matanya, perlahan dia membuka kedua matanya lagi.Pedangnya langsung Salaksa genggam dengan kedua tangan, bilah tajamnya mengarah ke kanan sementara bilah lebar pedangnya dia tempelkan ke pundak kanan sampai bagian tumpul pedangnya menyentuh lehernya sendiri, gagang pedangnya dia angkat ke depan bersamaan dengan kaki kirinya yang sedikit
“Kelihatannya malah otakmu yang aneh, aku nanya kemana kau jawabnya apa,” kata Darjasena lagi seolah tidak menyerah untuk memancing amarah Indra.“Hihihi.. sejak kapan kau nanya kemana? Aku juga nggak menjawab apa. Otakmu kali yang karatan noh,” balas Indra sambil berjalan mendekat dan memainkan pedang milik Salaksa.“Melangkah sekali lagi maka akan kutebas kepalamu itu!” bentak Darjasena seraya menghunuskan pedangnya. Indra malah tersenyum lalu melangkah dua kali ke depan Darjasena.“Keparat!” bentak Darjasena yang langsung menebaskan pedangnya ke depan.Riuh angin langsung bergemuruh menciptakan tekanan udara seperti pedang, Indra langsung membuat pola kuda-kuda gerakan silat yang diajarkan Braja Ekalawya. Tebasan jarak jauh yang dilakukan oleh Darja langsung melesat vertikal mengarah kepada Indra, tapi dengan gesit Indra melompat ke samping menghindari tebasan Darjasena.
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn
Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari