Di pagi buta, tiga kuda memacu kecepatan melewati jalanan utama antar kabupaten Nuswapala menuju ke arah utara Yawadwipa. Setelah menyelesaikan urusan mereka di Pantai Selatan, Arya Santanu dan dua orang temannya segera bergegas menuju ke arah pelabuhan utara. "Kenapa kita harus terburu-buru? Kita bisa melaju dengan santai dan sampai pelabuhan utara lusa, bukan?" Asura yang berlari paling depan dengan wujud harimau merasa kelelahan. "Kita sedang mengejar waktu agar tidak terlacak oleh para pendekar iblis hitam. Akan sangat bahaya bila keberadaan kita diketahui oleh mereka." Arya Santanu coba menjelaskan. "Ada daerah yang lumayan bersahabat di depan kita. Daerah itu dikenal sebagai Banda Indung. Kita bisa beristirahat di sana untuk makan dan membeli perbekalan." Ki Janggan Nayantaka menoleh ke arah kanannya. Ia melihat dari kejauhan matanya memandang. Dirinya seperti melihat seseorang yang terus melihat ke arah mereka bertiga.Dewi Sari Kencana menoleh ke arah kakek Petapa, ia melih
Arya Santanu langsung menggerakkan tangannya untuk menyiapkan semburan api dari mulutnya. Namun ketika ia ingin lakukan, Larasati langsung mengayunkan pedangnya ke arah seluruh anak panah tersebut. Ia menggagalkan serangan itu dan menumbangkan semua anak panah yang mengarah ke Arya Santanu. Larasati berdiri dengan gagah tepat di depan pendekar amatiran dan teman belalangnya. "Waw, aku beri nilai sembilan untuk ayunan pedangnya. Dan teknik menjatuhkan semua anak panah itu, aku beri nilai sepuluh." Tiba-tiba Asura bertepuk tangan menggunakan dua tangan belalang mungilnya. "Apa yang kau lakukan?" Arya Santanu malah bingung dengan aksi yang dilakukan oleh wanita itu."Itu disebut sebagai menolong. Kau tidak tahu istilah kata terima kasih? Apa perlu kau bertanya pertanyaan bodoh seperti itu?" Larasati malah sakit hati. Ia merasa kesal."Maaf, bisa kita sambung percekcokan ini nanti? Ada anak panah kloter kedua yang sedang mendekat ke sini!" Asura menoleh ke arah para prajurit yang mulai
Dari kejauhan empat orang manusia yang ditambah dengan seekor tikus kecil berwarna merah tua berjalan berdampingan dengan gagahnya memasuki kawasan Sundapura. Wilayah tersebut merupakan wilayah terbesar pertama di kawasan kerajaan Nuswapala bagian barat. Sundapura menjadi sebuah wilayah yang memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi. Komoditas perdagangan dan perikanan menjadi salah satu penggerak roda ekonomi di wilayah itu.Mereka berlima menoleh ke arah para penduduk Sundapura yang sedang menikmati hari baru di pagi buta. Pasar besar menjulang di hadapan Arya Santanu. Begitu banyak yang diperjualbelikan hingga ia begitu tertarik dengan beberapa barang dagangan para pedagang Sundapura. Dan dalam waktu singkat, mereka berlima berpencar ke lapak-lapak pedagang yang berbeda-beda."Astaga, dasar manusia. Mereka seenaknya meninggalkan seekor tikus sendirian di pasar! Apa mereka tidak tahu bila nyawaku bisa terancam dengan kehadiran ku–," Asura mendengar sesuatu dari arah belakang.MEOW!!
Rangga Jaya bersama dengan para tamu tidak diundang duduk di meja makan bundar sambil menyantap hidangan buatan Larasati dan Ki Janggan Nayantaka. Meski terasa enak, namun hidangan tersebut dibuat dari bahan-bahan milik Rangga Jaya yang kebetulan direpotkan oleh kedatangan Arya Santang dan kawan-kawan laknatnya. "Raden Jaya Balangkara adalah pemimpin kami yang begitu memuja iblis Hirayaksa. Padahal saat ayahnya memimpin Sundapura, ia sangat membenci aturan atau apa pun yang berhubungan dengan urusan kerajaan." Rangga Jaya sangat menyesalkan tempat tinggalnya menjadi seperti itu."Para roh jahat ini, apa mereka berasal dari Hirayaksa atau mereka adalah para roh jahat yang diberikan oleh iblis lain atas rekomendasi dari Hirayaksa?" Arya Santanu bertanya."Aku tidak yakin apakah mereka berasal dari Hirayaksa langsung atau Raden Jaya Balangkara justru malah membuat perjanjian dengan iblis lain. Namun, ada lima pilar penjaga di kediaman milik Raden Jaya Balangkara. Mereka disebut sebagai
DUUUM!!!DUUUAR!!!Guncangan besar dari benturan tinju milik Arya Santanu di pedang milik Brahma Angkara menciptakan gelombang kejut yang menggulung udara sekitar dan hampir membuat obor-obor itu mati karena hempasan angin yang kuat. Arya Santanu terkejut ketika serangannya ditahan dengan begitu mudah oleh Brahma Angkara. Bahkan dengan cepat, Brahma Angkara bisa bergerak cepat dengan kekuatan petir miliknya ke arah belakang Arya Santanu. Ia langsung menarik kerah zirah iblis api di bagian punggung dan melempar tubuh Arya Santanu ke arah pintu masuk. BRAK!!!Satu kali lemparan mampu membuat Arya Santanu terlempar sangat cepat. "A–apa?! Ia bisa menangkisnya?" Arya Santanu terkejut."Pedang itu adalah pusaka dewa Agni. Berhati-hatilah." Asura berbisik di hati Arya Santanu."Kalau begitu, mari kita tingkatkan permainannya!" Arya Santanu kembali menyerang. Ia mengayunkan Toya api dengan begitu cepat ke arah Brahma Angkara.Arya Santanu memainkan dengan lincah gerakan Toya api hingga men
Kilatan cahaya berbentuk energi yang melesak cepat mengagetkan Brahma Angkara. Ia tersentak ketika energi itu menembus pundak bagian kanan. PIUH!!!Tembakan energi putih tersebut tidak bisa dihindari oleh pendekar lima pilar itu. Darah yang keluar dan hendak jatuh ke lantai terhenti sejenak oleh cepatnya perpindahan tempat Aji Sangkala yang menguasai tubuh milik Arya Santanu. Ketika darah itu telah berada di lantai, Aji Sangkala Tah berada di belakang Brahma Angkara."Cepat sekali!" Brahma Angkara terkejut. Ia terbelalak.JLEB!!!Tangan kanan Aji Sangkala yang telah diselimuti oleh petir berwarna putih keperakan melesak lurus menembus punggung Brahma Angkara hingga tembus ke bagian dada. "A–apa?" Brahma Angkara tidak bisa menghindar. "K–Kau…." Brahma Angkara baru menyadari siapa lawannya.Tubuh dari pendekar lima pilar tersebut tiba-tiba menggeliat dan muncul gelembung-gelembung di kulitnya seperti melepuh. Perlahan-lahan gelembung itu membesar dan pecah berubah menjadi ledakan api
Pedang Agnesura meleleh menjadi kobaran api padat yang membentuk sebuah bentuk pedang. Jubah dari Brahma Angkara pun telah berubah menjadi jubah api Agneyasa. Rambut dan alis dari Brahma Angkara pun telah menjadi kobaran api yang membara. Kedua matanya terlihat menatap tajam Aji Sangkala dengan warna merah tua."Aku bisa bertarung denganmu." Asura mengkhawatirkan diri temannya."Tidak perlu. Bila kau telah mendapatkan semua kekuatanmu, aku akan kembali dan kita akan bertarung bersama lagi. Namun kali ini, biarkan aku mengajari para iblis dan manusia yang bersekutu dengannya. Mereka harus tahu siapa lawan mereka dan apa yang menunggu mereka di depan nanti. Aku akan bangkit lagi di dunia ini sebagai Arya Santanu. Dan aku tidak akan segan meluluhlantakkan singgasana Aji Kala Karna." Aji Sangkala berdiri dan bersiap untuk menyerang."Kau dan aku memang sama-sama keras kepala. Aku meminta maaf karena belum bisa ikut serta berjuang denganmu. Dan… aku minta maaf karena kejadian seratus tahun
Aji Sangkala tidak langsung menghilang sepenuhnya. Ia menemui Ki Janggan Nayantaka yang berada di luar kastil. Senyumannya membuka mata Ki Janggan Nayantaka mengenai pengorbanan yang begitu besar. Aji Sangkala adalah manusia yang ditakdirkan mati di perang seratus tahun yang lalu, namun ia juga ditakdirkan untuk kembali dan diberi kesempatan untuk menuntaskan apa yang belum selesai."Seandainya Asura dan Arya Santanu tahu siapa kau yang sebenarnya, mungkin mereka akan lebih menghormatimu." Aji Sangkala menatap lembut Petapa tua itu."Aku menjadi sosok ini karena sudah keharusan. Memang terlihat membuang-buang waktu, bila aku mau, aku bisa mengakhiri semuanya dengan cepat, namun aku tidak akan melakukannya. Karena aku masih percaya dengan dirimu dan Asura." Ki Janggan Nayantaka tersenyum."Tolong jaga mereka berdua hingga aku kembali. Ki Janggan Nayantaka, kau tahu cara untuk membangkitkanku lagi, bukan?" Aji Sangkala langsung menodong caranya."Kita harus urus masalah di sini dahulu.
Benteng besar perak dan semua penduduk, pasukan serta raja Swarnabhumi yang terhapus oleh jarum waktu milik Indrajit Maghanada telah kembali hidup. Mereka semua saling melihat satu sama lain dengan tatapan bingung."Raja? A–apa yang terjadi? Kenapa kita semua kembali hidup?" Tanya seorang prajurit."Arya Santanu, apa ini perbuatanmu?" Raja Swarnabhumi masih sangat bingung.Yang Maha Kuasa telah mengembalikan orang-orang itu, namun ia tidak bisa mengembalikan mereka yang tewas sebelum Indrajit Maghanada menggunakan teknik ruang dan waktunya. Beberapa daerah yang hancur oleh sepuluh Rakshasa Buto juga kembali pulih. Namun tidak dengan orang-orangnya yang tewas akibat kejadian itu. Dewi Sari Kencana dan Larasati juga tidak bisa dihidupkan kembali karena mereka tewas sebelum Indrajit Maghanada menggunakan elemen waktu.Yang Maha Kuasa memisahkan dirinya dari tubuh Arya Santanu. Pemuda itu kembali mendapatkan dirinya dan berubah menjadi Arya
"Menakjubkan! Akhirnya kau datang juga!" Indrajit Maghanada sangat menunggu kehadiran Yang Maha Kuasa."Ada apa? Kau terlihat senang sekali dengan kehadiranku? Yang Maha Kuasa merasa Indrajit aneh."Aku akhirnya bisa membunuh-Mu! Aku bisa menjadi Yang Maha Kuasa dan menduduki takhta tertinggi dari seluruh penciptaan!" Indrajit Maghanada menjadi begitu bersemangat."Tunggu sebentar, kambing gila! Kau berpikir bisa mengkudeta diriku?" Yang Maha Kuasa merasa pikiran makhluk kotor satu ini sudah tidak bisa dibersihkan.Indrajit Maghanada mencengkeram tubuh Yang Maha Kuasa dengan elemen ruang dan membuatnya tidak berdaya melawan gravitasi super kuat yang mengekang tubuh Dzat nomor satu di multisemesta itu. "Aku adalah pengendali ruang dan waktu. Aku yang lebih pantas memimpin multisemesta dan para dunia bawah dan dunia para dewa!" Indrajit Maghanada mengulurkan tangan kirinya ke depan. Dari telapak tangannya, ia menciptakan sebuah j
Kedua mata Indrajit Maghanada mengeluarkan cahaya hijau terang. Iblis itu terus berteriak sangat keras hingga membuka ribuan portal dimensi ruang dan waktu di sekitarnya. Ribuan varian atau wujud diri dari Indrajit Maghanada dari berbagai dimensi waktu dan alam semesta berkumpul di sekitar Arya Santanu."Apa yang terjadi? Kenapa banyak sekali Indrajit Maghanada?" Arya Santanu terkejut akan kemunculan mereka."Sudah kubilang, aku tidak akan mati!" Indrajit Maghanada meminta kepada para dirinya yang lain untuk menyumbangkan jiwa mereka.Satu per satu, para Indrajit itu melebur dirinya dan memberikan jiwa serta kekuatannya kepada Indrajit Maghanada yang sedang dicekik oleh Arya Santanu. Kekuatan besar mengalir deras secara terus-menerus ketika para Indrajit lainnya mulai menyatu dengan Indrajit gila itu. Cengkeraman tangan dari Arya Santanu semakin melemah, tubuh dari Indrajit menjadi lebih tinggi dan lebih besar dari sebelumnya.
Hati Arya Santanu seperti baru disiram oleh air sejuk. Ia tertegun untuk sesaat dan menundukkan kepalanya sambil tersenyum kecil. Untuk sesaat dirinya seakan hanyut dalam sebuah penantian panjang yang akhirnya telah ia temukan jawabannya. "Kau…?" Arya Santanu menatap Ki Janggan Nayantaka."Akhirnya kau tersenyum. Bagaimana bila kita berpindah tempat," ucap Ki Janggan Nayantaka. Ia menjentikkan jarinya.SNAP!!!Dalam sekejap keduanya berpindah ke tempat yang lebih terang dan seluruhnya hanyalah berwarna putih. Ki Janggan Nayantaka merubah kembali wujudnya ke dalam bentuk cahaya terang. "Maaf, aku tidak mengenalimu sama sekali," ucap Arya Santanu."Aku tidak apa-apa. Yang terpenting orang yang telah melupakan-Ku tidaklah melupakan dirinya. Banyak dari mereka yang kehilangan arah setelah melupakan-Ku, lalu perlahan mereka juga melupakan diri mereka sendiri. Bukankah itu adalah hal yang mengerikan?" Yang Maha Kuasa akhirnya menunju
Arya Santanu tidak membalas perkataan dari Indrajit Maghanada. Ketika asal hitam mengepul keluar dari mulutnya, ia seakan telah menghilang dari tubuhnya dan tinggal hanya tersisa sebuah cangkang kosong saja. Rasa sakit dari masa lalu pun hadir kembali. Adik tercintanya yang tewas di desanya membuat ia mengenang genangan darah dari tubuh anak kecil yang telah hidup bersama dirinya, meski pun ia hanyalah saudara tirinya. Lalu rasa sakit lainnya ketika ia harus menguburkan teman yang ia temui diperjalanan membuat dirinya semakin tersudut di ujung ruangan. Larasati tidak sepantasnya mati dengan cara seperti itu. Arya Santanu merasa bersalah atas perginya wanita itu. "Aku tidak bisa menerima kematian lagi…." Arya Santanu bergelut dengan pikiran negatifnya di sudut terdalam alam bawah sadarnya. "Dewi Sari Kencana, Asura, Ki Janggan Nayantaka, dua adikku yang tercinta, Larasati, ayah… dan ibu." Arya Santanu terus memikirkan semua orang-orang itu. Pik
"Sangat disayangkan, tapi kali ini aku akan menang," ucap Indrajit Maghanada sambil tersenyum kecil. "Terserah kau saja!" Arya Santanu waspada dengan apa yang akan dilakukan oleh iblis itu.Indrajit Maghanada bergerak dengan menarik ruang dan waktu ke dirinya. Dengan begitu, ia bisa muncul di hadapan Arya Santanu dan menyentil dahi pemuda itu dengan segenap kekuatan yang ia miliki.PLAK!!!Alhasil, Arya Santanu terlempar ke belakang hingga menghantam permukaan tanah berkali-kali. Ia terhempas sangat jauh hingga menghantam tebing tempat Aji Sangkala bangkit. Arya Santanu tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya untuk menahan atau menghentikan laju tubuhnya. Ia seperti terseret oleh arus udara dan tidak bisa melawan energi besar dari sentilan tangan Indrajit Maghanada."Bagaimana? Inilah kekuatanku yang asli. Begitu tak terbatas!" Indrajit Maghanada muncul kembali di hadapan Arya Santanu."Yah, sentilanmu sangat menyakit
"Kita harus melakukan sesuatu dengan bola energi itu!" Ucap Asura."Bila kita melawannya dengan kekuatan, ledakan besar dari bola energi itu bisa meluluhlantakkan seluruh daratan Swarnadwipa," ujar Aji Sangkala."Lalu apa yang harus kita lakukan?" Arya Santanu membidik bola energi itu menggunakan panah petir hitam miliknya. "Lemparkan bola itu ke angkasa!" Aji Sangkala memiliki ide bagus."Aku mengerti," jawab Arya Santanu.Ia segera mengubah panah petir hitam menjadi panah cahaya. Arya Santanu menembakkan satu anak panah ke arah langit, lalu ia menembakkan satu anak panah lagi ke arah bola energi tersebut. WUSH!!!Ketika bola energi para Rakshasa Buto menghantam panah cahaya milik Arya Santanu, bola energi menghilang dan berpindah ke tempat panah cahaya yang melesak ke angkasa berada. Bola energi tersebut dipindahkan Arya Santanu ke angkasa untuk menghindari dampak ledakan yang sungguh luar biasa. Dan bebera
Sepuluh persen kekuatannya meningkat secara drastis. Energi tersebut meluap dan terlihat seperti sebuah selubung asap putih di sekitar tubuh Arya Santanu. Namun yang paling jelas dirasakan adalah udara dan permukaan tanah disekitar dirinya yang seakan terangkat dan terus mengalirkan angin lembut.Arya Santanu melipat keempat jari kanannya dan hanya membiarkan satu jari telunjuk saja yang menunjuk. Ia memusatkan energi cahaya yang begitu besar di satu jari tersebut. "Hancurlah!" Arya Santanu berpindah tempat dengan sangat cepat. Ia langsung mengayunkan telunjuk kanannya ke arah dada kanan Indrajit Maghanada. WUSH!!!DUUUM!!!DUUUAR!!!BRUUUAR!!!Serangan tersebut menembakkan sebuah energi besar yang terlempar dari satu jari Arya Santanu ke arah depan. Seketika permukaan tanah terbelah dan menggulung menjadi dua bagian. Tercipta sebuah kawah besar seperti aliran sungai yang panjangnya mencapai sepuluh kilometer
Dengan cepat rantai-rantai tersebut menarik jiwa milik Arya Santanu dan membaginya menjadi ratusan buah. Seluruh jiwa Arya Santanu tersebut ditarik paksa menuju ke dalam cermin dimensi dan disegel sepenuhnya. "Bagaimana rasanya mati dengan cara jiwamu dimutilasi hingga ratusan bagian!" HAHAHAHA!!!Indrajit Hitam tertawa sangat keras ketika melihat tubuh dari Arya Santanu perlahan menjadi lapuk dan membusuk. Pemuda itu sudah tidak bergerak. Ia mati sepenuhnya. "Apa ia sudah mati?" Tanya Indrajit Putih."Tentu saja! Aku pastikan ia mati dan tidak akan berkoar lagi!" Indrajit Hitam merasa senang dengan rencana itu. Sayangnya, ia yang menguasai dunia peralihan tidak bisa dibunuh dengan mudahnya. "Kau mungkin belum kuberitahu tentang apa itu dimensi peralihan. Maaf, itu salahku." Tiba-tiba Arya Santanu kembali muncul di belakang kedua Indrajit tersebut. Ia kembali dari kematian, atau lebih tepatnya melakukan trik kotor u