Keluluhan Rani bukan karena pemberian dan juga perhatian Palasi yang di anggap Rani palsu, tapi itu semua karena sakit hatinya dengan Malaki.
Sejak pertemuannya dengan Malaki yang sangat menyakitkan Rani di pegunungan Meratus dulu,
Hati Rani bak terbakar saking cemburunya, karena menyaksikan langsung Malaki sangat akrab dengan Kinanti, ketika golongan putih dan hitam bentrok untuk memperebutkan kitab peninggalan Kakek Berhati Emas, yang akhirnya secara tak sengaja malah jatuh ke tangan Kinanti dan Malaki.
Rani pun menerima cinta Palasi, walaupun dia tak cinta pria playboy ini, tapi rasa sakit hatinya menutupi semuanya. Namun setiap kali bercinta, Rani seakan mematikan indera nya, dia bak batang pisang, dingin-dingin saja.
Sehingga Palasi lama-lama mulai bosan juga dengan Rani, karena dia bak menikmati badan mati setipa kali bercinta, tak ada sama sekali kemesraan, layaknya orang pacaran.
Namun, ingin berbuat serong dengan wanita lain, Palasi masih
“Tunggu apalagi, sakit kupingku dia ngoceh terus, sikat sekarang juga biar jasadnya jadi makanan cacing tanah!” sungut Ki Dardo, kini dia sudah mengisi cangklongnya dengan tembakaunya, asap berbau sangit pun terbang ke sana ke mari dan Ki Dardo sengaja meniup keras ke arah Malaki.Serangan pertama sudah dilancarkan Ki Dardo, lalu di susul serangan dahsyat berikutnya dari Tiga Pendekar tasbeh Setan.Tak tinggal diam, di susul serangan tak kalah dahsyatnya dari Ki Yatu dan Ki Tana. Ki Mandor dan Ki Tara kini ikut menyerang, termasuk Nyai Mawar dan 3 pengkutnya.Pendekar Pekok telah di keroyok 12 orang sekaligus yang memiliki kesaktian sangat tinggi. Ia langsung mencabut Pedang Bengkoknya dan memutar sedemikian rupa, sehingga semua serangan itu mental.Tapi serangan pertama itu terus susul menyusul bak air bah tiada jeda, bahkan mereka seakan tidak ingin memberikan Malaki kesempatan untuk membalas, debu-debu beterbangan termasuk daun-daun kering
“Sudah cukup Malaki….agaknya nyawaku sudah tak bisa tertolong lagi…!” Malaki menggelengkan kepala dan bilang masih ada harapan sembuh.“Aku akan membawa kamu ke guruku Pendekar Sapu Jagat, pasti beliau akan mampu menyembuhkan kamu Rani!”“Tak mungkin…kalau kamu ingin membawa ke tempat Gurumu pasti sudah terlambat!” sahut Rani sambil menahan perih di dadanya.“Rani…kamu masih ingat daun yang dulu kita makan, aku akan membawa kamu ke sana lagi, agaknya itu lebih dekat daripada kita mencari guru yang kadang merantau kemana-mana!” Malaki langsung mengangkat tubuh Rani dan bak terbang saja dia menggendong tubuh ini secepat-cepatnya menuju ke gua di mana dulu mereka menemukan daun ajaib tersebut.Cukup jauh tempat di mana dulu Malaki dan Rani terjatuh ke dalam jurang dan sangkut di dalam gua setelah Rani terkena pukulan Ki Sunu, Ki Gambol dan Ki Jerangkong, lalu keduanya memakan daun Aj
Mereka diam-diam mengontak seorang tokoh golongan hitam, yang berilmu tinggi untuk menculik kembali salah satu pangeran kembar itu dan rencananya akan mempermalukan permaisuri, lalu kelak permaisuri itu di salahkan dan dihukum gantung dan kedua bayi itu kelak akan ikut di bunuh, sehingga putra selir itulah yang akhirnya jadi raja.Namun, rencana yang sudah tersusun sangat rahasia dan rapi gagal total, Ki Sunu atau Jubah Tengkorak memang sukses merampas pangeran terbuang ini dari Bik Selai bahkan membunuh mantan Inang Pengasuh Istana ini, lalu di sebarkan berita kalau Bik Selai korban perampokan.Sementara saudara Bik Selai, yakni Bik Ora bisa selamat berkat pertolongan Pendekar Sapu Jagat yang kebetulan lewat di kampung itu, yang secara kebetulan mendengar rintihan Bik Ora yang terluka parah di tengah hutan.Pendekar ini lalu menolong Bik Ora dan dia mendengar keterangan Bik Ora, lalu bergegas menyusul kemana larinya Ki Sunu membawa kabur bayi malang itu. Sayang
“Maafkan aku Malaki, atau kini kamu Pangeran Malaki…ambisiku terlalu tinggi, sehingga aku meninggalkan kamu dan tidak mau terbuka soal anak kita. Seandainya aku sabar dan tau kamu seorang pangeran, sampai matipun aku tak bakal meninggalkan kamu, kecuali maut memisahkan kita…aku sampai kini tetap mencintai kamu…!” Rani meneteskan airmata.Malaki terdiam tak bisa berkata-kata, dia lalu memeluk tubuh Rani dan berbisik sama, kalau sampai detik ini cintanya terhadap Rani tak pernah berubah, walaupun dia kini di kenal sebagai pendekar romantis, saking tak pernah menolak cinta kasih wanita, tapi Malaki tak bisa melupakan cinta pertamanya pada sosok Rani ini.Malaki tak sadar, saat mengucapkan kalimat itu, Rani tersenyum bahagia dan kepalanya lalu terkulai lemah.Kebahagian dia akhirnya mengantar nyawanya sendiri, Rani meninggal dalam pelukan kekasihnya ini, yang telah memberinya seorang anak laki-laki.Rani meninggal sambil terse
Istana Kerajaan Hilir Sungai…Prabu Dipa dan Panglima Jenderal Ki Parong kini terdiam menyimak ucapan Pangeran Kurna, salah satu Menteri dan juga saudara se ayah Prabu Dipa, kedua orang yang paling berpengaruh di Kerajaan Hilir Sungai ini antara percaya dan tidak mendengar penuturan Pangeran Kurna ini.“Jadi…gerakan pemberontakan itu kembali bangkit…tapi kali ini berbeda pelakunya?”“Betul sekali Kanda Prabu, Pendekar Pekok sudah tahu jati dirinya sebagai saudara kembar Prabu Dipa, dia lalu sakit hati dan ingin mengambil mahkota itu dari Prabu Dipa, diam-diam juga dia telah menjalin kontak dengan beberapa panglima dari Kerajaan Surata!” kata Pangeran Kurna menyakinkan Prabu Dipa.Darimana Pangeran Kurna tahu kisah ini, tak lain dan tak bukan dari Pangeran Biju, pangeran ini akrab dengan mendiang Ki Sunu atau Pendekar Jubah Tengkorak, sehingga jati diri Pendekar Pekok terbongkar.Awalnya Pengeran Biju jug
Mereka lalu membahas tentang marahnya Pangeran Biju dan Putri Mina, orang tua Kinanti gara-gara kehamilannya ini. Kinanti malah berujar setelah melahirkan, dia ingin mengikuti kemana saja Malaki merantau.“Kita akan merantau bertiga dengan anak kita sayang, aku bosan berada di rumah terus, pokoknya setelah bayi kita lahir, aku akan menyusul abang!”Malaki langsung mengangguk dan bilang dia pun akan menjemput langsung Kinanti, kalau kelak sudah melahirkan.“Aku masih punya tugas Kinanti…yakni ingin bertemu Ibu Suri sekaligus sowan ke Baginda Prabu Dipa!”“Iyaaah, sebaiknya cepat kamu lakukan Bang, eh Pangeran, duhh yang mana nih enaknya!” Kinanti tertawa sambil memeluk Malaki.Setelah berbincang lama, sambil mengatur siasat, keduanya sempat lepas kangen sebentar, lalu Malaki pun kembali ke jendela dan berjanji akan ke sini lagi menjemput Kinanti dan bayi mereka.Malaki tentu saja tak sadar, sej
Tentu saja yang paling berbahaya adalah serangan Pangeran Biju dan dua temannya, serta serangan sepasang pendekar iblis, yang justru makin lihai walaupun hanya memiliki masing-masing satu lengan.Berkat latihan keras mereka selama berbulan-bulan dan membawa hati yang luar biasa dendamnya terhadap Malaki.Keributan di taman Pangeran Biju ternyata diketahui Panglima Ki Parong, anak buahnya melaporkan terjadi keributan di taman belakang sang pangeran itu.“Pendekar Pekok di keroyok puluhan orang, pertarungan sedang berlangsung!” lapor prajurit berpakain preman itu, yang merupakan salah satu telik sandi panglima ini.Panglima yang memiliki kesaktian tinggi ini lalu mengontak 5 pengawalnya yang sangat lihai, diiringi 200 prajurit mereka langsung mendatangi keributan itu.Begitu tiba, Panglima Ki Parong ikut berdecak kagum melihat Malaki di keroyok sedemikian rupa oleh puluhan pendekar sakti, tapi tak terlihat dia terdesak, malah Malaki beber
Pangeran Biju lalu mengajak ke 20 orang yang ternyata juga kepayahan dan banyak yang menderita pukulan tenaga dalam untuk kembali ke Istananya dan mengobati lukanya masing-masing.“Luar biasa…belum pernah aku melihat pendekar yang sehebat dan setangguh Pendekar Pekok!” kata Ki Palor dari perguruan Kuyuk Hitam, dalam hati yang paling dalam, Ki Palor sebetulnya tak yakin kalau Pendekar Pekok ini pemberontak.Dia sempat kenal saat dulu sama-sama mencari kitab Kakek Berhati Emas di pegunungan Meratus dan dia sudah simpati dengan jiwa pendekar Malaki ini.Namun, karena perintah dari salah seorang gurunya, agar membantu Pangeran Biju, diapun terpaksa mengikuti dan ikut mengeroyok Pendekar Pekok.Dia tahu, diam-diam salah satu gurunya itu mempunyai ambisi tinggi, yakni ingin jadi Menteri di kerajaan ini, padahal guru besar mereka yakni Ki Turangga, sangat melarang semua guru-guru dan ribuan muridnya ikut-ikutan berpolitik.“Padepo