Sesuai janji Panglima Ki Parong, dia bersama Malaki pagi-pagi menghadap Prabu Dipa. Sebetulnya bukan hal yang mudah bisa bertemu dengan Prabu Dipa, ada proses protokuler yang harus di lewati. Namun kalau yang menghadap adalah Panglima Ki Parong, maka semua prosedur bisa di tepikan.
Apalagi saat bertemu kepala pengawal sang Prabu yang juga sahabat karib sang Panglima, kedua orang ini langsung berbincang akrab dan Panglima Ki Parong pun di antar ke ruang kerja pribadi Prabu Dipa.
Malaki yang terus mendampingi Panglima Ki Parong mengagumi interior istana yang sangat mewah dan artistic ini, sepanjang jalan di lorong istana yang megah ini, Malaki hanya diam namun matanya tak lepas dari tatapan ke kiri dan kanan.
Saat melihat tiga patung yang berdiri berjejer di sebuah ruangan yang lumayan luas, Malaki sampai tertegun sebentar menatap patung-patung tersebut.
Wajah ketiga patung itu agak mirip, namun yang membuat keduanya terlihat angker, kumis dan janggut
Malaki bergerak sangat cepat menuju ke kerajaan Surata, dengan kesaktiannya yang sangat tinggi, tak sampai sebulan dia akhirnya sampai ke wilayah perbatasan, yakni Wilayah Kadipaten Antang, yang masih masuk wilayah Kerajaan Hilir Sungai.Malaki sempat heran saat masuk ke wilayah Serawak Timur yang sudah masuk daerah Kerajaan Surata, karena sangat banyak pasukan kerajaan Surata yang agaknya sedang bersiaga penuh.Kesiagaan para prajurit itu bak akan terjadi perang saja dalam waktu dekat.Malaki tidak mau terlibat bentrokan pasukan kerajaan itu, dia langsung saja menuju ke kediaman Dato Kalio, dia tak ingin membuang-buang waktu.Begitu sampai di rumah itu, Malaki kaget karena rumah Dato Kalio juga di jaga sangat ketat oleh ratusan prajurit kerajaan.Malaki lalu menyelinap dan tidak mau terburu-buru masuk ke rumah itu, karena dia melihat ada hal-hal yang aneh dan sangat mencurigakan.“Sebaiknya aku malam ini saja menuju rumah Dato Kalio,
“Katanya negara dalam keadaan genting, ada penyerbuan dari Kerajaan Hilir Sungai yang sedang bergerak menuju wilayah perbatasan, kabarnya di bantu pasukan asing dari Mongol!” kata orang yang berpakaian agak mentereng, lengkap dengan lawung khas melayunya, yang menandakan orang ini sosok yang mempunyai gelar kebangsawanan di Kerajaan Surata. “Sssttt…katanya malah ada rencana pemberontakan, otaknya seorang penasehat senior kerajaan?” sahut yang lain. “Ahhh yang benar…katanya malah Wakil Panglima Jenderal Lipa otaknya, kabarnya Putri Amali, istrinya yang juga kakak dari sang prabu yang sejak dulu tak suka dengan penobatan Putra Mahkota Tago juga ikut terlibat?” bisik satu orang lagi, lalu menoleh kiri kanan, takut kedengaran yang pengunjung lain. “Waaahh gawat juga yaa, kalau sesama anggota kerajaan saling bentrok, bakalan rusak negara ini!” sahut yang pake lawung ini sambil menghisap cerutunya. “Kabarnya kini prajurit juga banyak yang terbelah, ada yang
Malam itu juga terjadi ketegangan dan kegegeran yang luar biasa di ibukota Kerajaan Surata, Sreawak, terjadi penangkapan hampir 2.000 prajurit yang di duga terang-terangan berkhianat dan di ketahui ada 3.000 lebih yang pergi ke benteng alias desersi karena takut di tangkap, setelah keluar perintah tegas dari Panglima Jenderal Sri Dato Angki, yakni tiada ampun bagi para pengkhianat.Bagi yang ikut-ikutan terbujuk di saat itu juga di minta tobat dan segera kembali bersiap perang, sedang yang memang sudah tak bisa di perbaiki lagi ketika di intoregasi, terjadilah hal yang sangat mengerikan, yakni hukum gantung di markas prajurit tersebut.Sambil melihat kesibukan dan ketegangan luar biasa itulah, Prabu Tago dan Panglima Sri Dato Angki bertanya tentang jati diri Malaki, yang di tulis dalam surat Dato Kalio, kalau Malaki selain berjuluk Pendekar Pekok, dia juga adik dari Prabu Dipa.“Oh yaa…jadi kamu Pangeran Malaki, adik dari Prabu Dipa!” tanya Pr
Malaki sengaja menghindar bertemu siapapun, agar perjalanannya tidak terganggu, dia melihat suasana amat sangat tegang, di beberapa desa yang dia lewati, selalu berseleweran para prajurit Kerajaan Surata yang terlihat bersiaga penuh.Namun Malaki tidak memperdulikan itu semua, karena dia tak ingin datang terlambat ke benteng tersebut.Tapi pendekar ini tak melepaskan sikapnya sebagai pembela kebenaran, tak sekali dua kali Malaki melihat kelakuan para prajurit yang di luar batas terhadap para warga, Malaki biasanya turun tangan secara cepat.Dia menotok para prajurit jahat itu, lalu pergi secepatnya tanpa di ketahui warga yang dia tolong dan juga prajurit yang kebingungan kenapa badannya bisa kaku.Dia sengaja menghindar dari bentrokan, agar perjalanannya lancar, dengan terus melakukan lompatan-lompatan yang sangat cepat. Malaki hanya berhenti kalau badannya sudah sangat capek dan beristirahat sejenak untuk mengisi perutnya, setelah itu dia kembali melesat
“Di mana istri kamu Nalini?” tanya Malaki, sebelum Dusman memulai kisahnya.“Dia sedang istirahat di padepokan milik guru, karena tinggal menunggu hari saja lagi akan melahirkan!” sahut Dusman tersenyum.“Semoga Nalini sehat saat melahirkan kelak,” Dusman langsung mengucapkan terima kasihnya atas perhatian pendekar besar ini pada istrinya.Dusman lalu mulai bercerita kenapa dia sampai berada di sini dan sekaligus menyamar, ia mengatakan di perintah gurunya untuk melanjutkan membantu Kerajaan Hilir Sungai, sampai aksi pemberontakan ini padam.Karena pemberontakan kali ini sangat berbahaya dan kalau tidak diambil tindakan segera, bisa berakibat fatal bagi Kerajaan Hilir Sungai.“Semua orang gagah kabarnya juga turun tangan membantu, karena pemberontakan ini sangat membahayakan kelangsungan kerajaan. Sebab ada pasukan asing yang sudah mendarat di puluhan pantai. Kabarnya jumlahnya sudah mencapai 10 ribuan oran
Begitu sampai di depan ruangan nomor 5, Malaki heran melihat ada 5 penjaga yang terlihat tersenyum-senyum dari tadi.Dengan memasang wajah keren dan suara sedikit di rubah lebih berat Malaki pun menegur ke 5 nya.“Kenapa kalian cengengesan dari tadi ada apa?” tegur Malaki dengan wajah di buat berwibawa.“Siap komandan…a-anu…anu Komandan…?” seorang prajurit yang berbadan kurus menjawab dengan gugup.“Anu apa, jawab yang benar!” sentak Malaki berlagak marah, masih dengan suara berat.Malaki lalu melirik ke dalam dan hampir saja dia berteriak, saking kagetnya karena di dalam ruangan tawanan itu terdapat tiga wanita yang sangat di kenalnya.Bahkan salah satu wanita itu, yakni Putri Galuh terlihat sudah tak karuan pakaiannya terutama di bagian dada dan paha, terlambat sedikit saja, mungkin aib besar akan menimpa putri Panglima Ki Parong ini.Yang dua orang lagi tentunya istri-i
Malaki diikuti Putri Kinanti, Putri Galuh dan Tengku Mimi terus berjalan melewati ribuan prajurit pemberontak, mereka kadang berdiam sebentar, karena terhalang oleh pergerakan ribuan tentara pemberontak ini.Ke empatnya lalu melanjutkan langkahnya menuju ke bagian belakang atau sisi benteng bagian timur.Begitu sudah sampai, Malaki melihat Dusman yang juga dalam bentuk penyamaran memberi dia kode, Malaki lalu mengedipkan mata pada ke tiga putri-putri bangsawan ini agar mengikuti Dusman, sementara Malaki sengaja dari belakang menjaga ketiganya.Baik Kinanti, Mimi dan juga Puri Galuh menyimpan rasa penasaran mereka, sama seperti Malaki, karena yang terpenting sekarang mereka harus segera keluar dari benteng kaum pemberontak ini sejauh-jauhnya.Begitu akan melompat ke atas benteng dan bermaksud kabur, tanpa di duga, Ki Yuta dan Ki Tana, dua orang anak buah Pangeran Biju tiba-tiba ada di sana, keduanya merasa aneh melihat ada 5 prajurit yang seakan ingin berp
Kinanti terus melanjutkan perjalanannya menuju ke pegunungan meratus wilayah Barat yang sangat lebat dengan hutan-hutan perawannya. Serta memiliki pohon-pohon besar dan tinggi menjulang ke langit.Setelah hampir sebulan, Kinanti akhirnya sampai juga di Wilayah Kadipaten Antang. Saat beristirahat di sebuah rumah makan, seperti biasa kehadiran Kinanti tentu menarik semua kaum laki-laki, terlebih saat itu sangat banyak prajurit yang diam-diam membelot.Awalnya Kinanti tak menggubris godaan dari para prajurit tersebut, tapi ada dua orang yang agaknya mabuk nekat mendekatinya.“Waoooowww….di sini memang cantik-cantik kaum wanitanya…haii manis…bolehkah saya ikut bergabung duduk di sini!” seorang prajurit yang agaknya dari Kerajaan Surata dengan kurang ajarnya langsung duduk di samping Kinanti.Sementara teman yang satunya kini duduk berhadapan langsung dengan Kinanti.“Emm…harumm, badannya wangiii&helli