Home / Pendekar / Pendekar Pedang Naga / 45. Introgasi Rahasia

Share

45. Introgasi Rahasia

last update Last Updated: 2025-04-07 12:36:23

Ruangan itu gelap, hanya diterangi obor di sudut dinding. Aroma besi dan tanah lembap menyelimuti udara. Di tengah ruangan, Ren duduk dengan tangan terikat rantai khusus anti-energi. Wajahnya penuh luka, tapi sorot matanya masih menyimpan kesombongan yang belum padam.

Guru Besar berdiri di depannya, mengenakan jubah gelap panjang, wajahnya dingin dan tajam. Ia tidak berbicara segera—hanya menatap, dalam dan menusuk, seolah ingin menembus isi kepala Ren.

“Aku tak butuh sandiwara, Ren,” ucap Guru Besar akhirnya, suaranya tenang namun berisi tekanan kuat. “Kita sudah menemukan sisa-sisa aura Bayangan Hitam di kamarmu. Dan saat kau jatuh di arena, segel sihir gelapmu pecah. Tak perlu menyangkal lagi.”

Ren mengalihkan pandangan. “Kalau kau sudah tahu… kenapa bertanya?”

Guru Besar tetap tak bergeming. “Karena yang kami tahu… belum semua. Aku ingin tahu siapa yang memberimu kekuatan itu. Dan… kenapa kau melakukannya.”

Ren tertawa kecil, getir. “Kenapa? Karena Kael! Kalian semua memuja-muja d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pendekar Pedang Naga   46. Ketegangan Sebelum Final

    Langit mulai berubah jingga saat lonceng besar di pusat arena dibunyikan. Para peserta dan penonton berkumpul, mata mereka tertuju pada panggung utama tempat seorang utusan kerajaan berdiri, membawa gulungan emas bersegel.“Perhatian untuk seluruh peserta turnamen!” serunya lantang. “Pertandingan selanjutnya akan mempertemukan dua tim terakhir dari blok elit… yang akan menentukan siapa yang layak masuk ke babak final!”Gulungan dibuka perlahan. Suasana menjadi hening. Semua menanti.“Tim pertama… Kael dan Arsel dari Akademi Pedang!”Sorakan membahana, disertai beberapa tatapan penasaran. Nama mereka kini sudah dikenal luas sejak kekuatan naga Kael terungkap.“Dan tim kedua… perwakilan khusus dari Kerajaan Utara. Dikenal sebagai saudara kembar pemburu sihir—Dara dan Daruk!”Seketika, bisik-bisik terdengar dari para penonton.“Asal mereka dari Kerajaan Utara?” bisik seseorang. “Aku dengar mereka bisa menyegel kekuatan lawan…” “Bukankah mereka dulu pernah memburu penyihir bayangan?”

    Last Updated : 2025-04-07
  • Pendekar Pedang Naga   47. Final Hanya Kedok

    Keesokan PagiKeduanya bertemu lagi di balkon tempat biasa mereka berdiri. Hanya ada anggukan singkat, tak perlu kata-kata. Keduanya tahu… hari-hari ke depan akan lebih sulit. Tapi mereka mulai mengerti alasan mereka bertarung.Ruang Pemulihan, Sayap Timur Istana Langit Udara di ruangan itu sunyi. Hanya terdengar suara lembut air dari kendi dan dentingan alat medis. Cahaya matahari pagi menyelinap masuk melalui jendela lebar, menyinari dua ranjang sederhana tempat Kael dan Arsel terbaring, tubuh mereka penuh perban dan luka lebam.Asmar duduk di kursi antara mereka, sibuk mencampurkan ramuan dari botol-botol kecil yang dibawanya sendiri. Napasnya dalam, tapi wajahnya tegang.“Ini bukan sekadar kelelahan biasa,” gumamnya. “Pertarungan dengan tekanan spiritual tinggi seperti itu bisa menghancurkan inti energi jika tidak ditangani benar.”Kael membuka matanya perlahan, mengerang pelan saat mencoba bergerak.“Jangan paksakan dirimu,” kata Asmar cepat. “Tulang rusukmu retak tiga, dan kamu

    Last Updated : 2025-04-07
  • Pendekar Pedang Naga   48. Serangan Saat Final

    “Tak peduli,” jawab mereka serempak. “Asal dunia terbakar bersama naga hitam, itu cukup.”Aura pertempuran memuncak.Asmar melempar jubahnya. Simbol alkemis tingkat tinggi bersinar di dadanya. Kedua tangannya mulai bersinar biru tua—tanda bahwa ia telah mengaktifkan formasi alkimia tempur yang jarang ia gunakan.“Aku tak butuh banyak waktu. Cukup lima menit... untuk membuat kalian menyesal datang ke tempat ini.”Pemimpin penyusup menyerang duluan, membentuk tombak bayangan yang melesat cepat. Tapi Asmar menjentikkan jari, membentuk pelindung sihir berlapis.Penyusup kedua meluncur dari samping, berusaha menebas dengan bilah bercahaya merah. Tapi Asmar sudah mengantisipasi. Ia memutar tubuh, lalu menghempaskan telapak tangan ke dada lawan—ledakan energi alkemis menghantam balik, melempar lawan ke dinding.Satu lawan tumbang.Namun, aura merah dari segel terus menyembur, membuat dua penyusup tersisa makin kuat.Pemimpin mereka mulai berubah bentuk. Tato kalajengking merah menyebar ke wa

    Last Updated : 2025-04-07
  • Pendekar Pedang Naga   49. Kehilangan Kekuatan

    Raja melanjutkan, suaranya lebih tegas kini."Namun di balik kekhilafan itu, muncul cahaya baru. Kael, Arsel—kalian tak hanya memenangkan turnamen, tapi telah mencegah bencana besar. Atas keberanian dan pengorbanan kalian, aku ucapkan selamat… dan terima kasih."Semua yang hadir berdiri dan memberi penghormatan. Bahkan para pemimpin kerajaan tetangga ikut mengangguk hormat.Asmar tersenyum kecil dari barisan belakang, bangga melihat murid-murid yang dulu ia rawat kini diakui oleh seluruh wilayah.Setelah upacara, Raja mendekati Kael secara pribadi."Bagaimana kondisi pedang nagamu?" tanya sang raja, dengan suara lebih tenang.Kael menatap lantai sejenak, lalu menjawab, “Masih belum bisa kugunakan. Naga di dalamnya butuh waktu untuk pulih… dan mungkin, aku juga.”Raja mengangguk pelan. "Kau masih muda, tapi sudah membawa beban besar. Jangan terburu-buru. Karena aku yakin, ini bukan akhir… tapi baru permulaan."Di ruang pribadi kerajaan, setelah upacara penghormatan selesai…Raja Lang

    Last Updated : 2025-04-07
  • Pendekar Pedang Naga   50. Serangan Mendadak

    Suara pertempuran di sekelilingnya mulai meredam.Yang terdengar kini hanya denyut nadi Kael, dan suara bayangan dari masa lalu…"Ayahmu… ibumu… mereka mati sia-sia," bisik pria bertato kalajengking merah itu, sengaja memancing. "Dan kau… tak akan bisa berbuat apa-apa. Sama seperti dulu."Kael terpaku. Matanya melebar. Kata-kata itu menusuk lebih dalam dari pedang mana pun. Bayangan rumah yang terbakar, suara jeritan, dan tubuh ayahnya yang tergeletak—semua muncul dalam kilatan di kepalanya.Tangan Kael bergetar."Diam…" gumamnya.Musuh itu mendekat setengah langkah. "Kau hanya anak pengecut yang kebetulan dipilih pedang naga. Tapi tanpanya, kau—""DIAM!!"Kael menerjang. Tak lagi peduli pada rasa sakit, tak lagi menunggu kekuatan naga kembali. Ia menghantam dengan segala amarah yang telah lama dipendam.Pedangnya menebas cepat, brutal, penuh emosi.Benturan terjadi. Logam bertemu logam.Pria bertato itu tersenyum—namun senyumnya langsung sirna saat ia terpaksa mundur selangkah."

    Last Updated : 2025-04-07
  • Pendekar Pedang Naga   51. Terluka Parah

    "Kael!" Suara Asmar terdengar panik namun tetap terkontrol saat ia melesat mendekat. Jubahnya berkibar, tangan kirinya sudah memegang botol kristal berisi cairan pemulih tingkat tinggi.Kael terbaring, wajahnya pucat, napasnya berat.Asmar segera berlutut di sampingnya, menekan telapak tangannya ke dada Kael. Aura penyembuhan mulai menyelimuti tubuh Kael, pelan namun stabil. “Bertahanlah. Kau sudah melawan terlalu jauh dengan tubuh seperti ini.”Sementara itu, hanya beberapa langkah dari mereka—Arsel melompat ke udara.Dua musuh yang tersisa langsung menyerang bersamaan, namun mereka tidak tahu satu hal:Arsel dalam mode penuh.“Kau sudah menyakiti sahabatku… Kau akan menyesal.”Pedang naga emas meledak dengan aura cahaya panas, seperti matahari kecil yang baru saja bangkit.DOR!Tebasan pertama menghantam tombak musuh, membuatnya terpental hingga menghantam pohon. Serangan kedua—lebih cepat dari pandangan biasa—menusuk ke arah pengguna pisau bayangan.“ARGHH!” Musuh itu terj

    Last Updated : 2025-04-08
  • Pendekar Pedang Naga   52. Penyambutan Sang Juaran

    Gerbang besar Akademi Pedang berdiri kokoh di depan mereka, berlapis baja dan dihiasi ukiran naga di kedua sisinya. Begitu mereka mendekat, suara derit perlahan terdengar—penjaga gerbang yang mengenali sosok Guru Besar segera membukanya lebar-lebar.Para murid dan beberapa pengajar yang mendengar kabar kepulangan mereka telah berkumpul di pelataran. Sorot mata mereka penuh rasa penasaran, kagum, dan sedikit khawatir.Kael melangkah lebih dulu, langkahnya mantap meski bekas luka belum sepenuhnya sembuh. Arsel menyusul di sebelahnya, sementara Asmar berjalan di belakang sambil membawa kantung ramuan dan perlengkapan medis.“Mereka kembali…” bisik salah satu murid. “Tapi lihat Kael… dia tampak lelah.” “Dan Arsel… dia tidak pernah terlihat setegang itu.”Guru Besar mengangkat tangan, menenangkan kerumunan. “Tenanglah. Kami akan menjelaskan semuanya nanti. Sekarang beri mereka ruang untuk beristirahat.”Salah satu instruktur maju ke depan. “Kami sudah menyiapkan tempat khusus untuk p

    Last Updated : 2025-04-08
  • Pendekar Pedang Naga   53. Sayap Timur Akademi

    Latihan pun dimulai. Kael dan Arsel berhadapan, tidak dengan kekuatan penuh, tapi dengan gerakan yang presisi dan teknik dasar yang disempurnakan. Peluh mengucur, napas memburu, tapi semangat tak padam.Hari pertama di sayap timur bukanlah hari santai—itu hari pembuktian, bahwa kekuatan sejati bukan hanya berasal dari naga, tapi dari tekad dan usaha mereka sendiri.Hari-hari berlalu di sayap timur, dan peluh menjadi teman setia Kael dan Arsel. Setiap pagi dimulai dengan latihan fisik yang ekstrem—berlari dengan beban, menahan posisi kuda-kuda selama berjam-jam, dan mengasah teknik dasar dengan ketepatan mutlak.Asmar, meski bukan ahli strategi, membuktikan dirinya sebagai pengawas yang gigih. Ia menyesuaikan latihan dengan kebutuhan fisik dan pola kekuatan masing-masing.“Kael, kau terlalu sering mengandalkan kekuatan pedangmu. Fokus pada gerakan tubuh. Rasakan aliran musuh lewat langkah mereka,” ujar Asmar sambil mengoreksi posisi tangan Kael.“Arsel, tenagamu kuat, tapi kau terlalu

    Last Updated : 2025-04-08

Latest chapter

  • Pendekar Pedang Naga   66. Api dan Bayangan

    Malam sudah turun sempurna ketika Kael dan Arsel menyusup ke tepian desa Arvind. Api dari ladang yang dibakar para bandit menyala redup di kejauhan, cukup untuk membuat siluet musuh terlihat… dan cukup untuk menyembunyikan dua sosok dalam bayang-bayangnya.“Jangan langsung menyerang,” bisik Arsel. “Kita belum tahu berapa banyak dari mereka.”Kael mengangguk. Mereka melangkah pelan di antara rumah-rumah yang hangus. Bau kayu terbakar dan hembusan angin malam menyatu dengan suara teredam tawa kasar para bandit di kejauhan. Beberapa penduduk terlihat diikat di depan balai desa. Tak ada penjaga yang terlalu waspada. Mereka terlalu percaya diri.“Mereka bukan hanya bandit… lihat simbol itu.” Arsel menunjuk salah satu bendera kecil yang tertancap di tanah—gambar ular berlingkar pada tengkorak. “Kelompok pemburu sihir. Mereka pernah muncul di perbatasan barat.”Kael merapat ke dinding. Pandangannya tajam. “Berarti kita tidak boleh sembarangan. Kalau salah langkah, warga bisa jadi sande

  • Pendekar Pedang Naga   65. Latihan Elit Akademi

    Angin dingin menerpa wajah Kael saat ia melangkah ke tengah arena batu. Di seberangnya, Arsel telah bersiap, pedang naga emas bersinar hangat, kontras dengan aura gelap yang merayap dari pedang naga hitam di tangan Kael. Di atas mereka, kristal latihan berputar perlahan, memancarkan cahaya yang membentuk lingkaran medan gravitasi tidak stabil.Guru Besar berdiri di pinggir arena, tangannya terlipat. "Latihan ini sederhana. Bertahan selama satu jam di dalam medan kacau ini… tanpa saling membunuh."Arsel melirik Kael. “Siap?” Kael mengangguk, “Kukira tidak ada latihan elit yang masuk akal.”Begitu kristal bersinar penuh, medan pun berubah.Tubuh mereka seketika ditarik ke arah yang berbeda. Kekuatan naga dalam masing-masing pedang memberontak—pedang emas mendorong, pedang hitam menarik. Langkah mereka berat, gerakan terhambat, dan koordinasi jadi mimpi buruk.“Aku ke kiri!” teriak Arsel. “Kukira ini ke tengah!” Kael membalas, meleset sepersekian detik.Seketika, ledakan kecil dari

  • Pendekar Pedang Naga   64. Menyerang Bayangan

    Beberapa hari setelah duel, Akademi menerima laporan dari wilayah utara: markas perbatasan diserang. Tapi anehnya, tidak ada tanda serangan frontal… hanya jejak kabut hitam dan tubuh-tubuh yang terbaring dalam tidur tanpa mimpi.Guru Besar memanggil Kael dan Arsel ke ruang dalam.“Kekuatan kalian sudah dilihat dunia… dan itu mengundang perhatian.”Ia menggelar gulungan tua di meja. Simbol yang sama dengan yang ada di surat Kakek Ling muncul—bayangan berbentuk tangan yang mencengkeram matahari.“Mereka yang dulu disebut sebagai *Bayangan Tertutup*… kelompok rahasia yang percaya bahwa kekacauan akan melahirkan dunia baru.”“Dan sekarang, mereka memburumu, Kael.” Tugas Rahasia PertamaKael dan Arsel ditugaskan menyelidiki perbatasan utara. Tapi kali ini, mereka tidak hanya berdua. Akademi mengirim satu tim elit: para pendekar muda, penyihir pelacak, dan bahkan satu penjaga rahasia dari istana.Namun sebelum berangkat, Guru Besar berkata kepada Kael, “Jangan hanya andalkan pedangmu. La

  • Pendekar Pedang Naga   63. Kembali Ke Akademi

    Angin musim gugur menyambut Kael saat ia melewati gerbang besar Akademi Pedang. Jubah hitamnya berkibar pelan, dan langkah kakinya mantap. Di pundaknya tergantung pedang naga hitam—bisu, namun terasa berbeda. Tidak lagi mendominasi Kael… tapi kini menyatu dengannya.Tidak banyak yang tahu apa yang terjadi di Gunung Tersembunyi. Tapi aura Kael membuat siapa pun yang melihatnya langsung diam. Ada sesuatu dalam matanya. Kedalaman. Keteguhan. Seolah ia telah menatap kegelapan—dan kembali membawa cahaya dari sana.Arsel adalah orang pertama yang menyambutnya. Ia sedang berlatih di halaman barat saat melihat sosok Kael dari kejauhan.“Akhirnya kau kembali.” Suara Arsel terdengar datar, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan.Kael mengangguk. “Aku pulang.”Mereka tidak perlu banyak kata. Tapi Arsel bisa merasakan sesuatu yang berbeda. Saat mereka bersalaman, ia terkejut.“Tanganmu… terasa seperti batu. Kau latihan atau bertarung melawan gunung?”Kael tersenyum kecil. “Keduanya.”Banyak

  • Pendekar Pedang Naga   62. Pertarungan Tanpa Pedang

    Pagi di gunung kembali dingin. Kabut masih menggantung rendah saat Kael membuka matanya, tubuhnya masih terasa berat, tapi jauh lebih baik. Yang pertama ia lihat adalah Kakek Ling, berdiri di depan pintu, tangan bersilang, matanya tajam seperti biasa.“Kau cukup tidur seperti batu. Sekarang saatnya kembali hidup.”Kael bangkit perlahan, duduk dengan nafas panjang.“Maaf… aku—”“Jangan minta maaf. Tapi jangan ulangi kebodohanmu juga,” potong Kakek Ling. “Kalau kau mau mati, tunggu sampai pelatihanku selesai. Baru setelah itu, kau bebas bunuh dirimu sendiri di medan perang.”Kael tersenyum kecut. Tapi ia tahu… itu bentuk perhatian. Kakek Ling mengganti metode. Kali ini bukan sekadar menggerakkan tubuh, tapi menyelaraskan kesadaran dan perasaan."Kekuatan naga hitam bukan sekadar serangan dan kekuatan kasar. Ia adalah kekuatan yang tumbuh dari bayanganmu sendiri. Kau harus belajar menyatu dengan itu—tanpa dikendalikan olehnya."Kael berjalan seorang diri menyusuri hutan di kaki gunung,

  • Pendekar Pedang Naga   61. Tamu Tak Diundang

    .Tak lama kemudian, sosok berjubah kelabu muncul dari balik kabut. Langkahnya tenang, senyumnya nyaris tak terlihat, dan ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat udara seolah menjadi lebih dingin.“Sudah lama aku tak melihat tempat ini... dan kau, Kakek Ling.”Kakek Ling bergeming. Tatapannya menjadi dingin. “Aku tak pernah mengundangmu kembali.”“Tapi aku tahu kau sedang melatih seseorang spesial. Murid yang menyimpan naga hitam dalam tubuhnya…”Kael langsung memasang kuda-kuda. “Siapa kau?”Orang itu hanya menoleh dengan tenang. “Namaku tidak penting. Tapi kau boleh memanggilku... Veynar.”Ia berjalan mendekat, dan dalam satu gerakan cepat—tubuhnya melesat ke depan, menebas udara dengan tangan kosong.Kael nyaris tak sempat menangkis. Angin serangan itu menghantam tubuhnya hingga tergeser beberapa langkah.“Ini bukan tantangan, bocah. Ini... peringatan.”Kakek Ling maju selangkah, aura tekanan keluar dari tubuhnya. “Kau tak punya hak menyentuh muridku.”Veynar berhenti. L

  • Pendekar Pedang Naga   60. Duel Dalam Senyap

    Sosok bertopeng itu melangkah pelan ke arah Kael. Tanah bergetar ringan tiap kali kakinya menginjak bumi. Di tangannya, senjata kristal hitam itu menyala samar—seolah berdenyut dengan napas makhluk asing.Kael mengangkat kuda-kudanya. Ia bisa merasakan hawa tekanan dari lawan ini. Berbeda dari bandit sebelumnya. Lebih… sadar.“Siapa kau?” tanya Kael, mencoba mengulur waktu.Tak ada jawaban. Hanya desiran napas berat dari balik topeng logam itu. Lalu, serangan datang secepat kilat.Blaaam!Kael nyaris tak sempat menangkis. Tubuhnya terpental beberapa langkah ke belakang. Debu naik tinggi. Lengan kirinya terasa kebas.“Cepat… dan kuat,” gumamnya, berdiri lagi.Bandit bertopeng maju lagi, dan duel pun pecah—pukulan, tendangan, dan ayunan senjata saling bertemu di tengah-tengah kepulan asap dan jerit warga yang masih bertahan.Kael tak melawan dengan kekuatan besar, tapi dengan kelincahan. Ia menghindar, memutar, memanfaatkan ketidakseimbangan lawannya. Tapi setiap kali senjata itu nyaris

  • Pendekar Pedang Naga   59. Serangan Di Kaki Gunung

    Pagi itu Kakek Ling membawa Kael ke jalur curam di lereng belakang gunung. Batu-batu tajam berserakan. Akar pohon menyembul seperti perangkap. Udara tipis dan berat.Kael sudah siap untuk lari, lompat, atau menahan beban berat.Tapi perintah Kakek Ling justru membuatnya bingung.“Kau akan menapaki jalur ini seribu langkah... tanpa mengatur napas lebih dari satu tarikan.”Kael memutar kepala. “Satu tarikan... untuk seribu langkah? Itu tidak mungkin.”“Tepat,” jawab Kakek Ling dengan tenang. “Itulah kenapa hanya sedikit yang bisa menyelesaikannya.”Kael memandang jalur itu, panjang dan penuh rintangan. “Dan kalau aku gagal?”“Kau ulangi dari awal.”Kael menarik napas panjang, lalu mengangguk.Langkah pertama dimulai. Satu tarikan napas. Kaki bergerak perlahan, matanya fokus pada tiap pijakan.Lima puluh langkah pertama berjalan baik. Tapi tubuh mulai berontak. Napasnya terasa menggantung. Paru-parunya menjerit.Langkah ke seratus… lalu dua ratus. Tubuhnya mulai gemetar. Kepala

  • Pendekar Pedang Naga   58. Suara Dalam Bayangan

    Fajar belum sepenuhnya muncul saat Kael keluar rumah. Udara dingin menusuk, tapi Kakek Ling sudah berdiri di halaman belakang, memandangi arah timur, seperti sedang membaca isyarat dari angin.Tanpa menyapa, ia menunjuk ke sebuah ember tua yang diletakkan di tanah. Ember itu jelas sudah tua dan penuh lubang kecil di dasar dan sisinya.“Ambil air dari sungai di bawah bukit, dan isi wadah batu itu sampai penuh,” kata Kakek Ling, menunjuk ke sebuah cekungan batu besar di dekat pohon.Kael menatap ember itu, lalu wadah batu. Jaraknya cukup jauh. Tapi yang lebih aneh—ember itu jelas tak akan bisa menampung air karena bocor di banyak tempat.“Tapi... ini akan langsung tumpah sebelum aku sampai sini,” protes Kael.Kakek Ling hanya menatapnya datar. “Lakukan.”Kael menggertakkan gigi, mengambil ember itu, dan berjalan menuruni bukit ke arah sungai. Ia mengisi air, dan seperti yang diduganya, air mulai bocor sebelum ia kembali separuh jalan. Ia tetap berjalan, menumpahkan sebagian besar air se

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status