Ternyata hanya barisan kelelawar yang tidur bertengger di tebing-tebing dalam. Bukan masalah besar. Tapi, Barok mulai menggigil. Dia takut jatuh ke dalam jurang itu, dan tidak bisa kembali.
“Tenanglah, dengan ilmu meringankan tubuh kau bisa melayang dan melompat jauh.”
“Tapi jurang itu sangat lebar, Soka.”
“Yakin!” Asoka menepuk pundak Barok. “Karena setiap perkara yang tidak didasari keyakinan, maka kemungkinan besar gagal. Jangan lupa meminta pada Dewata.”
Asoka melompat tanpa mengambil ancang-ancang lebih dulu. Dia mengkombinasikan ilmu meringankan tubuh yang sudah terasah dengan ajian Angin Ribut. Dalam sekejap mata, dia bisa menyeberangi jurang tanpa dasar ini.
Barok terkesima melihat Asoka. Meskipun tidak bisa terbang, tapi sahabatnya itu seperti melayang jauh dan melompat sesuka hati.
Sedangkan Barok, dia masih ragu-ragu. “Loncat saja, Barok, buang jauh-jauh keraguanmu! Jangan samp
"Lama!" Gatra keluar dari tubuh Asoka. "Siapa tahu kalau wanita di dalam goa berparas cantik!Kalian manusia, tidak bisa merasakan aura kecantikan bidadari di dalam goa. Dasar dungu!”"Bodoh, diam kau. Dekat samaFahmasaja mimisan, apalagi kalau perempuan dewasa!Dasar gagak mesum, tutup saja mulutmu dengan sumbu minyak!?""Eh," tatap Barok heran. Dia bingung Asokaberbicara dengan siapa."Ma-maaf, Barok,hanya suara gaib.Biasa, banyak setan berkeliaran di sini. Kau tidak perlu takut, aku sudah menangkalnya dengan jampi-jampi warisan kakek.”Gatra memukul kepala Asoka"Suara gaib matamu!Jangan seenaknya berkata kalau aku setan yang harus diusir menggunakan jampi-jampi. Ak-”“Guru, ada apa?”Gatra tiba-tiba diam. Dia merasakan aura aneh dari dalam goa. Teman lamanya, siluman yang diutus Dewata menjaga kesakralan Lembah Kalong, sudah datang.“Tidak. Tida
"Bukannya Guru Kusuma sudah memperingatkanmu jauh-jauh hari. Hutan ini, diumpamakan sebagai rumah orang asing. Tidak elok masuk tanpa mengucap permisi. Apalagi, sampai menyentuh barang-barang yang ada di dalamnya.”Barok mulai gerah dengan tingkah Asoka.Dia, yang sudah hidup lama di kaki gunung ini, sudah barang tentu, tahu apa-apa saja hal yang dilarang, juga menjadi pantangan yang tidak boleh dilakukan.Tapi, bukan Asoka jika dia tidak membantah. Dengan wajah kesal, pemuda berkuncir menoleh ke arah Barok, tatapan matanya tajam."Kata siapa, aku sudah minta izin tadi.Bahkan, jauh sebelum kita masuk ke goa ini.”"Kapan? Bagaimana izinmu? Aku tidak mendengarnya sama sekali, Soka. Kumohon, ini demi kebaikan kita. Apa kau sudah lupa pelajaran tentang tata krama memasuki kawasan terlarang?”"Dalam hati," bisikAsoka, sangat pelan, hampir tidak terdengar.Di dalam ruangan, Asokadan Barok memperhatikan be
MataAsokamemicing ke atas, melihat-lihat apakah ada tanda atau barang-barang tersembunyi yang ditaruh di cela-cela atas ruangan. Dia masih curiga, kalau goa ini ditempati seseorang, lalu di mana orang itu tinggal.Barok, yang menduga hal sama, ikut mencari petunjuk. Dia yakin, ada pintu misterius yang mengantar mereka ke tempat persembunyian penghuni goa.“Patungnya menyala, bau gas, dan beberapa batu yang tidak ditumbuhi lumut. Ini aneh. Harusnya, misal tempat ini lama tidak dihuni, semua batunya ditumbuhi lumut. Apalagi, tetes air merembes ke semua sisi ruangan, tidak hanya di satu sisi tertentu.”Asoka menyerah melihat ke dinding-dinding atas karena tidak menemukan satu petunjuk pun."Aku juga berpikiran seperti itu, Soka. Yang aku takutkan, ada orang lain selain kita yang sudah lebih dulu datang ke goa ini."Barok juga demikian, sekujur tubuhnya merinding, seolah merasakan ada makhluk lain di sekitar tempat itu."Ah
Saat kembali berjalan, Barok tidak sengaja menendang sesuatu. Suaranya agak nyaring. Ternyata sebuah peti kayu rapuh yang anehnya tidak dimakan oleh rayap.Asoka menunduk. Dia membersihkan bagian atas peti yang penuh dengan runtuhan pasir dan kerikil kecil. Setelah dibuka, di dalamnya ada beberapa pakaian yang tertumpuk. Yang lebih mengherankan, kesemuanya berwarna biru muda.“Mmm, sepertinya pakaian ini cocok untukmu. Sepertinya wajahmu akan lebih cantik.”“Matamu! Aku laki-laki normal woi! Dasar babi rusa, selalu saja bikin masalah!” Barok agak kesal dan tidak sengaja meninggikan suaranya.Asoka segera menutup mulut Barok. “Ssst... jangan berisik, nanti kita ketahuan.”“Kau, bodoh! Kenapa bikin lawakan aneh seperti itu!”Peti tersebut berukuran lumayan, mungkin muat untuk ditempati oleh Asoka. Barang-barang yang ada di dalamnya hanyalah pakaian, tidak ada yang lain.“Alah, cuma p
Suasananya agak temaram. Mereka tadi masuk ke sela tebing tepat tiga jam setelah matahari terbit. Harusnya, ini masih belum siang dan sekitar pukul sepuluh. Tapi cahaya matahari tidak bisa menembus hingga ke tempat ini.Asoka berjalan dan mengamati keadaan sekitar. Dia tidak gegabah menuju sumber suara perempuan yang berada jauh di depannya. Saat mendongak ke atas, Asoka mendapati kabut tebal yang berjarak beberapa tombak dari kepalanya.“Dari kabut itu, sepertinya kita berada di dasar jurang,” ucap Barok yang ternyata sudah mendongak ke atas lebih dulu.“Mmm, dugaanku juga sama. Itu kabut yang kita lihat dari jembatan rapuh tadi. Dan ini adalah potongan tali yang mengikat sisi lain jembatan.” Asoka menunjukkan tali yang ternoda lumpur.“Terus suara perempuan tadi dari mana? Aku sempat mendengarnya sekilas, tapi tidak jelas apa maksudnya.”Asoka mengangkat dua bahunya. Dia tidak tahu. Akhirnya, Barok memilih untu
“Tuan Siluman... apa yang kau butuhkan dari perempuan di sana?” tanya Asoka lantang. Dia menunjukkan kejantanannya sebagai seorang laki-laki.“Hrrgghh... jangan ikut campur urusanku! Pilihanmu ada dua, pergi dan kuberi waktu, atau kau akan bernasib sama seperti perempuan itu!”“Pergi pergi bokongmu kotak! Aku sudah menghabiskan satu hari lamanya hanya untuk berjalan ke sini dan kau menyuruhku pergi seenak jidat? Setan kau! Bebaskan dulu dia baru aku mau pergi.”Siluman kelelawar nampak geram dengan Asoka. Dia terbang satu jengkal dari tanah dan siap mengepakkan sayap raksasanya. “Bedebah kau! Orang sepertimu memang pantas mati dan menjadi santapanku!” Bentaknya lalu bergerak menyerang Asoka.Asoka memfokuskan matanya. Dia bisa berkelit dan meloncat ke samping menghindari serangan siluman kelelawar. Sayapnya memiliki enam tulang dan enam tanduk. Selip sedikit saja leher Asoka sudah terpotong.Pertarung
Sebelum siluman kelelawar menyerang dengan jurus Kepak Beliung miliknya, Gatra sudah lebih dulu melapisi tubuh Asoka dengan perisai energi.Memang tenaganya sangat sedikit sekarang mengingat mustika Pedang Naga Api Sulong ada di padepokan Ajisaka. Tapi untuk sekedar mengeluarkan jurus perisai ini, Gatra sangat mungkin melakukannya.Sesaat, Barok berlari ke arah perempuan dalam kurungan dan membebaskannya sebelum sayap kelelawar dikibatkan. Dia menyelamatkan perempuan tersebut dan membawanya ke balik sebuah batu besar.“Kalau kau punya energi, bantu aku untuk melapisi perisai putih milikku,” pinta Barok pada perempuan tersebut.Beberapa tombak dari batu besar, Asoka sudah bersiap dengan kuda-kuda. Di atas, siluman kelelawar mengepakkan sayapnya. “Rasakan jurus andalanku!”Sedetik kemudian, muncullah angin beliung raksasa. Kekuatannya maha dahsyat. Pohon di belakang Asoka hancur dan seluruhnya roboh. Tekanan dari angin kuat sa
Di dasar jurang, Asoka mengubah pola pertahanannya. Kali ini dia fokus untuk mengantisipasi serangan udara dari siluman kelelawar.“Guru, bantu aku, pinjamkan kekuatanmu sejenak,” pinta Asoka yang merasakan nyeri di bagian perutnya. Sepertinya serangan siluman itu berdampak cukup serius.Gatra belum kunjung keluar dari tubuh Asoka. “Tidak bisa, Soka. Mustika merah tidak berada dalam jarak jangkauanku. Hanya sedikit kekuatanku sekarang dan mungkin tidak terlalu membantumu.”“Tidak masalah sedikit, dari pada tidak sama sekali.”“Ulur waktu untuk beberapa menit, aku akan semedi sambil mengais tenaga dari alam dasar jurang.”“Baik, Guru.”Asoka terus menjaga jarak sembari mengulur waktu. Dia menggunakan pukulan pemecah air berulang kali, namun tidak bisa menembus sisik keras dari siluman. Tapi luka silang di perutnya terus mengeluarkan darah.Sang siluman cukup terganggu dengan j
Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“
“Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi
Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd
Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m
Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da
Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon
Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s
Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me
Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As