Turnamen Neraka Bumi memasuki hari ketiga, para peserta berbondong menyaksikan babak 32 besar yang akan dilaksanakan hari ini. Beberapa yang meraih nilai tertinggi di babak penyisihan kedua, langsung dicantumkan namanya di babak 16 besar.
Ratusan pendekar protes akan hal tersebut, tapi ribuan lainnya menerima dengan senang hati karena mereka tahu, sembilan pendekar yang meraih nilai tertinggi merupakan pendekar dengan kanuragan tak tertandingi, lebih-lebih mereka sepakat kesembilannya sama-sama memiliki peluang yang sama untuk menjuarai turnamen.
Tentu kursi delapan besar menjadi kursi panas karena delapan peserta yang lolos di babak itu berhak mendapat hadiah minimal 200 keping emas ditambah satu paket lengkap rempah penguat tulang.
“Padepokan kita memang termasuk baru di antara perguruan dan sekte-sekte besar lain yang ikut turnamen ini, tapi kita tidak boleh ragu, kita adalah perguruan yang pernah memenangkan Turnamen Tapak Iblis dua kali berturut-turut
Serangan demi serangan disuguhkan masing-masing peserta yang bertanding, Kilat Merah terpaksa mengambil ikat merah di balik saku celana dan memasangnya ke kening, pertanda jika dia mengakui lawan yang sedang bertanding dengannya.Pangeran Kamandanu dan Yung Chen terkejut, pertandingan ini di luar ekspektasi mereka, padahal mereka bisa membayangkan Kilat Merah menang dengan mudah, tapi nyatanya tidak.Bahula Uni sempat memojokkan Kilat Merah dengan jurus Utiran Neraca hingga pemuda ikat kepala merah itu terhempas sampai meretakkan perisai energi arena.“Bertahanlah sedikit lagi, aku akan mentranfer energi pedang merah ke dalam pedangmu.” Zoro coba menawarkan bantuan lewat telepati.“Tidak! Biarkan aku menang dengan tenagaku sendiri! Jangan merasa kasihan hanya karena aku tidak bisa mengimbangi pendekar elemen angin satu ini! Aku lebih bahagia kalah di babak ini dari pada menang dengan cara curang.”“Terserah kau sajalah
“Ki-Kilat Merah dikalahkan pemuda itu? Ini di luar dugaanku, Kusuma Aji berhasil mematahkan ekspektasi kita semua.” Fang Shui mendekati tamu-tamu undangan dan tersenyum, sepertinya dia bahagia melihat anak didiknya kalah.“Kenapa kau tersenyum? Unggulan kedua Lembah Seratus Pedang sudah tumbang.” Pangeran Ananta coba menelisik senyuman Fang Shui.“Justru aku bahagia karena Bahula Uni berhasil menghapus kesombongan Kilat Merah, dan setelah pulang dari turnamen ini, dia pasti berlatih keras agar bisa memenangkan Turnamen Neraka Bumi tahun selanjutnya.”“Kau memang pendidik yang baik,” puji Pangeran Kundalini.Pertandingan terus berlanjut, semua tamu undangan duduk berdampingan satu sama lain. Yung Chen dan Datuk Lembu Sora juga sudah kembali ke tengah arena, melihat seberingas apa perwakilan Kuil Pendeta Langit.Enam bulan sebelum Turnamen Neraka Bumi dilaksanakan, beberapa petinggi Kuil Pendeta Langit
Perbincangan terjadi lumayan lama, Datuk Lembu dan Empu Ganda sadar akan hal tersebut. Mereka ikut hadir di alam ilusi yang diciptakan Prabu Wusanggeni.Strategi agar Asoka berhasil menembus babak final dibahas di sana, perbincangan terjadi cukup lama hingga mereka bertiga melewatkan tiga pertandingan babak 16 besar.Yung Chen yang sadar akan hal itu, tidak mau berkomentar apapun. Sebenarnya dia penasaran kenapa hanya mereka bertiga yang berangkat tanpa mengikutsertakan Pangeran Kamandanu atau Pangeran Kundalini yang merupakan petinggi Ikatan Pendekar Nusantara.“Ah, mungkin ada kaitannya dengan Asoka,” batin Yung Chen, mencoba tidak peduli dengan hal tersebut.Usai berbincang cukup lama dengan tiga pemegang mustika legendaris, Prabu Wusanggeni masuk ke alam ilusi lain dan coba menautkan telepatinya ke alam bawah sadar Asoka.“Turnamen tahun ini tidak semudah yang kau bayangkan! Bersiaplah, akan banyak tantangan yang harus kau lal
Abah Suradira mengumpulkan semua peserta dan penonton dua hari setelah babak 16 besar selesai. Ada pengumuman yang akan disampaikan, tapi wajah Abah Suradira terlihat ragu antara mengumumkannya sekarang atau menundanya sampai esok hari.Pangeran Kamandanu, Yung Chen, Datuk Lembu Sora, dan Empu Ganda Wirakerti juga turut hadir di tengah arena sebagai bukti kalau pengumuman ini sudah disepakati oleh pihak perwakilan Ikatan Pendekar Nusantara.Posisi Prabu Wusanggeni digantikan oleh Pangeran Kundalini, si tua pengguna jurus ilusi itu dipanggil Ki Seno Aji untuk datang di Kuil Neraka Bumi karena ada satu gulungan rahasia yang ditemukan oleh murid Perguruan Kabut Butana.“Ada apa kira-kira? Ini tidak seperti biasanya.” Kilat Merah berujar, tangan, tubuh, dan kakinya masih dibalut perban setelah kekalahannya melawan Bahula Uni.“Aku tidak tahu … tapi aku curiga, turnamen ini ditunda karena suatu alasan yang tidak kita ketahui.” As
Malam sebelum berangkat menuju Dwipa, Asoka lebih dulu kembali ke Asrama Api Merah guna pamitan pada teman-temannya, termasuk Bayu yang kebetulan juga ada di sana.“Kami sebenarnya tidak tega melepasmu sendirian ke pulau Dwipa, tapi jika itu permintaan Datuk Lembu Sora, kami tidak bisa menolaknya. Itu demi kebaikanmu, juga kebaikan perguruan kita tercinta.” Reksa Aluna selaku ketua asrama coba menyikapinya dengan bijak.“Benar katamu, kita tidak boleh menahan Asoka di sini.” Opang maju dua langkah, menyerahkan satu wadah kecil berisi bubuk kopi. “Ini akan menemani malam-malam latihanmu di sana.”“Kami di sini mendukung apapun keputusanmu. Jika kau memang ingin memperkuat diri dan berlatih di bawah asuhan Datuk Lembu Sora, kami dengan senang hati mendoakan keselamatanmu, lebih-lebih mengharap kau berkenan mengajari kami apa yang kau dapat setelah berlatih di sana.”“Aku pasti jadi lebih kuat dan mengaja
“Serikat Zhang Ze sudah bergerak, salah satu tandanya adalah muncul badai di tengah Selat Jawa, raja siluman laut akan berkumpul menunggu energi dari bola cakra hitam yang dibawa Wusasena setelah pulang dari Tiongkok.”“Bagaimana kau tahu?” Asoka meragukan kata-kata Gunawira.“Kami keempat mustika terhubung satu sama lain, tidak bisa berbohong, atau membuat berita palsu. Dan karena itulah, Meng Khi menempatkan mustika emas agak jauh dari singgasananya agar aku, Gatra, dan Lana Ari penghuni mustika cokelat.”“Jadi, selama ini, kalian bisa saling berbincang tanpa harus bertatap muka satu sama lain?”“Benar, kami tidak harus bertemu untuk berbincang.” Gunawira mengepakkan sayapnya dan menukik naik ke atas, menghindari ombak besar yang menerjang dari sisi kanan. “Sama halnya saat Seno mewariskan mustika itu padamu, dia lebih dulu minta pendapat kami berempat. Hasilnya, tiga setuju kecuali Cakar
Asoka berteriak sangat keras seraya mengayunkan Pedang Kalacakra ke segala penjuru.“Teknik Ilusi Mayapada - Pedang Kawah Asap!”Dua petir turun dari angkasa, menyambar permukaan laut.Sempat terdengar auman merintih dari dasar laut, tapi Asoka tidak peduli. Dia terus mengayunkan pedang, terhitung belasan kali petir menyambar laut, mengaliri air dengan energi listrik.Gunawira akhirnya sadar, Asoka bukan bocah sableng biasa, dia cukup cerdik membaca situasi, lebih-lebih karena petir itu.“Air selamanya tidak bisa menyatu dengan listrik, dan dia menemukan celah kelemahan iblis-iblis lautan. Meski mereka terbuat dari abu dan api hitam, mereka juga iblis yang bisa merasakan rasa sakit. Petir itu cukup untuk mengulur waktu sampai dia berhasil mengumpulkan energi alam dalam jumlah cukup besar.”Penjelasan Gatra cukup gamblang, tentu Gunawira memanggut kagum karena selama ini dia hanya menganggap Asoka sebagai pemuda bodoh
Asoka membuka mata, bau bubuk kopi menuntunnya pada titik energi alam yang lebih besar lagi. Entah di mana letak pastinya, dia langsung menyuruh Gunawira bergerak.“Bawa aku ke Timur Laut, energi alam di sana terasa jauh lebih besar.”“Bagaimana kau bisa tahu?” Gunawira penasaran, apa hubungannya bubuk kopi dengan energi alam.“Bubuk kopi adalah hasil panen alami tanpa campur tangan bahan-bahan lain. Jenis kopi tertentu dapat mendeteksi energi alam karena dari masa dia ditanam sampai panen menjadi kopi kasar, mereka membutuhkan energi alam dalam jumlah tertentu.”Asoka menghela nafas pelan. “Dengan kata lain, kopi jenis tertentu tidak dapat dipisahkan dari energi alam seolah energi alam adalah pusat kehidupan keduanya setelah tanah.”“Hanya bermodalkan kopi jenis khusus untuk mendeteksi titik inti energi alam di Selat Jawa, kau sungguh cerdas!”“Tidak ada waktu lagi, cepat baw
Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“
“Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi
Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd
Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m
Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da
Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon
Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s
Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me
Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As