“Awas depanmu, Soka!” teriak Barok yang ternyata masih belum meninggalkan Goa Kalong.
Asoka menoleh ke belakang dengan wajah merah. Dia sangat murka kepada Barok. “Kau pergilah lebih dulu! Biarkan aku yang menyelamatkan Pedang Segoro Geni.”
“Tapi nyawamu lebih penting, Soka,” lirih Barok dengan wajah nanar.
“Pergi atau kau kuhempaskan dengan kekuatan anginku!?” Asoka serius dalam hal ini. Matanya makin merah menyala, hingga membuat Barok gemetar ketakutan.
Barok memutar badan. Dia berlari meninggalkan Asoka sendirian dalam goa. Yang ada di benaknya hanyalah, sebuah harapan agar Asoka bisa keluar dengan selamat, tak kisar apa dia berhasil menyelamatkan Pedang Segoro Geni ataukah tidak.
Sambil menyingkirkan rumput tinggi di mulut luar goa, Barok menitikkan air mata. Dia sangat kesal terhadap sahabat barunya. Bagaimanapun juga, Asoka sangat egois.
“Andai saja aku memiliki ilmu meringankan tu
Asoka masih tidak percaya. Dia sudah berada di luar goa.Namun, di sana, api merah sudah membakar rerumputan tinggi. Tidak ada waktu lagi untuk bertanya ataupun khawatir. Asoka harus menggunakan ilmu meringankan tubuh dan Ajian Sepuh Angin.Dalam sekejap, dia melayang melewati api merah milik Barok. Dia juga berhasil melewati jembatan gantung yang rapuh. Namun, tenaganya terkuras hebat karena terlalu banyak digunakan untuk Ajian Sepuh Angin.“Di mana Barok?” tanya Asoka kembali. Dia sepertinya lupa kalau menyuruh Barok untuk terus berlari. Yang ada di pikiran Asoka, Barok lari menjauhi Goa Kalong, lantas menunggunya di seberang jembatan.Tapi, yang dipikirkan Barok, bertolak belakang dengan pikiran Asoka.Barok beranggapan, Asoka tidak mungkin selamat dari reruntuhan goa. Belum lagi, api membara yang membakar semak belukar tinggi. Mustahil ada pendekar dengan kondisi energi terkuras, bisa selamat dari dua marabahaya itu, walau sekelas p
Joko bergerak memimpin hampir dua ratus anggota aliran hitam menuju padepokan Ajisaka. Suasana yang gelap gulita tidak membuat mereka kesulitan. Terlihat Joko mengambil lini paling belakang. “Bunuh semua orang yang kalian temui... jangan pernah sisakan satu kepala pun dalam pembantaian!” Mereka semua mengangguk. Sambil berjalan mengendap=endap, mereka sudah berada di dekat padepokan dan merapatkan tubuh ke dinding gubuk agar tidak diketahui keberadaannya. Sementara di dalam aula padepokan, Raden Kusuma akan memberi peringatan kepada seluruh muridnya agar bersiap dan pura-pura tidur. “Apa semua muridku sudah kau beritahu?” Tanya Raden Kusuma. “Semua sudah bersiap. Mereka membawa pedang masing-masing. Untuk pedang kawah putih, aku suruh mereka menyembunyikannya di dalam tanah.” “Kau memang bisa diandalkan, Langkir.” Di luar padepokan, Joko menyuruh anak buahnya berhenti belasan meter dari gerbang. Dia memusatkan tenaga di tanga k
Sesampainya di padepokan, Rekso dibuat terkejut karena separuh dari pasukan Joko sudah tumbang oleh seorang laki-laki. Auranya sangat kuat dan tekanannya terasa sekali. “Akulah lawan kalian sekarang,” ucap laki-laki tersebut. Dia tiba-tiba berdiri di belakang Rekso dan Joko di baris belakang pasukan Elang Hitam. Joko dan Rekso menoleh ke arah sumber suara. “Akhirnya kau keluar juga, Langkir bodoh! Ini adalah pembalasanku pada muridmu yang kurang ajar terhadap perguruan Elang Hitam!” Teriak Joko keras sekali. “Ahh, ternyata kau ditunggangi oleh tikus tengik bernama Wusasena itu ya... tidak buruk. Tapi ingatkah dulu kalian berdua pernah bersujud memohon ampun seperti pecundang?” “Jangan remehkan kami berdua, Langkir! Lima tahun berlalu dan kami sudah lebih kuat dari yang kau pikirkan. Ingatlah, ini adalah hari kematianmu!” Ki Langkir Pamanang sudah tahu kalau dirinya sedang dibidik oleh para pemanah di bagian Timur padepokan. Dia mengalihkan per
Tabrakan energi tersebut menimbulkan gempa, tapi hanya sebentar. Ki Langkir, Rekso, dan Joko sudah kembali dalam posisi kuda-kuda mereka.“Keluarlah, Pedang Kawah Welirang!” Ki Langkir berteriak keras.Dari kejauhan, muncul cahaya putih yang bersinar. Sinarnya menembus gelapnya hutan dan terhenti pada sebuah mustika berbentuk elang yang ada dalam genggaman Ki Langkir.Pedang tersebut melesat cepat dan sejurus kemudian sudah berada dalam genggaman Ki Langkir Pamanang. “Dasar murid tidak tahu diri!” Teriaknya sambil mengacungkan Pedang Kawah Welirang tinggi-tinggi.Joko mendeteksi ancaman yang terjadi. Dia bisa merasakan energi aneh dari pedang yang dipegang mantan gurunya. Semacam energi putih, tapi bukan kekuatan pendekar aliran putih.“Awas, Adik!” Joko mengingatkan Rekso akan Ki Langkir. “Pedang itu adalah pusaka kebanggaan Guru Langkir. Dia bisa memelar dan lentur sesuai perintah empunya.”R
Meskipun sudah lama tidak bermain pedang, Ki Langkir masih menguasai teknik dasar. Pergerakan tangan dan lekukan pergelangannya sangat lincah. Hal tersebut membuat Joko kerepotan.Ki Langkir diam beberapa detik untuk mengatur nafas. Ia pusatkan tenaga di kaki kanan dan melompat untuk melancarkan serangan kejutan. Serangan tersebut mengincari leher Joko namun bisa ditangkis dengan cakarnya.“Sialan! Kau masih terlalu kuat, Guru!” Joko mengumpat kesal.Rekso memperingatkan kakaknya, tapi sayang pandangan Joko sudah dibutakan oleh obsesi balas dendam kepada Ki Langkir. Kepercayaan dirinya menguasai. Dia sangat yakin bisa menang.Mata Ki Langkir menatap celah tersebut dan kesempatan ini dimanfaatkannya untuk menyerang lagi dan lagi. Saat Joko sudah terpojok, Rekso memanah mengincar tengkuk Ki Langkir, tapi sang sang pertapa berhasil menghindar.Ki Langkir meloncat ke atas dan memusatkan “Kekuatan Kawah Welirang!”Serangan
Asoka menyuruh Barok untuk duduk sejenak sembari dia mengatur nafas. Ajian Sepuh Angin sangat menguras tenaga dan mereka mungkin masih separuh perjalanan menuju padepokan.“Soka, Gawat!” Gatra tiba-tiba bangun dan terkejut.Dia keluar dari tubuh Asoka dengan wujud gagak hitam raksasa. Matanya merah menyala. Sepertinya Gatra menangkap sinyal adanya pertumpahan darah di sekitar sini.Gagak tersebut sudah bangun dari tidurnya dan selesai mengisi tenaga. Dia langsung menyuruh Asoka bergegas karena pertarungan sedang berkecamuk.“Bagaimana kau bisa tahu tentang penyerangan itu, Guru?” Tanya Asoka singkat.“Mustika merah ada di padepokan. Aku bisa merasakan bau, energi, dan suara yang ada di sana.”“Tidak mungkin, Guru. Ini baru memasuki tengah malam. Biasanya pendekar hitam akan menyerang minimal pukul dua pagi atau ketika fajar menyingsing.”“Lihat temanmu... dia sudah kelelahan. Kekua
Di dalam padepokan, Raden Kusuma menyaksikan banyak sekali panah yang mengucur deras dari langit-langit.“Lindungi bagian atas kalian!” Teriaknya kepada seluruh murid padepokan Ajisaka.Dia baru ingat kalau Ki Langkir memberi informasi jika di sebelah Timur padepokan ada pasukan pemanah berjumlah sekitar dua puluhan orang.Lupa sejenak, mati pasukan seribuan. Semua sudah terlambat. Panah terlanjur diguyurkan ke arah lapangan tengah padepokan. Beberapa murid padepokan sempat membentuk perisai energi di bagian atas mereka.Tapi sayang, di kiri-kanan sudah berkeliling musuh. Empat murid padepokan tewas karena tusukan tombak. Satu di antaranya terkena sabetan pedang hingga perut dan kakinya terpisah.Raden Kusuma sangat murka. Murid padepokan Ajisaka adalah harta paling berharga yang pernah ia miliki. Selama menikmati masa tua, Raden Kusuma hanya ditemani oleh belasan muridnya.“Jangan bermain api dengan padepokan Ajisaka!&rdqu
Mereka menyerang Ki Langkir dengan segenap kekuatan yang tersisa.Gatra mendeteksi sebuah pusaka dengan tenaga putih yang sangat kuat. Letaknya agak jauh dari mustika merah yang ada di padepokan.Dia tidak ingin memberitahu Asoka lebih dulu karena masih penasaran tentang pusaka apa yang sedang dirasakannya.“Beberapa menit lagi dan kau akan sampai di padepokan,” ujar Gatra membatin.Asoka mengangguk. Dia percaya kepada Gatra. Gagak tersebut pasti merasakan keberadaan mustika merah yang selama ini menjadi rumahnya.“Barok, sebentar lagi, tahan tubuhmu!” Asoka mengaitkan pegangan Barok yang semakin lama semakin mengendor. “Kurang beberapa menit.”“Tapi, Soka, mataku sudah sangat mengantuk.”“Perut aja besar, nahan kantuk nggak bisa! “Tak lama, terdengar suara ledakan. Asoka dan Barok kaget. Mereka berdua tidak tahu kalau ledakan itu adalah hasil dari pertarungan Ki Lang