Raden Kusuma menyuruh Barok terus bertahan di balik perisai energi. Mereka berdua akan bertahan bagaimanapun kondisinya.
“Benarkan kuda-kudamu, siluman kera itu setara dengan dua orang pendekar langit tingkat akhir. Lengah sedikit mereka bisa hancurkan perisai energi putih yang kau buat. Ingat, hutan ini tidak memiliki siluman lemah. Mereka semua kuat!”
Mengalahkan mereka sebenarnya hal mudah bagi Raden Kusuma, tapi dia menjaga adab sebagai tamu di hutan Babel. Para siluman itu sudah tinggal lebih lama dari pada dirinya yang baru beberapa dekade.
“Ingat, Barok, kita tidak boleh melukai mereka kecuali keadaan sudah terlampau darurat. Biarlah mereka melukai kita. Selagi masih bisa bertahan, jangan pernah menyerang mereka. Kita baru boleh menyerang hanya saat kita ada di ambang kematian.”
“Baik, Guru!” Barok membalasnya dengan anggukan.
Siluman kera maju lebih awal. Dia berlari dan meloncat kencang. Dua tangannya di
“Dengan mata kirinya, Fahma bisa mendeteksi lokasi mustika, pusaka, hingga kitab-kitab kuno peninggalan raja-raja Jawa, termasuk beberapa kitab terpendam yang berisi panduan kanuragan serta jurus hebat lain.”Asoka mengernyitkan dahi, ucapan Raden Kusuma ada benarnya.Dia akhirnya tahu kenapa mata Fahma harus segera ditutup dengan ritual, tapi belum yakin sepenuhnya.“Secara tidak langsung, tujuan Tengkorak Merah bukan mengincar padepokan ini, tapi mencari keberadaan Fahma.”“Aku tidak yakin, tapi sepertinya begitu. Selain Fahma, mereka juga punya maksud lain. Dendam antara Raja Syailendra dan ketua Tengkorak Merah masih belum tuntas. Tapi mungkin, ada niat terselubung dari mereka untuk menculik Fahma semisal ada kesempatan.”Raden Kusuma menghela nafas, dia bimbang bagaimana cara melindungi Fahma saat upacara penutupan mata berlangsung.Ketua Sekte Tengkorak Merah pasti paham, upacara penutupan mata hanya bisa di
“Bukan tidak berfungsi, tapi efek samping yang dihasilkan lebih besar. Sebab itulah Raden Kusuma melarangku menggunakannya dan hanya membantu dengan aura putih penyembuhan. Toh mata kiri Fahma bukan termasuk jenis luka. Itu anugerah yang diberikan Dewata khusus pada Fahma.”Asoka mengangguk paham. Dia berjalan mengikuti langkah Barok. Mereka masuk lebih dalam ke hutan Babel. Tidak lama kemudian, Barok berhenti dan membungkuk.“Lihatlah, Soka, ini namanya binahong, cocok untuk menyembuhkan segala luka fisik, termasuk luka bakar akibat elemen api. Luka dalam juga bisa, tapi hanya sebatas meringankan nyeri. Kau bisa mencampurnya dengan air mendidih, lalu ditambahi sedikit garam.”“Binong apa?” Asoka lupa nama daun yang disebut Barok.“Binahong, daun yang bisa kau temui di daratan kering seperti ini. Dia tumbuh di seluruh penjuru Nusantara, termasuk Jawa yang merupakan penghasil utama binahong.”Rasa pena
“Tolong aku, Soka. Punggungku tidak bisa digerakkan. Rasanya sangat berat seperti ada yang menindihku!” Barok terus menggeliat kesakitan.Asoka masih berusaha bangkit dari tekanan energi aneh yang tiba-tiba datang.Ingin mengeluarkan energi alam atau kanuragan dalam tubuhnya, pemuda itu merasa aneh. Seluruh aliran darahnya terkunci, seolah energi asing ini mengincar nadi alir kekuatannya.Tak pelak, bantuan Gatra sangat dibutuhkan sekarang.Berencana memanggil nama Gatra keras-keras, kembali, Asoka disadarkan kalau mustika merah Pedang Naga Api tidak sedang berada di tangannya.“Berarti Guru tidak bisa membantuku, tidak bisa meminjamiku kekuatan Bunar Kumbara?” Asoka mulai khawatir, dia tidak tega melihat Barok merintih.“Bisa, tapi hanya sebagian kecil, tidak ada satu persen.” Gatra hanya bisa mendonorkan sedikit energinya saja.“Terima kasih, Guru, itu jauh lebih baik dari pada aku harus ber
“Kalian akan berlatih dengan pemuda ini. Seperti yang sudah kuajarkan, jangan menilai sesuatu dari luar. Dia memang lebih muda, tapi dalam dirinya mengalir tekad Ki Seno Aji. Hal yang perlu kalian tanamkan di sini, bahwa, dia sudah diakui sebagai murid emas Ki Seno Aji.”Begitu nama pertapa tanpa tanding itu disebut, semua murid padepokan Ajisaka diam. Barok juga terpaku. Dia baru tahu kalau Asoka adalah bocah pilihan Ki Seno Aji.Kembali, murid-murid dibuat kagum dengan Asoka.Setelah berhasil mengalahkan Barok dan dua rekannya, kini Asoka diminta melatih. Belum lagi Raden Kusuma membuka jati diri Asoka kepada seluruh murid padepokan.Dari empat pendekar terkuat dunia, Ki Seno Aji lah yang selalu disebut-sebut sebagai yang terkuat masa kini.Mungkin, sekarang sedikit berbeda. Kekuatan Ki Seno Aji tidak selevel dengan pemegang mustika lain, lebih-lebih, setelah pertapa tua itu mewariskan mustika merah kepada Asoka.Meskipun banya
Mereka hanya menuruti permintaan Asoka, berdiri di tengah terik sinar matahari bercampur energi Bunar Kumbara.Keringat menetes di mana-mana, bahkan ada salah satu murid yang mengeluh tidak kuat menjalani siksaan ini, padahal baru lima menit pertama.Seluruh murid saling pandang heran. Guru macam apa ini! 15 menit sudah tapi kami hanya berdiri di bawah terik matahari! Ingin sekali mereka mengeluarkan umpatan kasar pada Asoka.Namun, mereka tidak jadi melakukan itu karena terbayang, bagaimana amarah Raden Kusuma nanti ketika tahu jika murid padepokan Ajisaka berani membentak guru mereka.Dari dalam ruang ritual, Raden Kusuma mencolek Ki Langkir Pamanang yang ikut membantu ritual penutupan mata kiri Fahma. “Lihat muridmu, edan tenan!”“Heh,” heran Ki Langkir, “maksudmu Asoka?”“Coba lihat di luar sana!”Ki Langkir melipirkan badannya ke dekat pintu. Dia melihat Asoka hanya duduk sambil men
Jarak Asoka dengan ruang ritual tidak terlalu jauh. Aura hitam pekat Yasa bisa dirasakan Raden Kusuma dan Ki Langkir Pamanang.Semakin geram, aura hitam itu terasa semakin pekat.Raden Kusuma dan Ki Langkir Pamanang khawatir, jika Asoka dibiarkan mengamuk, semua murid bisa terbunuh dengan mudah. Jangankan mereka berdua, Abah Suradira, yang sudah diakui sebagai pendekar elemen api terkuat, tumbang saat ingin menghentikan murka Asoka.Bono dan Barok hanya bisa menggelengkan kepala melihat tetua padepokan bernama Suryo.Bukannya berhenti, dia malah memprovokasi Asoka, membuat pemuda itu makin emosi. “Jangan gegabah, Kisanak. Bukannya sombong, Barok yang terkuat di sini saja sudah tumbang olehku, apalagi dirimu.”“Gertakanmu tidak akan berguna. Kau tidak pantas mengajar di padepokan Ajisaka!” Asoka mengerang, lalu mengeluarkan aura kemerahan di sekitar tubuhnya.Usai menghela nafas panjang, dia berdiri, menuruni anak tang
“Kenapa? Keluarkan saja seluruh energimu, aku tidak takut.” Suryo semakin berlagak di hadapan Asoka, seolah, dia adalah orang terkuat setelah Raden Kusuma.“Jangankan satu orang, jika ada tiga orang seperti dirimu, pasti kukalahkan semuanya! Gelar yang terkuat di padepokan hanya dimiliki Raden Kusuma, tapi aku adalah orang terkuat nomor dua di sini. Kau tidak tahu seberapa besar tenaga dalamku, kan?”Asoka memicing heran. Bagaimana bisa pria ini begitu sombong. Dia melihat ada sesuatu yang menonjol tapi bukan bakat.“Aku tidak tahu jika kesombonganmu jauh lebih besar dari belalai gajahmu, itu kelihatan menempel di celana.”“Bocah tengik!” Suryo berlari ke arah Asoka dengan pedang terhunus di samping kepala.Awalnya dia ingin menghabisi Asoka dengan jurus terkuatnya, Teknik Pedang Kawah Angin, namun ternyata gagal. Suryo makin geram kala Asoka mempermalukannya di hadapan murid-murid lain.Mau di
Kembali, Asoka melesat dengan Ajian Sepuh Angin, ke belakang tubuh Suryo, lalu menekan arteri nada, tempat aliran energi utama manusia yang letaknya di sekitar leher kiri bawah.Barok yang tidak tahan, segera lari menghampiri Suryo. Dia tidak peduli walau Asoka menatapnya sangat tajam.“Harus berapa kali aku memperingatkanmu, Barok, tidak boleh ada yang ikut campur dalam pertarungan ini!” Dari tangan Asoka, keluar bola-bola api. Dia geram, siap menyerang Barok dan Suryo bersamaan.“Sekali ini saja, aku mohon!” Barok hampir saja sujud jika Raden Kusuma tidak meneriakinya dari jauh.“Kau menang telak setelah berhasil mematikan aliran kanuragan Suryo. Pertandingan ini, merupakan ajang pembuktian siapa yang terkuat. Kau berbuat curang. Teknik totok jarimu sama sekali tidak diketahui murid padepokan.”“Lalu kenapa? Ada masalah dengan teknikku?”“Harusnya kau tahu, kita sebagai pendekar medis,
Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“
“Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi
Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd
Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m
Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da
Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon
Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s
Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me
Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As