Dengan cepat, Ki Seno melesat menggunakan Ajian Sepuh Angin dan menyelamatkan Asoka dari bebatuan sungai. Telat sepersekian detik saja tubuh Asoka sudah hancur.
“Byuh, syukurlah aku masih sempat,” lirih Ki Seno, lalu membaringkan Asoka di dekat goa.
Di sisi lain, Gatra masih belum percaya kalau teriakan itu muncul begitu saja dari mulut Asoka. Dia mengepakkan sayap dan bertengger di atas goa.
Ki Seno menyibak pakaian Asoka dan Gatra pun melihat tato gagak hitam yang ada di leher pemuda itu. Tatonya menyala dan mengeluarkan cahaya keemasan. Mulai saat itu, Gatra mengikuti kemana pun Asoka pergi.
Pada saat mencari pisang di keesokan harinya, Ki Seno terkejut karena tato gagak hitam milik Asoka hilang. Dia bertanya serius, tapi Asoka menjawabnya dengan enteng.
“Ya mana Asoka tahu, ngelihat leher sendiri saja tidak bisa!”
“Ooo bocah semprul! Aku tanya serius malah s
Sepintas terbayang kejadian pembantaian waktu itu, Asoka naik pitam. Energi Gatra meluap-luap dalam tubuhnya. Api kemerahan menyelimuti tubuh Asoka; api amarah bercampur api kekuatan mustika merah.Bono mundur beberapa langkah. Dia tidak pernah merasakan energi sebesar ini. Langkahnya gontai dan pandangannya mulai sayu.Asoka mendekati Bono dengan pedang terhunus. Entah siapa yang mengajarinya ilmu berpedang, dia tiba-tiba bisa menggunakannya. Asoka yang dulu berbeda dengan yang sekarang. Amarah menguasainya.- Pedang Tanpo Wujud -Satu kali kibatan pedang tidak berimbas apapun pada Bono."Lucu sekali. Kau hanya membelah angin," ejek Bono."Aku memang membelah angin, tapi angin itu akan membelahmu!"Bono mengernyitkan dahi. Namun tak berselang lama, muncul angin berbentuk baling-baling dari belakang Asoka. Angin itu memotong setiap yang dia lalui. Tubuh Bono terpecah menjadi dua. Asoka mendekati jasad Bono, mengambil peta yang ada di
Pertemuan Asoka dengan Mbok Sari berlangsung singkat. Banyak pelajaran yang bisa diambil, terutama alasan kenapa harus memilih pendekar tanpa aliran. Berjalan menyusuri hutan belantara, Asoka terus memikirkan kalimat terakhir yang diucapkan Mbok Sari, mengulanginya sampai Gatra bosan. Hitam belum tentu buruk, dan putih tidak selamanya baik, namun mereka berdua tidak bisa bersatu. Banyak sekali pendekar aliran hitam yang menolong sesama, memiliki asas gotong royong yang kuat, bahkan rela mengorbankan nyawa demi golongannya sendiri. Begitu juga pendekar aliran putih, tidak selamanya nampak baik di benak pendekar. Jawa merupakan markas pendekar aliran putih, penyebarannya begitu merata. Berbeda dengan aliran hitam yang hanya ada di bagian Timur. Namun pemikiran masyarakat sudah bergeser akibat maraknya pemalakan yang dilakukan oleh pendekar aliran putih. Perguruan Teratai Hijau dan Perguruan Awan Putih merupakan dua dari sekian perguruan yang ser
Pertemuan itu mengantarkan Asoka pada sebuah gubuk reyot yang sudah lama tidak dihuni. Batara Wasji menjaga gubuk itu selama beberapa tahun untuk menunggu kedatangan seorang lelaki.Asoka dipersilakan masuk. Pandangannya menatap lekat sabuk hijau yang tergantung di balik pintu kayu. Tangannya bergerak sendiri, walau dia tidak ingin menggerakkannya. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi sabuk itu sangatlah berat.Cahaya pendar hijau muncul dari batu akik yang ada di tengah sabuk. Mengernyitkan dahi karena heran, Asoka menyentuhnya. Cahayanya memantul dari sudut ke sudut hingga mengenai perut Asoka.Huek!Khawatir melihat tuannya muntah darah, Gatra bergegas masuk, tapi Batara Wasji melarangnya."Biarkan dia melakukan tugasnya," kata Batara Wasji.Mengangkat salah satu alisnya karena penasaran, Gatra berubah wujud jadi seorang lelaki. "Dia siapa maksudmu?""Damardjati Sunandar. Kau pasti mengenalnya.""Mustahil!" Gatra menelan luda
Sadar melihat dirinya terikat di sebuah pohon beringin, Asoka coba membakar tali yang melilit tangan, perut, dan kakinya. Bermula dari tali di belakang agar tangannya bisa berberak bebas, percobaan itu tidak berhasil."Guru," ujar Asoka dalam hati. "Bantu aku. Pinjamkan kekuatan apimu!"Gatra tidak menjawab sampai Asoka berteriak dalam hatinya. "Guru ... bangunlah! Apa kau tidak ingin membantuku? Aku sedang disandera. Jangan tidur terus!""Sepertinya aku tidak bisa membantumu karena aku rasa, tali itu terasa sedikit aneh. Tapi aku akan memberimu sedikit energi api. Jika itu gagak, kau harus bisa mengalahkan mereka dengan tanganmu sendiri.""Ta-tapi..."Hangat mulai merasuk dari jemari Asoka, mengalir hingga ke punggung. Asoka coba membakar tali yang mengikat tangannya dengan energi api milik Gatra, beberapa kali, hingga energi Asoka banyak terkuras.Padahal tali itu hanya tali rotan biasa, tapi kenapa tidak hangus saat dikenai energi api?
"Mau ke mana kau? Aku tahu ada roh yang bersarang dalam tubuhmu. Roh itu tidak bisa menggunakan kekuatannya karena mustika merahmu sudah aku sembunyikan di tempat khusus."Mengernyitkan dahi karena heran, Asoka baru sadar kalau mustika merah Pedang Naga tidak ada di saku belakang celananya. Dia meluncur dengan ilmu meringankan tubuh sembari mengalirkan tenaga ke tumit kaki kanan.Tendangan sabit memutar berhasil memojokkan Jabran, namun keributan itu terdengar oleh anggota perampok yang lain.Paham apa yang harus dilakukan, Gatra melepaskan diri dari tubuh Asoka dan terbang mencari mustika merah di sekitar markas Perampok Macan Kumbang. Sementara Asoka bertarung untuk mengalihkan perhatian.Sial, dan sangat sial, Jabran ternyata memiliki mata batin. Lelaki jangkung itu bisa melihat ke mana Gatra terbang. Jabran melesat lalu mencengkeram sayap Gatra.Posisi yang jauh dari mustika merah membuat Gatra kewalahan karena dia tidak bisa berbuat apapun kar
Gatra menjetikkan jarinya. Segerombol gagak hutan menyerbu markas Perampok Macan Kumbang. Beberapa goresan dituangkan menggunakan kanvas pipi serta punggung anggota perampok. Jabran mengalami hal yang sama. Punggungnya robek karena cakar dua ekor gagak.Memanfaatkan kesempatan yang ada, Asoka melepaskan energi alam yang ada di telapak tangannya. Tubuhnya terlempar seperti kapas yang tertiup angin kencang."Racunnya mulai bereaksi!" Gatra terkapar tidak berdaya, menggeliat di atas dedaunan kering yang mulai menguning. "Na-nadiku! Kenapa racun ini berdampak pada roh mustika sepertiku?"Tergeletaknya Gatra dimanfaatkan beberapa anggota perampok. Mereka ingin merebut mustika merah, tapi Asoka bergerak lebih cepat. Lekukan indah Pedang Kalacakra milik Asoka menanggalkan beberapa kepala dalam sekali tebas.Jabran bangkit, namun Asoka tidak mengetahuinya. Meski darah mengucur deras dari punggungnya, Jabran masih bisa bangkit. Tubuhnya bergetar hebat. Nadinya ber
"Andai kalian tidak mengganggu warga, pembantaian ini tidak akan pernah terjadi. Karma itu nyata, dan kalian pantas mendapatkannya!" Semenjak pembantaian hari itu, relung kejam alam bawah sadar Asoka perlahan bangkit. Asoka makin kejam, tidak memberi ampun setiap lawan yang menantangnya. Gatra mulai khawatir, tapi tak punya kuasa menghilangkan sisi gelap dalam diri Asoka. Kelak semakin banyak darah yang menodai pedang Asoka, bahkan darah rekan-rekannya sendiri. Melihat tumpukan mayat anggota Perampok Macan Kumbang, jiwa iblis Asoka mulai menunjukkan taringnya. Asoka ingin memotong dada Jabran, membuang hati dan jantungnya ke lubang yang berisi kotoran. "Oak..." Gatra memanggil rekan-rekan gagaknya untuk memakan bangkai para perampok. ... Tujuan selanjutnya lumayan jauh. Asoka harus melalui dua sungai besar dan petak semak belukar kecil yang dipercaya jadi markas ular kobra. Terpaksa mengeluarkan energi agar bisa mendaftar jadi
Murid-murid Perguruan Api Abadi berbaris rapi. Ribuan murid baru menunggu nama mereka dipanggil. Seleksi awal dilaksanakan langsung di ruangan ketua perguruan. Aura hangat bercampur suram terasa kala murid-murid baru melewati gerbang utama perguruan.Hal yang sama juga dialami Asoka, bulu kuduknya berdiri, terutama saat matanya bertatapan langsung dengan mata naga merah yang terlukis di gerbang utama. Seakan mereka beradu pandang, saling menantang satu sama lain."Kau kenapa melamun?" tanya Bayu, sahabat baru Asoka. "Murid-murid lain sudah berbaris rapi di Tanah Pelatihan, ayo kita berangkat. Tinggal kita berdua yang masih diam di sini."Hampir lima menit Asoka mematung dengan mata terbelalak. Bayu sengaja membiarkan Asoka sembari mencari tahu apa yang terjadi. Lama menunggu, akhirnya Bayu menyadarkan Asoka, lalu mengajaknya pergi ke Tanah Pelatihan.Berkumpul ribuan pendekar dari berbagai aliran dan perguruan. Tidak hanya dari Jawa, sebagian besar yang m
Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“
“Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi
Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd
Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m
Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da
Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon
Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s
Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me
Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As