Beranda / Pendekar / Pendekar Pedang Api / Ch. 86 - Cacing Darah

Share

Ch. 86 - Cacing Darah

Penulis: Fii
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-28 12:44:30

Mendengar Xiao Long tiba-tiba menyelutuk, Qiu Ying berpaling ke arahnya. "Sekitar dua belas orang lagi. Tapi dua belas orang itu setara dengan tiga puluh orang. Bandit-bandit itu seperti singa kelaparan. Mereka akan turun ke gunung dan menyerang satu desa hanya untuk menemukan secuil makanan."

Mata Qiu Ying beralih menatap pedang hitam di pinggang Xiao Long, sama halnya dengan Han yang menenteng sebuah pedang biasa. Dia mengambilnya dari penjahat yang hampir membunuh Qiu Ying semalam. 

"Apa kalian juga pendekar?"

"Terlalu cepat mengatakannya," sangkal Han mengorek telinga. "Persetan dengan basa-basi kalian. Xiao Long, kita tidak bisa berlama-lama di sini. Kita harus pergi."

Han beranjak keluar pintu dengan suara berisik, dia menjatuhkan beberapa gentong air dengan sengaja. Xiao Long tak beranjak dari tempatnya.

"Heh, curut! Memangnya kau mau apa di desa ini, tidak ingat bagaimana penduduk desa sebelumnya memperlakukanmu? Bisa-bisa kau dibaka
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mirles
sebuah keberuntungan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 87 - Siap Bertarung

    Cacing Darah membutuhkan inang untuk terus hidup. Dan sebagai bayarannya, Qiu Ying tak bisa merasakan apa itu mati.Xiao Long bertanya hati-hati, "Berapa lama kau hidup?""Enam puluh tahun. Itu masih dibilang wajar." Sempat Qiu Ying berpikir bagaimana dia menjawab pertanyaan itu di lima ratus tahun mendatang. Rasanya hal itu sangat menyakitkan.Tiba-tiba saja terdengar teriakan dari sebuah rumah petani, mereka bertiga segera bangkit. Di sebuah terjadi kekacauan, saat melihat Qiu Ying datang laki-laki berusia 30 tahun segera bersujud memohon ampun."Kami minta maaf! Kami minta maaf!"Di dalam rumah terdapat lima tubuh orang dewasa telah ditutupi dengan jerami, di sisi tubuh mereka keluarganya bersimpuh sembari menangis. Orang-orang itu adalah mereka yang sakit akibat kelaparan dan wabah penyakit. Kehidupan di desa ini sangat-sangat menyedihkan. Makanan mereka kebanyakan telah bercampur dengan jamur, sedangkan minum mereka ditumpahi k

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-28
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 88 - Markas Musuh

    Jalur di jalan hutan begitu sepi, Qiu Ying menjelaskan banyak hal sebelum sampai ke tempat ini. Tempat yang dikuasai sekumpulan bandit, ada beberapa tengkorak disangkutkan pada pagar. Dulunya merupakan sebuah perkampungan biasa yang damai, tapi semenjak krisis di Kekaisaran melunjak berbagai perbuatan keji mulai bermunculan. Kerja paksa, pajak tanah, perang, kekeringan, perampasan seolah-olah mencekik para rakyat biasa.Hal itu juga berimbas pada para kelompok penjahat. Mereka melakukan hal yang lebih brutal dari sekadar mencuri. Yaitu membakar dan meneror wilayah-wilayah kecil yang rawan. Bukan hanya satu-dua saja tempat yang hancur dibuat oleh mereka.Semenjak kehadiran Qiu Ying, bandit itu mulai hancur. Perlahan tapi pasti. Kini hanya tersisa 12 terkuat di antara mereka. Sibuk mencari makan untuk mengisi perut.Perkampungan yang dikuasai bandit itu berada di bawah mereka. Dari atas semua bagian tempat terlihat dengan jelas. Ada banyak sekali kendi arak

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-28
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 89 - Rencana yang Gila

    "Senior Qiu turun ke timur. Barat dan selatan ada di tanganku. Han langsung ke posisi, bersiap saat Senior Qiu mengeluarkan tanda."Mereka berpencar cepat. Xiao Long menyelinap di antara rumah-rumah panggung, melihat tidak ada satu pun orang di sana. Hanya ada para budak dan tawanan yang mulai berisik saat melihat kedatangannya.Dengan pelan Xiao Long mendekat pada kurungan sandera, "Aku akan membebaskan kalian segera. Tunggu aku mengamankan tempat ini."Mereka mengangguk, ketakutan saat sebuah suara membentak terdengar."Ke mana arakku?!"Pedang hitam di tangannya mulai diangkat. Bandit yang ada di barat mulai bergerak ke tengah. Xiao Long tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja. Selagi tidak ada sahutan yang membalas laki-laki itu, Xiao Long berlari ke tempat paling sepi. Menginjak sebuah besi hingga menimbulkan bunyi berisik. Dia segera memanjat ke atas rumah di mana dirinya bisa melihat bandit berbadan gempal itu kembali untuk memeriksa

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-28
  • Pendekar Pedang Api    Ch. 90 - Barisan Tiga Petarung

    Xiao Long baru saja mencabut pedangnya dari musuh yang telah tergeletak tak bernyawa, menyadari Qiu Ying datang. Bergerak dengan satu serangan, tiga tebasan dan membunuh sisa musuh dalam satu tarikan napas."Kita berhasil," ucapnya saat mendekati Xiao Long. "Apa sandera di sini adalah orang-orang desa?""Benar.""Kalau begitu kita harus cepat."Ketiganya kembali berpencar untuk membebaskan para sandera, ada sekitar sembilan orang yang masih hidup. Dengan jumlah sebanyak itu mereka dapat membawa semua beras dan makanan lainnya yang disimpan dalam gudang penyimpanan bandit. Tak begitu banyak. Tapi cukup untuk mengisi perut mereka. Dengan langkah beriringan ketiganya berjalan kembali ke desa diikuti oleh para sandera dan budak yang telah dibebaskan.**"Semakin lama Kekaisaran ini semakin menggila. Kaisar sama sekali tidak memikirkan nasib rakyatny

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-28
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 91 - Si Kepala Merah

    "Sialan, lepaskan aku! Kepala batu, kau ini tuli, ya?! Aku sedang berurusan dengan manusia besi itu!"Xiao Long baru melepaskan Han saat mereka sudah berada di jalan sepi. Tatapannya seperti sedang mengumpati Han."Jika kau tertangkap di sana aku juga yang susah, bodoh.""Oh, hei. Tanpa perlu kau bebaskan aku juga akan selamat dengan sendirinya.""Nah sekarang kita ke mana?" Han bertolak pinggang."Aku tidak mendengar ada sungai di sekitar sini. Lagipula kadal api sepertimu juga butuh minum? Yang benar saja!"Han mendecih, terpaksa mengekori Xiao Long dari belakang. "Biarpun siluman begini setidaknya aku lebih baik darimu. Dari segi kekuatan, pengetahuan, dan kecekatan. Aku memiliki segalanya."Xiao Long mendelik, mukanya tampak prihatin. Darah Han langsung naik ke ubun-ubun, kesal. "Hei, apa maksud tatapanmu itu?""Si paling sempurna memang. Lihat saja jika ada yang bertanya, orangtuamu mana, nak? Aku tak sabar melih

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-28
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 92 - Tudung Jubah dan Keluarga Walikota

    Perjalanan dari desa ke kota memakan sangat banyak waktu, mereka harus melewati barisan bukit dan juga jalan-jalan panjang untuk sampai di pasar. Ada begitu banyak pedagang di pinggiran jalan, menarik pelanggan untuk singgah ke tempatnya. Han berhenti di depan toko reyot yang terjepit di antara dua toko ramai. Masuk ke dalam sembarangan."Ada yang jual jubah?"Seorang wanita tua renta menyambut mereka. Matanya menyipit saat melihat Han. "Aha, anak muda. Ada yang bisa aku bantu?" Senyumannya mengembang lebar, memperlihatkan deretan gigi yang salah satunya berwarna keemasan."Aku bilang jubah. Di sini ada jual jubah tidak?" Nada bicara Han terkesan menyolot. Namun sikap itu ditanggapi sang nenek dengan senyuman juga. "Tentu saja, tunggu sebentar. Aku akan mengambilnya."Kaki nenek itu terhenti, dia tidak dapat melihat sosok di belakang Han dengan jelas. Terlebih lagi wajahnya ditutupi oleh caping kepala."Untuk temanmu, ya? Mau be

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-28
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 93 - Tidak Punya Pilihan

    Han menjawab asal, "Enam belas atau tujuh belas tahun."Terjadi keheningan dalam waktu lama. Ibu Lien Li, Lien Ning menghela napas berat. "Aku tidak yakin mereka bisa menangani pembunuh bayaran itu. Bukan hanya suamiku yang akan tewas, mereka juga akan mati.""Setidaknya jelaskan keadaannya. Kami akan memutuskan bisa membantu atau tidak."Lien Ning mengangguk dengan berat. "Suamiku, Lien Feng ditawan oleh pembunuh bayaran. Mereka menginginkan sejumlah uang. Sementara suamiku itu adalah orang yang jujur. Semua uang yang dia miliki dikembalikan pada rakyatnya. Kami mana punya uang sampai sepuluh ribu keping emas?"Lien Ning mengeluarkan sekantong uang dengan wajah pias, "Kami hanya punya dua ribu. Aku tidak memberi tahu hal ini pada penduduk karena hanya akan membuat mereka cemas."Pembunuh bayaran itu mengatakan jika kami mengirimkan prajurit maka mereka akan segera membunuh kami.""Lalu tugas kami apa?""Selamatkan suamiku

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-28
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 94 - Rumah Kayu

    Dalam surat pembunuh bayaran itu mengatakan dia menyandera Lien Feng di sebuah rumah kosong yang letaknya sangat jauh dari pemukiman manusia. Hampir tidak ada orang di sana. Letak rumah kosong itu pun langsung berhadapan dengan sungai dalam dan di belakangnya hutan lebat berisi banyak binatang buas.Lien Li turun dari kereta kuda dan langsung disambut puluhan laki-laki bersenjata. Hanya tiga orang datang. Lien Li, pengawalnya dan penunggang kuda yang ditinggalkan bersama kudanya sementara keduanya disuruh masuk dengan cepat.Tak ada yang memperhatikan kereta kuda sama sekali. Han yang bersembunyi di dalamnya keluar diam-diam dan segera berlari ke hutan tanpa ada yang menyadari. Sangat berbahaya bersembunyi di sana, Han tidak bisa memastikan tempat itu bersih dari musuh atau tidak. Namun dia mendapatkan satu sasaran empuk yang tengah berjalan ke dalam hutan untuk buang air kecil.Jelas saja laki-laki itu dibunuhnya diam-diam. Dengan belati kecil dan t

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-28

Bab terbaru

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 167 - Gulungan Kuno Iblis Pembunuh

    Dou Jin pernah mendengar salah satu gulungan kitab tertua bernama 'Iblis Pembunuh' yang hilang dari sebuah klan yang dibantai secara misterius beberapa tahun lalu. Gulungan itu sengaja disembunyikan di sebuah tempat yang dilindungi oleh kepala klan terkuat dari sebuah wilayah terpencil, gulungan tua tersebut memiliki nilai tinggi dan dikatakan amat berbahaya. Hanya orang dengan kekuatan besar yang mampu menggunakan jurus tersebut. Di dalam gulungan itu terdapat sebuah teknik dari pendekar aliran hitam kuno yang seharusnya telah musnah dari muka bumi. Satu-satunya jurus terakhir dari pendekar aliran hitam yang dimiliki kitab itu telah menjadi incaran selama ratusan tahun sehingga Kaisar terdahulu menyebarkan berita palsu bahwa benda itu telah dilenyapkan.Namun Dou Jin tidak salah lagi, ini sama seperti yang diketahuinya tentang jurus itu. Jika dia tidak segera pergi dari sana sesuatu yang buruk akan terjadi.Dengan pedang hitam di tangannya, aliran kekuatan hitam mengalir tajam sepert

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 166 - Di Ambang Kematian

    Langkah kaki Xiao Long mendadak terhenti, dia merasakan aura yang begitu aneh di sekitar, tubuhnya membeku dan tidak dapat digerakkan sama sekali. Ketika Xiao Long menyadari apa yang telah terjadi Dou Jin segera mendekatinya. Seperti yang Xiao Long khawatirkan, dia terjebak di jurus mematikan dari mata terkutuk milik Dou Jin, Lari dari Kematian.Jurus ini sendiri harus menggunakan jurus Mata Pikiran untuk mempengaruhi pikiran musuh, lalu masuk ke dalam kesadaran orang tersebut, bahkan bisa membunuhnya di sana."Kau masih mengingat latihan kita?"Xiao Long melebarkan matanya.Dou Jin yang hanya pulang beberapa bulan sekali, Teknik Enam Pembunuh dan dua belas pedang latihannya yang selalu hancur. Masa-masa itu membuat keduanya kembali lima tahun lalu. Sedikit Xiao Long mengingat soal latihan jurus yang digunakan Dou Jin saat ini dan dia mulai kembali merasakan sakit yang pernah dirasakannya hari itu.Tangan lelaki itu dengan cepat menembus dada Xiao Long yang seketika memuntahkan darah

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 165 - Putaran Naga Angin

    Begitu pun dengan Dou Jin yang mengeluarkan jurus yang sama, dia terkejut bukan kepalang.Dou Jin dan Xiao Long terhempas ke dua arah yang saling berlawanan. Darah mengucur dari bekas luka Xiao Long sebelumnya.Dou Jin menapak mundur satu langkah setelah berdiri dari jatuhnya, kemudian terbatuk mengeluarkan darah segar.Energi pemuda itu begitu besar, ditambah lagi pedang hitam itu menambah serangannya menjadi berkali lipat.Xiao Long menarik napas berat sambil tertawa. "Seperti yang kau bilang. Aku sudah membunuh ratusan jenderal dan prajurit. Aku telah melewati puluhan kali sekarat namun kematian tak kunjung menjemputku.""Kau tahu kenapa?"Mata Dou Jin turun ke pedang hitam yang berada di tangan Xiao Long. Aura mengerikan menguar dari sana selayaknya es yang menusuk hingga ke tulang. Perlahan Dou Jin menyentuh pipinya yang tergores oleh satu dari 12 tebasan Xiao Long. Darah miliknya tertinggal di pedang itu. "Pedang terkutuk ini bisa menyerap energi melalui darah musuh yang dia d

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 164 - Aku adalah Bencana

    Garis sinar matahari menembus matanya bersama jatuhnya debu-debu dari atas langit yang tertutupi oleh bayangan seorang pendekar terkuat dari Kekaisaran Qing, sosoknya yang memiliki aura dingin ikut membuat tempat itu sama mencekam seperti dirinya. Bebatuan kerikil berjatuhan di atas tubuhnya yang rebah tak berdaya, rasa sakit menjalar dari dadanya yang mengeluarkan darah kental. Seperti dalam tiba-tiba sayatan silang telah berada di sana sebelum Xiao Long dapat menyadarinya. Goresan dalam tersebut semakin banyak mengeluarkan darah hingga Xiao Long tidak mampu untuk sekedar bangun dari sana. Dia mencoba menopang berat badannya dengan kedua tangan menahan di sisi badan namun pada akhirnya pemuda itu kembali terjatuh telentang.Sosok di atas sana melayang di atas udara persis seperti hantu. Mata hitam yang amat kelam itu membangunkan bulu kuduknya sesaat. Dou Jin tampaknya masih menahan diri sebelum kembali menyerangnya lagi."Aku mengakui kau memiliki bakat. Namun bakatmu digunakan un

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 163 - Ingin Menyerah?

    "Kau kira aku diam saja saat tahu nyawaku sedang diincar?"Senyum getir muncul perlahan di wajah Dou Jin, hanya sesaat sebelum akhirnya wajahnya kembali dingin. "Tunjukkan padaku jika kau begitu percaya di-"Xiao Long berlari sangat cepat sebelum Dou Jin menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu membuka mata lebar.Tidak ada pergerakan semenjak Xiao Long hilang dua detik lalu. Dia benar-benar raib seperti hantu. Insting Dou Jin mengatakan Xiao Long masih ada di sana.Ketika mengingat kembali Dou Jin tahu seseorang pernah mengatakan satu teknik yang membuat diri Xiao Long dijuluki sebagai Sang Bayangan.Kekuatan hitam mengudara di sekitarnya, Dou Jin menangkis satu serangan yang masuk dengan bilah pedang. Ketika dia menyadari, Sembilan Bayangan mengelilinginya membentuk lingkaran. Mereka bergerak bersamaan, dalam sekali waktu mengincar tubuhnya. Membuat Dou Jin terpental menghantam tanah.Dou Jin memuntahkan darah, matanya berkilat tajam. Meskipun dalam keadaan terjatuh, Xiao Long dapat mel

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 162 - Sang Bayangan

    Dou Jin bersiap dengan menyentuh ujung gagang pedang di pinggangnya, dengan sebelah kaki setengah ditekuk. Serangan awal itu bisa saja mengecohkan keseimbangan Xiao Long, karena memang pada dasarnya Dou Jin paling ahli dan menguasai semua jurus yang diturunkan dalam garis klannya. Teknik ini juga memungkinkannya untuk mendengarkan pergerakan lawan, sekecil apa pun. Xiao Long masih bergeming di tempat, membaca teliti setiap inci gerakan yang mungkin dikeluarkan musuhnya.Matanya terlalu lamban untuk mengikuti pergerakan Dou Jin, laki-laki itu semakin cepat dari yang terakhir kali Xiao Long tahu. Tebasan melingkar di area kepala datang, Xiao Long menunduk namun angin dari tebasan itu masih sempat mengenai ujung telinga. Xiao Long mundur, jarak sedekat itu amat berbahaya untuk langsung berhadapan dengan Dou Jin.Tetesan darah kental mulai berjatuhan dari goresan di telinganya. Xiao Long harus segera mengambil sikap atau Dou Jin bisa menjadi lebih berbahaya dari sebelumnya. Namun seakan

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 161 - Lenyapnya Arah Tujuan

    Musim dingin membawa angin dingin yang menerpa pepohonan hias di kediaman Klan Mou. Pagi menjelang dengan damai, di sebuah kolam dengan hiasan patung bangau putih tetesan merah berjatuhan dan terus mengubah warna air. Kepala klan menggantung di atas permukaan air, tubuhnya terbaring di tepian tak bernyawa. Nasibnya tidak berbeda jauh dengan semua orang di tempat itu. Amis darah bekas pertarungan menguar ke mana-mana mengundang puluhan masyarakat sekitar. Orang yang pertama kali menemukan mayat itu berteriak sejadi-jadinya, langsung melapor ke pengawal kota setempat."Lagi dan lagi," Seorang pendekar pedang berdiri di atas atap kediaman, memandang ke bawah sambil menggelengkan kepala."Mantan muridku memang berbakat, sayangnya dia semakin mirip dengan ramalan yang telah digariskan dalam takdirnya." Lelaki itu tersenyum dingin. Mengingat seseorang yang mungkin sedang menggigit kuku di kursi jabatannya. "Kau meninggalkan iblis ini sendirian, dia akan mengamuk sejadi-jadinya jika tidak

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 160 - Ini Tentang Perintah

    Di depan rumah susun milik Jiang Chen bahkan ditempel selebaran pengumuman, dengan lukisan seorang laki-laki dengan topeng Rubah hitam putih dan jubah dan pedang berwarna hitam. Sosok dalam lukisan itu berjalan masuk ke rumah susun Jiang Chen setelah membeli beberapa barang. Tiba di kamar dia membaca surat yang ditinggalkan Jiang Chen."Mou DaiZho. 50 keping emas. Barat daya Kota Tang."**Pesan singkat itu dimasukkannya ke dalm saku, Xiao Long duduk bersila. Dia tak bisa tertidur lelap selama beberapa hari belakangan. Setiap kali matanya tertutup sekelibat bayangan hitam dan ingatan samar muncul, merasuk dalam dirinya dan membawa sebuah kenangan yang telah memudar.Xiao Long hanya berpikir untuk membunuh dan membunuh. Jiang Chen adalah pusat kehidupannya saat ini, dia nyaris tak pernah membangkangi laki-laki itu walau sepatah kata pun.Mata hitam tersebut menatap lamat-lamat, topeng rubah miliknya retak sebagian dari pertarungan terakhir kali. Dia bahkan lupa dari mana topeng terseb

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 159 - Sang Bayangan yang Hampa

    Arc II - Sang Pembunuh BayaranUsai kematian Menara Iblis dan Gui Liang tak terdengar lagi kabar mengenai Mata Jelaga. Seakan raib dalam dinginnya malam, nama tersebut tersapu oleh angin badai yang datang silih berganti. Tak ada yang pernah mendengar nama itu lagi setelah satu tahun terlewati. Atau mungkin si pemilik nama telah mati. Sayup-sayup bunyi tonggeret dari dalam hutan mereda saat sang raja langit naik. Cahaya kuning keemasan menembus celah-celah daun, hingga sekiranya berada di atas kepala menurunkan hawa panas di sepanjang jalan berdebu. Seorang pemuda berusia 17 tahun atau bahkan lebih muda menyusuri tapak demi tapak jalan berbatu, dari kejauhan bayang-bayang anak kecil terlihat sedang bermain. Jubah besarnya menutupi barang-barang yang dibawa, termasuk pedang yang disusupkan di pinggang. Caping bambu di kepalanya terangkat ketika seorang anak tak sengaja menabrak."Ah-eh, ma-maaf."Kincir angin di tangan gadis kecil dengan gigi keropos tersebut jatuh ke bawah kaki. Pemu

DMCA.com Protection Status