Keesokan harinya seperti apa yang telah diputuskan oleh Gusti Prabu Cayapata, bahwa untuk menghukum mati Biswara tidaklah harus melalui proses pengadilan, dan memang akan dilakukan pada hari itu juga.
Suasana pagi itu nampak tidak terlalu cerah, awan yang tidak terlalu tebal nampak tersebar merata di angkasa hingga membuat matahari hanya memantulkan sinar yang redup, seolah ikut merasakan duka yang tengah dirasakan oleh beberapa orang Kerajaan Karmajaya yang masih memiliki simpati atas apa yang sedang menimpa pada diri Biswara.
Semenjak kepemimpinan Raja Cayapata memang bisa dibilang hampir seluruh penghuni Kerajaan Karmajaya itu adalah golongan orang-orang yang juga memiliki mental yang sama dengan Rajanya itu, maka begitu kabar tentang perbuatan cabul yang dituduhkan kepada Biswara itu tersebar hanya beberapa orang saja yang tidak mempercayainya, sedangkan untuk kebanyakan orang nampak ikut percaya dan bahkan mendukung dengan hukuman mati yang diberikan Prabu Cayapat
Namun meski begitu semua itu bukanlah sesuatu yang dianggap hal yang membuat Gusti Prabu Cayapata itu merasa sedih, Raja muda itu nampak merasa tidak ada yang kurang sedikit pun pada dirinya meskipun dia tidak bisa memiliki keturunan, jadi sangatlah lumrah manakala Putra mendiang Biswara itu sangat begitu disayang oleh para Permaisuri Kerajaan Karmajaya itu, tidak terkecuali dengan Ratu Manika yang saat ini telah menjadi Permaisuri dari Raja Cayapata, sang Ratu cantik dan seksi itu juga sangat menyayangi dengan Santana anak dari Biswara itu.Santana tumbuh kembang begitu baik dan pesat dalam asuhan para Permaisuri kerajaan, dan tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak menyukai bocah ini, anak ini memiliki wajah yang teramat sangat tampan, kulitnya bersih dan rambutnya ikal sebahu, dilengkapi dengan hidung mancungnya dan juga mata yang indah dan penuh cahaya. Alis hitam dan melengkung membuat tatapannya begitu tajam setajam tatapan seekor burung Elang, ditambah dengan perila
Lalu setelah cukup lama tidak ada tanda-tanda akan keberadaan Santana, tiba-tiba saja air sungai itu nampak bergejolak, semakin lama gejolak air itu terlihat makin besar dan setelah beberapa saat kemudian tepat dari arah gejolaknya air itu bersumber tiba-tiba keluar warna merah darah yang muncul kepermukaan sungai.Tidak ada satupun orang yang tahu dengan kejadian yang sebenarnya terjadi di dalam sungai itu."Santana ... hu ... hu ... hu ...!" teriak para bocah itu sambil menangis dan berpelukan satu sama lain.Lalu tidak lama setelah itu tiba-tiba muncul gelembung-gelembung udara dari dalam air, makin lama makin banyak dan besar gelembung udara itu muncul kepermukaan sungai, dan tidak lama kemudian tiba-tiba muncullah si bocah sakti Santana kepermukaan sungai dengan menunggangi kepala ular anaconda raksasa.Melihat hal itu sontak saja semua anak yang ada di pinggiran sungai itu langsung ketakutan, ada dari mereka yang langsung lari tunggang langgang, ada
Adapun Jin anaconda itu bisa tahu kalau bocah itu adalah sang Pendekar Mayat Bertuah itu tidak lain karena dia melihat kesaktian yang dimilikinya dan juga tanda khusus yang hanya diketahui oleh Jin anaconda itu sendiri. Lalu diakhir dialog itu nampak anaconda itu menawarkan diri untuk mengantarkan Santana kembali naik ke daratan.Lalu setelah Santana turun dari kepala anaconda nampak Jin yang berwujud binatang melata itu menoleh pada Garda yang sudah tidak bisa bergerak karena ketakutan. Dan anaconda itu terus bergerak mendekati tubuh Garda dan bermaksud untuk menyantapnya namun buru-buru dicegah oleh Santana."Jangan ...! Jangan kau apa-apakan dia ...!" seru Santana."Bocah ini adalah anak dari orang jahat yang ada di Kerajaan Karmajaya itu Pangeran Pendekar, biarlah dia aku mangsa saja," ucap sang anaconda meminta."Jangan anaconda, biarlah dia tumbuh besar, siapa tahu dia bisa berubah jadi manusia baik dan tidak meniru perbuatan orang tuanya," timpal S
"Apa katamu Paman?! Adhinata ingin berani mengambil Nirmalasari adikku?!""Yah, benar!" sahut Dipasena dengan entengnya."Kurang ajar! Bukankah saat ini dia sudah membuka perguruan silat?" tanya Prabu Cayapata berlanjut."Yah memang, tapi sampai saat ini juga dia itu masih belum punya istri!" timpal Arya Dipasena."Makanya Nanda Prabu gerak cepat saja, sebelum Putri Nirmalasari benar-benar jatuh ke pelukan Adhinata, karena saya sangat yakin dengan keadaannya yang sekarang, pasti Putri Nirmalasari juga mau kalau seandainya dia diminta Adhinata untuk jadi istrinya, terlebih saat ini Putri Nirmalasari itu sudah tidak punya siapa-siapa lagi di istana," ujar Arya Dipasena mencoba terus mempengaruhi Raja muda itu, dan memang benar bahwa saat ini Putri Nirmalasari itu bisa dibilang cuma sebatang kara alias sudah tidak memiliki keluarga lain kecuali Putranya itu (Santana), karena Ayahnya Prabu Jayantaka sudah tiada, ibunya Selir Purbasari juga telah meninggal beb
Akhirnya dengan perasaan penuh ketakutan kedua Dayang itu pun memberikan barang pesanan Putri Nirmalasari itu, dan Prabu Cayapata pun langsung meraihnya.Lalu setelah itu dengan tanpa berkata apa-apa lagi Prabu Cayapata pun langsung bergegas menuju ke tempat pemandian itu, dan begitu tiba di situ mata Prabu Cayapata pun langsung terbelalak manakala dia melihat Putri Nirmalasari sedang duduk-duduk di pinggiran kolam pemandian dengan tidak menggunakan selembar kain pun alias bugil, dan tak ayal lagi sang Putri pun langsung menjerit sekeras-kerasnya begitu melihat saudara seayahnya itu tiba-tiba saja sudah berdiri di balik pintu penghubung antara pemandian dan ruang belakang Kaputren."Oh tidak ...!" dan dengan spontan Putri Nirmalasari pun langsung melompat ke dalam kolam pemandian itu.Byur ...! Dan kemudian sang Putri pun kembali berteriak."Pergi ...! Pergi ...! Jangan kurang ajar kamu Cayapata ...!" ujar Putri Nirmalasari sudah tidak memanggil Raja Karm
"Cayapata sungguh kamu tidak pantas untuk menjadi seorang Raja! Karena prilakumu itu tidak lebih dari tindakannya seorang bajingan! Juih ...!" ujar Putri Nirmalasari mengumpat sambil meludah ke arah samping.Tahu kalau adiknya itu tidak ingin menyerah begitu saja untuk mau menuruti kemauannya, maka akhirnya Prabu Cayapata pun ingin menggunakan cara kekerasan untuk bisa melumpuhkannya.'Aku harus mentotok Nirmalasari, yah sepertinya perempuan ini tidak bisa dinikmati dengan cara baik-baik, baiklah kalau memang itu kemauan mu, akan aku turuti,' ujar batin Prabu Cayapata."Berkata-kata lah sesukamu Nirmalasari, sekalipun kamu menghinaku, menyamakan ku dengan bajingan, begal, atau apalah, itu terserah! Yang penting nyatanya aku adalah seorang Raja yang memiliki segala-segalanya.""Dengarlah Nirmalasari semua yang ada di bumi Karmajaya ini semuanya adalah milikku, bumi, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusianya semuanya adalah milikku! Dan harus menuruti apa
Lalu betapa terkejutnya mereka bertiga begitu melihat tubuh Putri Nirmalasari tergeletak pingsan di pelataran kolam pemandian dengan tanpa mengenakan sehelai kain pun, dan bahkan terlihat juga di bagian sekitar lubang kenikmatannya itu terdapat sperma yang berceceran."Oh Putri Nirmalasari ... sungguh malang nasibmu, huhu ... huhu ... huhu ..." dan akhirnya tangis mereka pun pecah dengan memeluk tubuh Putri Nirmalasari.Sesaat kemudian kedua Dayang itu pun segera memakaikan baju sang Putri dan kemudian berusaha untuk mengangkat tubuhnya untuk selanjutnya dibawa masuk ke dalam Istana Kaputren, dengan susah payah mereka berdua mengangkat tubuh sang Putri, terbesit dalam pikiran mereka untuk minta tolong kepada dua Prajurit jaga namun setelah mengingat mereka tidak memperdulikan dengan apa yang tadi dialami oleh Putri Nirmalasari akhirnya mereka berdua pun jadi enggan untuk melakukannya.Lalu setelah berhasil membawa masuk dan membaringkan tubuh Putri Nirmalasari d
"Berangkatlah secara diam-diam, kamu tidak perlu banyak membawa bekal istriku, bawalah bawaan seperlunya saja," ujar Biswara berpesan."Baiklah Kakang, kalau begitu besok pagi aku akan membawa Santana berangkat ke lereng gunung Argapura," ujar Putri Nirmalasari membalas."Bagus, berangkatlah, naiklah seekor kuda untuk menemani perjalanan kalian berdua, dan sekarang istirahatlah ... selamat tinggal istriku ..." dan kemudian Putri Nirmalasari pun langsung memejamkan kedua matanya sambil merangkul Putranya untuk tidur.Keesokan paginya seperti yang sudah dia rencanakan, Putri Nirmalasari pun terlihat juga sudah mempersiapkan semua keperluan yang hendak dia bawa, yakni berupa beberapa potong pakaian dan sedikit perbekalan makanan, lalu dengan mengendarai seekor kuda dengan tanpa adanya kereta sang Putri pun mulai menjalankan tunggangannya itu dengan mendudukkan sang Putra yakni Pangeran Santana di depannya.Kebetulan juga hari itu memang suasana di sekitaran