"Bersiaplah kau bocah edan ...! Hiyyat ... jiak ...!" Dengan segera Rangsang pun melompat dan kemudian langsung menyerang Bojapradata dengan menyabetkan jari-jari besinya ke arah tubuh bocah sakti itu, dan sepertinya Bojapradata pun menyadari bahwa lawannya kali ini memang benar-benar bermaksud untuk melukainya.
"Rasakan ini bocah Gembel ... hiyyat, hiyyak!"
Wuss, wuss ... sring, sring ...
Sabetan jari-jari besi Rangsang terlihat berkelebatan mengarah ke hampir seluruh tubuh Bojapradata, namun dengan gesitnya bocah sakti itu nampak masih bisa menghindarinya, hingga pada suatu saat Rangsang membuka kedua tangannya lebar-lebar dan kemudian melakukan serangan menggunting dan disaat itu juga Bojapradata langsung melompat ke atas dan kedua kakinya menginjak dua pundak Rangsang dan kemudian menghentakkannya.
"Mampus kau bocah edan ...! Hiyyat ...!" teriak Rangsang penuh dengan amarah.
"Hup hiyyak ...!"
Brougs ...
"Uuah ...!"
Rangsang
"Baiklah, aku sudah mendapatkan apa yang memang belum aku ketahui kebenarannya, silahkan .. lakukan apa yang memang telah dikuasakan kepadamu Raja iblis .. bersuka cita lah .. sebelum kuasa itu diambil lagi oleh Sang Hyang Widhi Wasa pada saatnya nanti," balas Dewa angin dengan bijak, dan bersamaan dengan itu pula Raja iblis pun langsung meludah ke arah bumi, dan dari ludahnya itu terbentuklah sebuah bola api sebesar genggaman meluncur ke arah dimana Santana atau Bojapradata itu sedang berada.Sementara itu Bojapradata sudah berada di Padepokan Padangkarautan milik Dewa Ndaru, rupanya bocah itu diizinkan untuk bermalam di kediaman Ayahanda dari bocah yang baru saja berseteru dengannya, akan tetapi bukannya ditempatkan di dalam rumah atau ruang tamu bocah malang itu rupanya disuruh tidur di sebuah gudang tempat penyimpanan bahan makanan."Oh ... kenapa malam ini terasa begitu panas? Aneh, padahal diluar langit nampak begitu cerah, hoh ... tubuhku sampai berkeringa
"Aaah ...! Aaah ...!" teriak Dewa Ndaru terlihat masih merunduk dengan kedua tangan memegangi kepalanya, mendengar bisingnya teriakkan pimpinan perguruan itu maka Bojapradata pun langsung membentaknya."Hoe! Diam lah!"Lalu dengan perlahan Dewa Ndaru pun menoleh ke atas, dan betapa terkejutnya ia, matanya langsung terbelalak dan mulutnya menganga manakala melihat kejadian yang sangat sulit untuk diterima oleh akal sehatnya itu, bagaimana tidak? Patung singa seukuran bus itu terlihat disangga oleh Bojapradata hanya dengan menggunakan ujung jari kelingking tangan kirinya saja, dan setelah beberapa saat kemudian nampak Bojapradata menghempaskan patung raksasa itu ke udara."Hiiyyaaah ...!"Patung berbobot puluhan ton itupun langsung melayang dan melesat hingga keluar beteng perguruan tersebut, melihat kejadian itu Dewa Ndaru pun langsung rontok mentalnya, lalu dengan suara yang terdengar agak gugup lelaki empat puluh tahun itu pun berkata."Ba, ba, ba
"Tapi dia telah berani mencelakai murid Ayah," balas Dewa Branjangan berkilah."Ya tapi ..." jawab Luhjingga tertahan dan kemudian langsung disahut oleh Dewa Branjangan."Ya sudah, kalau itu maumu, akan Ayah turuti."Lalu kemudian Dewa Branjangan pun terlihat kembali melangkah mendekati Dewa Ndaru muda yang masih duduk sambil tangannya memegangi dadanya yang masih terasa sakit akibat mendapat pukulan keras dari Dewa Branjangan."Heh anak muda!" panggil Dewa Branjangan."Iya Tuan, a, a, ampuni saya Tuan," jawab Dewa Ndaru muda terlihat ketakutan."Yah, kau memang aku ampuni, dan kau beruntung, meskipun kau telah membunuh dua muridku tapi rupanya Putriku Luhjingga tertarik padamu, dan itu artinya kau harus mau menjadi suaminya," tutur Dewa Branjangan terdengar sangat mengagetkan bagi Dewa Ndaru muda."Apa Tuan! Putri Tuan menginginkan saya?" tanya Dewa Ndaru muda sambil berusaha untuk duduk."Yah benar, dan ingat! Aku tidak ingin
"Mau tanya apa Dewa Ndaru?""Sebenarnya Tuan Bojapradata ini pengikut aliran ilmu hitam atau putih?" tanya Dewa Ndaru nampak begitu penasaran dengan pendekar yang ada di hadapannya itu."Dengar Dewa Ndaru, tidak penting kau mengetahui tentang diriku, apakah aku penganut aliran ilmu putih? Hitam? Apa ijo? Tidak penting! Ingat Dewa Ndaru, yang paling penting saat ini adalah ... pergilah mencari perempuan yang muda dan juga cantik dan segera kawini dia! Cari sebanyak-banyaknya.""Tapi Tuan ..." kembali Dewa Ndaru terlihat seperti orang yang sedang ketakutan."Apalagi ...?" Sergah Bojapradata terlihat begitu jengkel."Kakang ... Kakang ...!" ditengah mereka berdua masih bercakap-cakap tiba-tiba terdengar seruan dari dalam rumah Dewa Ndaru, dan tidak lama kemudian keluarlah seorang wanita setengah baya dengan diikuti tiga bocah yang kemudian langsung berdiri berjajar di sampingnya."Dari tadi kamu cuma ngobrol tidak jelas seperti itu?! Siapa pemu
"Kau jangan berlagak sok hebat! Sungguh muak aku melihat gayamu seperti itu, juih! Kemarilah! Ikutlah bertarung! Bantu si Ndaru menghadapiku! Ayoh, keroyoklah aku! Sepuluh pendekar macam kalian aku sama sekali tidak takut menghadapinya!"Mendapat gertakan dan juga umpatan dari pendekar wanita tua seperti itu Bojapradata akhirnya terusik juga, dia yang bermaksud untuk hanya menjadi penonton kini bermaksud untuk ikutan bermain meskipun tidak secara langsung.Sementara itu jauh di alam kayangan rupanya apa yang tengah terjadi di Perguruan Padangkarautan itu juga tengah disorot oleh para penghuninya, adalah Raja iblis dan Dewa angin yang memang masing-masing mendapat kewenangan atas diri Santana. Nampak kedua penghuni alam kayangan itu tengah berdebat berusaha untuk bisa mengambil haknya masing-masing."Wahai Raja iblis, kiranya apa yang telah kau lakukan pada Santana sudahlah cukup, suruh anak buahmu untuk segera meninggalkan bocah itu!" seru Dewa angin."De
Sementara itu pertarungan antara Dewa Ndaru dan Luhjingga nampaknya masih terus berlangsung, bahkan setelah cukup lama waktu yang mereka lewati nampaknya belum ada tanda-tanda akan ada yang kalah atau menyerah, dan sepertinya Bojapradata sendiri sudah mulai merasa bosen dengan pertunjukan yang dilihatnya itu."Heh, sebaiknya aku sudahi saja pertarungan ini, akan aku ambil alih saja posisi Dewa Ndaru, hep hiyyak ...!"Wuss, wuss, wuss ...Bojapradata segera melompat ke udara, tubuhnya terlihat terbang mengitari Dewa Ndaru dan Luhjingga yang masih berjibaku untuk saling mencari kelemahan lawannya itu, tahu kalau Bojapradata terbang di atasnya nampak Luhjingga menjadi marah lalu secara diam-diam pendekar wanita itu meraih senjata khususnya yaitu tusuk konde emas dan kemudian langsung melemparkannya ke arah Bojapradata."Hup hiyyat!"Wuss ... ssst."Aah ..."Buks ...Sungguh sebuah serangan yang sangat berkelas, melalui gerak dan w
"Bagaimana ini Rangsang, sepertinya orang itu bermaksud mau membunuh kita ... waduh bagaimana ini ...?""Entahlah Rajasa aku sendiri juga takut, tapi bagaimana kalau kita mohon ampun padanya dan juga pada Ayahanda Dewa Ndaru, barangkali mereka mau berbelas kasihan pada kita," ucap Rangsang memberikan usulannya."Baiklah, aku setuju, kalau begitu ayo kita coba," timpal Rajasa terlihat langsung setuju dengan pendapat saudaranya itu."Tuan Pendekar, ampunilah kita berdua ... janganlah kau suruh Ayah kami Dewa Ndaru membunuh kita ... ketahuilah Tuan Pendekar ... kemarin sore kita memang berbuat salah pada adik Tuan pendekar yang bernama Bojapradata itu, dan sekarang ini kita benar-benar sangat menyesal," ucap Rajasa nampak memulai acara melobinya."Dan tadi itu sebenarnya kita sudah bermaksud mau minta maaf Tuan Pendekar, akan tetapi sayangnya adik Tuan pendekar tidak ada," ucap Rangsang, dan rupanya mereka berdua belum tahu dengan siapa saat ini mereka
"Sebenarnya dia itu sejenis kita bangsa jin kita atau murni bangsa manusia? Dan sebenarnya apakah yang diperjuangkannya itu? Kok bisa-bisanya membunuh Luhjingga tapi tidak dengan Dewa Ndaru? Padahal mereka berdua itu adalah sepasang pendekar yang sama-sama penganut aliran ilmu hitam? Siapa sebenarnya pemuda itu paduka Raja iblis?" tutur Demit Begog menyampaikan semua uneg-unegnya."Oh, oh, oh ... jadi masalah itu? Hahaha ... hahaha ... hahaha ...!" lagi-lagi Raja iblis melepaskan tawa lebarnya, dan meskipun merasa tidak sabar namun Demit Begog tetap tidak berani berbuat apa-apa selain menahan diri."Dengarlah Begog, pemuda itu bernama Santana, dia itu murni bangsa manusia sebelumnya, dan pengikut aliran ilmu putih, bahkan bukan cuma itu, pemuda itu juga sudah dipersiapkan oleh Sang Hyang Widhi Wasa sebagai calon penegak keadilan pembawa kedamaian bagi kehidupan umat manusia, adapun kondisinya saat ini itu tidak lebih dari cara Yang Widhi Wasa untuk memperlengkap keprib