"Tenanglah dulu ... urusan bunuh itu soal gampang ki sanak, sabar dulu ..." ucap Kebo alas dengan mengajukan dua telapak tangannya. Lalu dengan nada suara yang agak pelan dia kembali berkata.
"Begini ki sanak, kalau ki sanak mau, aku ingin menawarkan sesuatu kepada ki sanak," terang Kebo alas kepada ketua gerombolan pendekar itu.
"Penawaran apa?!" sahut ketua gerombolan dengan nada tinggi.
"Kita berada disini ini karena kita memiliki tujuan yang sama. Kemudian aku punya kekuatan dan kau juga punya, begitu pula dengan Dewi sunti meski sekarang dia sudah tidak berdaya, dan aku harap kau dan Dewi Sunti mau jadi pengikut ku, kita akan bersatu untuk bersama-sama mengambil mayat sakti itu."
Mendengar ucapan Kebo alas seperti itu Ketua pendekar yang bernama Sentanu itu merasa terhina dan hendak mau marah, namun tiba-tiba terlintas dalam benaknya sebuah ide.
'Apa lebih aku pura-pura
Kebo alas pun jatuh tersungkur dan tidak bisa berkutik lagi.Lalu dengan garangnya Harimau putih itu menancapkan kuku kedua kaki depannya di dada Kebo alas dan mencabik-cabiknya dan juga mengunyah leher siluman itu hingga hancur.Melihat kejadian mengerikan seperti itu Sentanu yang sejak tadi menunggui Dewi Sunti yang masih pingsan itu bermaksud ingin membunuh Harimau putih itu dengan melemparkan tombaknya.Lalu dengan diam-diam Sentanu mengangkat tombaknya itu tinggi-tingi ke udara dan menariknya mundur, kemudian dengan kekuatan penuh dilemparkannya tombak itu ke arah Harimau putih yang masih mencabik-cabik mayat Kebo alas."Whuussh ...!"Tombak itu pun melesat dengan sangat cepat ke arah Harimau putih, namun apa yang terjadi? Belum sampai tombak itu berhasil menyentuh tubuh sang Harimau, tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang berkelebat menyambarnya.Ssssttt ...!Dan tiba-tiba saja telah ber
"Oh, diluar ternyata sudah terang Tuan Biswara," ujar Adhinata sambil mata menatap pemandangan di luar Goa."Benar Tuan Senopati, setelah semalam hujan sangat lebat pagi ini nampaknya matahari cukup cerah," timpal Biswara sambil melangkah keluar dari mulut Goa dengan Senopati menyusul dibelakangnya."Silahkan Tuan Senopati tunggu sebentar disini.""Baik Tuan," sahut Senopati menuruti perkataan Biswara. Lalu tiba-tiba Biswara kembali menghadap ke mulut Goa, tangan kirinya nampak ditempelkan ke dada, sedangkan tangan kanannya digerakkan ke depan seperti layaknya orang yang sedang menarik sebuah tirai untuk ditutup kan.Dan memang Biswara sedang menutup Goa itu dengan sebuah pagar gaib.Setelah selesai menutup Biswara pun bergegas menghampiri Sentanu dan Dewi Sunti, nampak mantan ketua gerombolan pendekar itu tubuhnya masih kaku dan melayang diawang-awang, sedangkan Dewi Sunti nampak juga sudah sadar meski terlihat masih sangat lema
"Aaahh, kamu ini gak tahu kalau ini urusan penting! Ini masalah keselamatan Gusti Prabu Jayantaka! Sudah minggir sana, biar aku sendiri saja yang langsung memanggil beliau!" ujar Senopati Adhinata sambil bergegas menuju pintu Puri Pulasari.Dan begitu tangan Senopati Adhinata akan memegang gagang pintu tiba-tiba pintu Puri dibuka dari dalam.Kreek ...!Nampak sang Ratu Bhanuwati keluar dengan tangan masih memegang bunga untuk pemujaan."Ada apa ini kok ribut-ribut? Lho kamu Senopati Adhinata kok sudah pulang apa sudah berhasil mendapatkan mayat sakti itu?""Ampun gusti Ratu kalau hamba mengganggu Gusti Ratu Bhanuwati melakukan pemujaan ... saya tadi memang memaksa untuk bisa langsung menghadap," ujar Senopati Adhinata sambil menghaturkan sembah hormatnya."Maafkan kami Gusti Ratu ... kami hanya menjalankan titah Gusti Ratu Bhanuwati, sekali lagi hamba mohon ampun ..." ujar dayang-dayang dengan rasa takut.
Sesaat Ratu Bhanuwati memperhatikan sang Raja setelah memakai Azimat rambut sakti itu.Dan ternyata memang sungguh sebuah keajaiban, tidak lama setelah pemakaian Azimat itu Raja Jayantaka nampak berangsur-angsur menunjukkan tanda-tanda kesembuhan, dari yang semula tidak bisa berbicara kini sudah mulai bisa meskipun masih terbata-bata, dari yang semula lumpuh total kini sudah mulai bisa menggerakkan tubuhnya meski itu hanya untuk sekedar membalikkan tubuh untuk ganti posisi.Melihat perubahan seperti itu Ratu Bhanuwati pun nampak terharu, tanpa terasa dia tiba-tiba meneteskan air mata."Puji Dewata Agung ... Paduka Raja sudah mulai bisa bergerak ... Apakah Paduka sudah mulai sembuh?" tanya Ratu Bhanuwati dengan suara bergetar."Benar Dinda Bhanuwati ... tubuhku sudah tidak kaku lagi dan tenagaku juga mulai pulih," ujar sang Raja.Nampak sang Raja menggerakkan tubuhnya te
Adalah Rakryan Dipasena, salah satu punggawa Kerajaan yang sering bersebrangan dengan kebijakan Raja Jayantaka.Dan Baginda Raja sendiri ketika Rakryan Dipasena menunjukkan sikap ketidaksetujuannya lebih banyak mengalah ketika sedang berada di dalam sebuah sidang, meskipun sikapnya itu hanya merupakan sebuah cara agar tidak terjadi perdebatan yang berkepanjangan, dikarenakan Rakryan Dipasena adalah sepupunya Prabu Jayantaka sendiri.Dan biasanya begitu di luar sidang Prabu Jayantaka selalu menugaskan Ratu Bhanuwati untuk menjelaskan dan membujuk agar sikap dan pendapat Rakryan Dipasena itu bisa dirubah atau bahkan dibatalkan, dan melihat yang sudah-sudah Rakryan Dipasena akan melunak bila sudah berhadapan dengan Ratu Bhanuwati.Ratu Bhanuwati memang terbilang perempuan yang sangat cerdas dan pintar dalam mengambil hati orang lain, dan Rakryan Dipasena memang nampak lebih respect kepadanya ketimbang kepada Baginda Raja sendiri.Secara nasab Rakryan
"Setuju...!" jawab para anggota inti Kerajaan dengan kompak kecuali Pangeran Cayapata yang memang nampak kurang serius mengikuti musyawarah penting itu.Melihat Putra mahkotanya bersikap seperti itu Raja Jayantaka merasa tidak suka, lalu beliau pun menegurnya."Cayapata! Kamu ini sudah dewasa dan kamu ini juga Putra Mahkota, tidak semestinya kamu bersikap seperti itu!" bentak Prabu Jayantaka.Mendapatkan bentakan dari Ayahandanya Pangeran Cayapata malah langsung pergi meninggalkan ruang musyawarah dengan tanpa bicara sedikitpun.Melihat prilaku Pangeran Cayapata seperti itu Ratu Danuardara yang juga sebagai ibu kandungnya merasa malu kepada para Permaisuri yang lain, terlebih kepada kedua Penasehat Prabu Jayantaka yaitu Dang Acarya Sidharta dan Dang Acarya Surapraja."Maafkan saya Kanda Prabu saya yang bersalah karena tidak bisa mendidik Cayapata menjadi Putra Mahkota yang baik, tapi saya akan terus menasihatinya sampa
Lagi-lagi keanehan pun terjadi, begitu tombak pusaka itu dipukul-pukulkan ke telapak tangan kirinya tiba-tiba gagang tombak itu berubah jadi lapuk dan ujungnya juga tiba-tiba juga berubah jadi besi yang rusak dan berkarat dan akhirnya tombak pusaka itu pun patah.Prabu Jayantaka nampak masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi, sang Raja juga belum sadar bahwa kekuatan yang ada pada tombak pusaka itu telah kalah dan luntur dengan kekuatan yang ada pada rambut sakti yang diikatkan di lengannya itu.Ditengah-tengah kebingungannya itu lalu tanpa sadar Prabu Jayantaka menyandarkan tubuhnya pada sebuah rak yang berisikan cinderamata pemberian dari Raja-raja sahabat yang terbuat dari batu permata dan logam mulya, dan begitu disandari tubuh sang Raja, sontak saja rak tersebut bergoyang dan cinderamata itu pun berjatuhan. Lalu dengan gerakan yang sangat cepat dan super kilat Prabu Jayantaka menangkap semua permata itu tanpa ada satu pun
Setelah tiba di depan ruangan Prabu Jayantaka Senopati Adhinata tidak langsung masuk, beliau memilih untuk bertanya kepada pelayan yang terlihat baru keluar dari ruangan itu."Pelayan ... sini!" seru Senopati sambil melambaikan tangannya."Iya Gusti, ada apa?" tanya pelayan itu."Gusti Prabu ada?" disaat pelayan itu baru mau menjawab tiba-tiba terdengar suara Prabu Jayantaka dari dalam memanggil."Masuklah Senopati Adhinata ..." Mendengar suara sang Prabu akhirnya Senopati Adhinata pun langsung segera masuk. Dan begitu Senopati sudah berada di dalam Gusti Prabu Jayantaka langsung mempersilahkan untuk duduk."Duduklah Senopati Adhinata.""Terimakasih Gusti Prabu," balas sang Senopati dengan segera mengambil posisi duduk di lantai."Duduklah di atas Senopati," pinta sang Prabu. Lalu Senopati Adhinata pun duduk di sebuah dampar ukir yang berwarna emas yang memiliki ukuran lebih kecil, sedangkan sang Pr
Hingga pada akhirnya sang ratu pun bisa kembali nurut meskipun itu masih dirasa berat untuk dijalaninya, dan adapun menangisnya kali ini itu disebabkan dengan tampilan Santana yang terlihat mirip dengan mantan suaminya yang hadir dalam mimpinya semalam. Tau kalau sang bunda sedang merasakan kesedihan akhirnya Pangeran Santana pun terpaksa harus turun tangan untuk mengatasinya, yakni dengan menggunakan kesaktiannya membuat sang ibu disaat melihat Adhinata seperti melihat wajah mendiang Ayahandanya yaitu Biswara.Pangeran Santana nampak memeluk sang bunda, lalu tanpa ada yang mengerti bahwa sebenarnya pemuda sakti itu tengah memasukkan ilmu pengaburan mata pada sang bunda, namun begitu dia selesai memasukkan ilmu pengaburan mata itu tiba-tiba dia langsung ditegur oleh roh sang ayah yang meminta supaya mencabut kembali ajiannya itu tadi.'Santana! Apa-apaan kamu ini? Kenapa kau tega mengaburkan penglihatan ibumu?! Bukankah itu tindakan penyesatan karena telah menipu?!' tanya protes dari
Sesaat kemudian nampak Pangeran Santana dan Adhinata saling beradu pandang, kedua orang yang berperan penting dalam penggulingan Raja Arya Dipasena itu sepertinya masih belum mengetahui hal apa yang mesti di lakukan untuk menghadapi putra mendiang Prabu Jayantaka yang tidak lain juga merupakan kakek dari Pangeran Santana sendiri itu."Eh ... begini prajurit, perketat saja dulu penjagaan di tempat Pangeran Cayapata dikurung, saya dan Paman Adhinata juga keluarga yang lain akan berembug guna mencari kesepakatan bagaimana dan cara yang seperti untuk memperlakukan Pangeran Cayapata, kami perlu waktu untuk melakukan itu semua," jawab Pangeran Santana. "Baiklah kalau begitu Pangeran, tapi saya sendiri sekarang jadi takut berjaga di tempat Pangeran Cayapata dikurung," kembali prajurit itu mengungkapkan hal yang sama, dan nampaknya memang dia sudah tidak berani lagi untuk melakukan tugasnya tersebut. Kemudian Pangeran Santana nampak sudah memahami dengan perasaan prajuritnya itu.'Kasian pra
"Mmm ... lupa sih enggak Anakku ... tapi apakah kamu sudah membicarakannya dengan Paman Adhinata?" tanya sang bunda langsung membuat hati Santana girang bukan main. "Iyyah!!! Uhuuy ...!!!" teriak Santana tidak bisa lagi menutupi rasa girangnya itu, kemudian secara spontan tiba-tiba Santana mengangkat tubuh bundanya sambil berteriak "Terimakasih Sang Hyang Widhi Wasa ... engkau benar-benar mengabulkan keinginanku dan juga keinginan seluruh rakyat Karmajaya ...!!" diperlakukan seperti itu Putri Nirmalasari pun terkejut. "Santana ... Santana ...!! Kamu ini apa-apaan to?!" ujar Putri Nirmalasari sambil memukul pundak putranya itu."Maaf Bu .. habisnya Santana seneng banget Ibu setuju dengan rencana perjodohan ini," jawab Pangeran Santana sambil menurunkan ibunya itu dari gendongan."Iya ... tapi tadi kamu belum jawab ..!" sanggah sang bunda. "Eh .. tenang saja Ibu ... mengenai Paman Adhinata itu sudah apa kata saya pokoknya, dijamin beres pokoknya Bu," balas Santana terlihat sangat beg
"Dengarlah Eyang Reksa .. seperti yang sudah aku lakukan pada tubuhmu saat engkau masih menjadi mayat, aku selalu menggunakan mayatmu untuk menjadi sumber kekuatan di Kerajaan Karmajaya ini, bahkan tidak cuma engkau saja, karena selain engkau aku juga menggunakan jasa para dedemit-dedemit itu untuk melakukan hal yang sama sepertimu yaitu membantuku untuk membentengi kekuasaanku agar tetap bisa langgeng selama-lamanya ..." tutur Raja Dipasena seolah sedang menceramahi dua makhluk beda alam itu."Dengarlah Eyang Reksa Jagat .. meskipun engkau tidak menjelaskan kepada ku dengan maksud kebangkitanmu ini namun aku sudah mengerti, dan aku kira semua sudah jelas .. bahwa memang kalian berdua ini masing-masing memang memiliki keinginan yang sama yaitu ingin menjadi pengawal tunggal Kerajaan Karmajaya .. dan aku pun tidak keberatan dengan keinginan kalian berdua," lanjut ceramah sang raja, sungguh rasa percaya diri Raja Dipasena terlalu tinggi sehingga dia tidak menyadari bahwa apa yang ada di
"Hoh .. rupanya orang itu adalah Pak Tua, yah tidak salah lagi, dan ternyata dia sedang menangkap ikan hanya dengan menggunakan tangan kosong, luar biasa sekali orang tua itu, sebaiknya aku akan menyapanya saja," ujar Adhinata sembari berdiri di pinggiran sungai."Hei Pak Tua ... bolehkah aku membantumu ...?!" seru Adhinata."Silahkan saja ...!" balas Kakek Santana. Lalu Adhinata pun segera turun ke sungai yang airnya sangat jernih dan sejuk itu, dan meskipun tidak terlalu dalam hanya seukuran paha namun aliran air sungai itu terbilang cukup deras dikarenakan memang kondisi tempatnya yang sangat miring dan juga curam. Setelah berada di dalam air Adhinata memperhatikan cara Kakek jelmaan Santana itu menangkap ikan."Bagaimana bisa Pak Tua ini menangkap ikan dengan begitu mudah? Hanya dengan menggunakan tangan kosong dia bisa memunguti ikan-ikan itu, dan rupanya dia juga bisa berjalan di atas air, tak sedikitpun ada air yang membasahi kedua kakinya, bahkan terompahnya sekalipun," tak he
"Hoh apa ini?!" teriak Adhinata nampak begitu terkejut merasakan hal itu, lalu dikarenakan suasana yang sudah mulai suram sebab matahari yang memang hampir tenggelam maka Adhinata pun tidak bisa melihat dengan jelas dengan apa yang sedang berada di dalam air itu atau lebih tepatnya sesuatu yang sedang menjilati kakinya, meskipun dengan kondisi air danau yang begitu jernih.Sementara itu seolah tidak puas dengan cuma menjilati kaki lalu kemudian ular anaconda jadi-jadian itu pun tiba-tiba muncul di depan Adhinata."Hoh!! Astaga! Ular ..!!!" Adhinata terkejut dan langsung melompat ke pinggir danau."Hayo ular brengsek! Maju! Jangan kau kira aku akan takut padamu! Akan aku hadapi kau ..!!" dan seolah mengerti dengan tantangan Adhinata ular anaconda jadi-jadian itu juga langsung meluncur ke arah Adhinata yang telah siap untuk menghadapinya.Dengan gerakannya yang begitu cepat ular jadi-jadian itu langsung menggunakan ciri khasnya dalam menyerang yaitu melilit tubuh lawannya dengan menyabe
Sebuah kondisi berbeda dengan yang dirasakan oleh Pangeran Santana, Putra mendiang Biswara yang tengah merasakan bahagia itu terlihat segera ingin memberikan berita bahagia yang baru saja ia dapatkan, maka Pangeran Santana pun segera bergegas mencari Adhinata dengan mendatanginya ke kamar, namun begitu dia melihat kamarnya terbuka dan setelah dilihat-lihat ternyata kosong maka Pangeran Santana pun langsung menuju ke padepokan tempat tinggalnya para murid perguruan, dan betapa kagetnya Santana setelah dari mereka ternyata tidak ada satupun yang mengetahui dengan keberadaan sang gurunya itu."Terus bagaimana ini Gusti Pangeran? Bagaimana dengan nasib kita?" tanya salah satu murid yang bernama Kuda Jeger."Tenanglah dulu Jeger, aku akan segera mencari Guru kalian, aku kira Paman Adhinata belum terlalu jauh meninggalkan tempat ini, kamu dan kalian semua para murid dan para pendekar yang ada tolong kalian tetap menunggu di sini sampai aku berhasil membawa Paman Adhinata kembali," ujar Pang
"Membangkitkan Reksa Jagat?!!" sahut tanya para Dewa sembari memandang Dewa angin dengan melotot, seolah mereka tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya barusan."Yah benar," balas Dewa angin singkat."Tapi apakah itu mungkin? Dan bukankah itu tidak menyalahi kodrat yang Yang Widi Wasa sendiri tentukan? Yaitu adalah tidak mungkin dengan dihidupkannya kembali seseorang yang telah mati untuk kembali ke dunia berjuang untuk menegakkan sebuah keadilan dan menciptakan kedamaian untuk kehidupan umat manusia? Bukankah itu adalah tugas manusia yang masih hidup?" tanya Dewa Api nampak memprotes jawaban dari Dewa Angin."Dengar dulu Dewa Api, tidak mungkin Yang Widi Wasa akan melanggar kodrat yang dia tentukan sendiri, dalam hal ini ... membangkitkan Reksa Jagat bukanlah menjadikannya sebagai layaknya manusia akan tetapi yang di bangunkannya itu adalah jasad dan kekuatannya saja, adapun akal, pikiran, perasaan dan nafsunya tidak lagi," terang Dewa Angin. Namun nampaknya beberapa Dewa bel
Mendengar ucapan Pangeran Santana seperti itu nampak Adhinata tidak bisa menjawab, tatapan matanya menerawang jauh ke arah depan, dan memang dalam pandangannya itu sukma Adhinata tengah melihat seorang wanita yang sangat cantik dan nampak melambai kepadanya, Pangeran Santana yang melihat itu nampak mengangguk-angguk seolah-olah ia sudah tahu dengan apa yang mesti dia lakukan setelah ini.'Paman Adhinata, apa yang kamu lihat Paman? Perempuan?' tanya Santana dan nampak Adhinata mengangguk dengan tidak menoleh pada Santana.'Kalau Paman suka dengan wanita itu .. silahkan Paman hampiri, silahkan Paman ..' lalu benar Adhinata pun segera beranjak menuju ke tempat dimana sesosok wanita cantik itu berdiri, namun setelah berjalan beberapa jengkal tiba-tiba saja Adhinata menghentikan langkahnya karena tanpa dia ketahui bahwa ternyata tepat dihadapannya terdapat sebuah jurang yang cukup dalam, Adhinata nampak kebingungan melihat keadaan itu, dia menoleh ke kanan dan kiri, juga sesekali melihat k