Setelah tiba di istana pusat nampak Pangeran Cayapata memanggil salah seorang dayang istana.
"Hai Dayang, kemarilah," seru Pangeran Cayapata seraya melambaikan tangannya.
"Hamba Pangeran?" tanya salah seorang Dayang sambil menunjuk dirinya sendiri, karena memang yang berada di situ ada tiga orang Dayang yang terlihat sedang menata perabotan istana.
"Ya, kamu," sahut Pangeran Cayapata sambil mengangguk. Lalu Dayang itupun langsung bergegas mendekat ke Pangeran Cayapata.
"Ada apa Pangeran?" tanya sang Dayang.
"Yang bertugas mengantarkan makanannya Ayahanda Prabu siapa?" tanya Pangeran Cayapata sambil menatap kepada Dayang tersebut.
"Ya gonta-ganti Pangeran, tergantung jadwalnya."
"Bukankah kamu juga termasuk?" lanjut tanya Pangeran Cayapata.
"Iya benar Pangeran, saya bagian ngantar makan malamnya Gusti Prabu," jawab Dayang terseb
"Ya, saya tidak ingin hanya saya saja yang menanggung hukumannya andai rencana ini gagal atau ternyata racunnya tidak mempan, karena hamba tahu sendiri kalau sekarang ini Gusti Prabu semakin hebat semenjak memiliki jimat rambut sakti itu," tutur Dayang Kenanga menjelaskan."Oh ... itu ... ya, ya, aku mengerti dengan apa yang kamu khawatirkan, begini Dayang Kenanga, kamu itu sebaiknya jangan bicara gagal terlebih dahulu sebelum kamu melakukan tugas ini, karena kunci kesuksesan dari rencana ini adalah kepastian akan masuknya racun ini ke tubuh Ayahanda Prabu, karena menurutku kesaktian dan kekebalan yang dimiliki Ayahanda Prabu itu hanya terhadap serangan-serangan senjata dari luar, lha ini racun lho! Saya yakin asalkan kamu benar-benar bisa memasukkan racun ini ke dalam minuman Ayahanda Prabu saya sudah bisa memastikan bahwa rambut sakti itu tidak akan pernah bisa menolong Ayahanda Prabu lagi, gimana Dayang, apakah kamu bisa memastikan kalau kamu bisa memasukkan
"Dayang Kenanga ... Dayang ..." panggil Ketua dapur istana yang bernama Bibi Piranti."Ya Bibi Piranti," jawab Dayang Kenanga."Apakah semua makanan dan minuman telah kamu siapkan?" tanya Bibi Piranti dari dalam sebuah ruangan yang ada di dapur istana itu."Iyaa sudah, ini tinggal minuman rempahnya yang belum," jawab Dayang Kenanga sambil mengaduk satu cangkir kopi."Bagus ... ya sudah saya akan melakukan pemujaan dulu," sahut Bibi Piranti dari dalam kamar dapur."Iya Bibi ..." timpal Dayang Kenanga.Klutik, klutik, klutik ...Terdengar suara gemelitiknya sebuah cangkir dari dalam dapur, memang saat itu Dayang Kenanga tengah mengaduk secangkir kopi, dan benar saja, sesaat kemudian tercium lah semerbak harum kopi robusta khas negeri Karma Jaya yang memang terkenal dengan cita rasa dan aromanya yang sangat istimewa.Lalu kemudian nampak Dayang Kenanga
Lalu baik Prabu Jayantaka maupun Ratu Danuardara begitu selesai makan beliau berdua nampak sama-sama kembali minum air putih biasa."Kanda Prabu mau minum ramuan rempah ini?" tanya Ratu Danuardara sambil menunjuk ke teko berisi ramuan rempah beracun itu."Ya nanti saja, aku mau ngopi dulu, aku akhir-akhir ini mulai jarang minum ramuan rempah," ujar Prabu Jayantaka sambil meraih secangkir kopi yang nampak masih mengeluarkan uap itu.Srupuuut ..."Eh ... nikmatnya ..." ujar sang Prabu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya."Lha kenapa Kanda?" tanya Ratu Danuardara sambil menggeser posisi duduknya untuk lebih mendekat, dan kemudian sang Ratu langsung menyandarkan tubuhnya pada Prabu Jayantaka."Ya pokoknya semenjak aku memakai jimat rambut sakti ini, aku merasa tubuhku selalu bugar tanpa harus meminum ramuan rempah lagi," tutur sang Prabu."Oh begitu ... jadi ben
Setelah Prabu Jayantaka pergi dari kamar pribadinya, kini tinggallah Ratu Danuardara sendirian yang berada di kamar itu, lalu dengan masih duduk dan hanya menutupi tubuhnya pakai selimut Ratu Danuardara terlihat mengucapkan sesuatu."Semoga saja sayembara kedua yang diadakan Kanda Prabu ini membuahkan hasil. Yah, mudah-mudahan ada seorang kesatria yang bisa membawa mayat sakti itu kemari, dan dengan demikian kekuatan yang dimiliki Kanda Prabu akan semakin besar, lalu dengan kekuatan itu Kanda Prabu bisa membuat Negeri Karma Jaya ini semakin luas wilayahnya hingga mencapai puncak kejayaannya," ujar Ratu Danuardara nampak menaruh sebuah harapan yang besar.Setelah sesaat tertegun sendiri akhirnya sang Ratu pun berniat untuk kembali ke Puri pribadinya, lalu kemudian dia segera menyingkirkan selimut yang masih menutupi tubuhnya itu dan langsung melipatnya, lalu setelah itu dia segera mengenakan pakaiannya kembali, dan begitu telah kembali rapi R
"Kabar yang saya terima bahwa sayembara yang Gusti Prabu adakan kali ini lebih banyak lagi peminatnya, bahkan pesertanya pun tidak hanya pendekar dari dalam negeri saja, para pendekar dari Negeri sebrang pun juga banyak yang tertarik untuk mengikutinya," terang Patih Badrika.”Pendekar negeri asing?" ujar Prabu Jayantaka mengulang pernyataan Patih Badrika untuk meyakinkan."Benar Gusti Prabu," jawab sang Patih sambil mengangguk."Lalu seberapa besar peluang para pendekar asing itu bila dibandingkan dengan pendekar asli pribumi?” tanya Prabu Jayantaka lagi."Saya kira peluang mereka semua itu sama Gusti, karena setahuku meskipun para pendekar asing itu lemah dalam segi ilmu kesaktian namun mereka sangat hebat dalam ilmu sihir, apalagi mereka yang datang dari tanah Hindi," beber Patih Badrika."Apa memang benar begitu Adhinata?" tanya Gusti Prabu beralih pada wakil Patih kerajaan itu. Adhinata yang sedari tadi masih banyak diamnya itu pun langsung mengami
Panggil sang Prabu dengan suara lirih, dan ternyata Purbasari dan sang Putri yang bernama Nirmalasari memang belum tidur."Bu ... itu sepertinya suara Gusti Prabu," ujar Nirmalasari pada ibunya."Ya memang benar, sana bukakan pintunya," pinta selir Purbasari."Baik Bu ..." balas Nirmalasari.Lalu sang Putri yang mulai beranjak dewasa itu pun langsung berjalan menuju pintu Puri untuk membukanya.Kreeek ...."Gusti Prabu ..." sambut Nirmalasari sambil membungkukkan tubuhnya untuk memberi penghormatan."Berdirilah Nirmala ..." ujar Prabu Jayantaka sambil memegang dua pundak Putrinya itu. Lalu setelah itu Prabu Jayantaka pun langsung merangkul Putrinya tersebut dan kemudian sepasang Ayah dan Putrinya itu pun berjalan beriringan mendekati Selir Purbasari yang sedang berdiri di samping ranjangnya.Sementara itu begitu melihat junjungannya berjalan mendekatinya Selir Purbasari pun langsung membungkukkan badannya sama seperti yang dilakukan ol
Prabu Jayantaka pun langsung menciumi seluruh tubuh Selir Purbasari itu dengan sangat bernafsu, nampak sang Prabu terlihat sudah sangat kangen dengan Selirnya itu, karena sebagai seorang istri yang hanya berstatus sebagai seorang Selir maka Purbasari pun cuma bisa menahan dan bersabar manakala gejolak birahinya itu datang menghampirinya.Didatangi oleh sang Prabu adalah merupakan sebuah kesempatan bagi Purbasari untuk menumpahkan segala rindu yang menggumpal di dalam dada, maka begitu dia mulai disentuh oleh Prabu Jayantaka Selir Purbasari pun langsung segera menyambut dan mengimbangi serangan dan permainan yang dilakukan oleh Prabu Jayantaka.Lalu begitu pula dengan Prabu Jayantaka itu sendiri, sebagai seorang lelaki yang sudah berani memilih untuk memiliki banyak wanita yang dia jadikan sebagai Permaisuri maupun Selir, maka tanggung jawab untuk mencukupi apa yang jadi kebutuhan para wanita-wanita itu adalah sebuah keharusan yang tidak bisa dia abaikan begitu saja, me
"Lho, mana Ratu Danuardara kok tidak datang bersama kalian ...?" tanya Prabu Jayantaka."Lho, hamba tidak tahu Kanda Prabu ... tadi itu saya begitu dipanggil oleh Dayang langsung bergegas kemari ..." jawab Ratu Manika beralasan."Mungkin Ratu Naeswari melihatnya?" lanjut tanya Ratu Manika pada saudara sesama Permaisurinya itu."Sama, saya juga tidak melihatnya ... malahan tadi itu saya mengira kalau Ratu Danuardara sudah disini ... ya sudah biar hamba coba panggil ke Puri nya," timpal Ratu Naeswari sambil memandang Prabu Jayantaka untuk sekedar minta izin. Lalu sang Prabu pun langsung menganggukkan kepalanya menandakan bahwa dia memberi izin.Kemudian dengan segera Ratu Naeswari pun melangkahkan kakinya menuju ke Puri tempat tinggalnya Ratu Danuardara yang sebenarnya jaraknya pun juga berdekatan dengan Puri tempat tinggalnya sendiri, akan tetapi begitu Ratu Naeswari baru berjalan beberapa langkah tiba-tiba saja dia berpapasan dengan Dayang yang tadi memanggil