"Sedayu!" seru Ekayana. "Mau lari ke mana lagi? Ke tempat yang rimbun? Merayuku untuk bercumbu? Oh. tidak! Tidak bisa, Sedayu! Saat ini bukan saat bercumbu, tapi saatku membalas kematian orang orangku yang kau musnahkan dengan racunmu itu!"
"Aku tidak melakukannya!" bentak Sedayu. “Tapi kalau kau tetap menganggapku begitu, apa pun keinginanmu akan kulayani! Jangan anggap hanya kau yang jago main pedang! Aku pun bisa menandingi-mu!"
"Bagus! Aku lebih suka membunuh orang yang punya ilmu pedang, daripada yang hanya punya ilmu memuncakkan gairah! He he he...!"
"Manusia berotak kotor! Terimalah pedang 'Jegal Baja'-ku ini! Hiaaat!"
Sedayu melompat menyerang, pedangnya menebas cepat ke kiri dan ke kanan bagai membuat garis silang beberapa kali. Ekayana sempat mundur dua tindak, kemudian dengan cepat ia kelebatkan pedangnya dari bawah ke atas.
Wrruttt....! Trangng...!
Pedang Sedayu terpental melayang jauh. Perempuan itu menjadi tegang karena t
"Ehg...! Ekayana mendelik, perutnya bagai di sodok dengan batu sebesar gunung. Ia terpental ke belakang hingga berguling-guling dan membentur pohon tubuhnya. Ekayana tak bisa bernapas dalam beberapa kejap. Nini Pasung Jagat menyerangnya lagi sebelum anak muda itu kelihatan segar kembali. Kali ini ia melepaskan pukulan tenaga dalam melalui sentakan tangan kirinya.Wuttt..!Sinar merah terlepas dan melesat menghantam Ekayana, Tapi oleh Ekayana sinar itu ditangkisnya dengan menghadangkan pedangnya di depan wajah. Pedang itu keluarkan cahaya perak berkilauan, seluruh tubuh pedang yang memancar membentuk perisai. Dan sinar merah itu menghantam cahaya perak yang berkilauan dengan kuat.Blarrr...!Mau tak mau Ekayana kembali terpekik tertahan, karena gelombang ledakan itu sangat kuat menghantam dadanya, sementara Nini Pasung Jagat hanya tersentak mundur antara tiga tindak, ia terhuyung-huyung mau jatuh, namun buru-buru bertahan pada sebuah pohon besar."E
Ekayana melompat dan tahu-tahu berdiri di depan Tanjung Bagus. Orang itu memekik genit dan latah, "Eh, alah... kadal, babi, kambing, cicak, semut, gajah..! Iih! Bikin kaget saja kamu!" sambil tangan nya melambai dan tubuhnya melenggok ganjen.Kalau Ekayana tidak sedang marah, ia akan tertawa dan terus menggoda kelatahan Tanjung Bagus. Tapi karena ia sedang marah kepada gurunya Tanjung Bagus, maka wajah Ekayana tetap diam, dingin, dan memancarkan nafsu untuk membunuh. Tanjung Bagus sedikit curiga, tapi ia hanya meliriknya dengan pasang gaya genit supaya menarik minat lelaki tampan di depannya.Bahkan ia berkata, "Lain kali kalau mau temui aku jangan gitu, ah! Kita kan kaget, Ekayana!. Mau apa sebenarnya kamu, ha! Mau apa? Ngomonglah! Aku siap menerima ajakanmu untuk apaaa.. saja!" lalu ia tersenyum nyengir, Menurutnya senyuman itu manis, tapi menurut Ekayana memuakkan.Ekayana diam saja, masih membisu di tempat Tanjung Bagus memandangnya dengan mata nakal. Senyum
"Kerjaku setiap hari mengincar kamu untuk ku bunuh, Sedayu!"Kirana bicara dengan keras dan berani."Kirana, jaga bicaramu!" Pranawijaya membentak.Tapi Kirana justru bersuara lebih keras lagi, "Kau boleh berada di pihak dia, Prana! Aku tak akan gentar melawan kalian berdua!"Sedayu segera berkata. "Bocah bodoh kamu ini! Tak ada masalah apa apa mau membunuhku!""Kau yang berlagak bodoh. Sedayu! Kau telah membunuh guruku, tapi berlagak tidak mempunyai masalah apa apa denganku!""Ooo... jadi kau menuntut kematian gurumu itu!" Sedayu manggut-manggut sambil pamerkan wajah sinisnya."Jangan banyak bicara! Terima saja pembalasanku ini! Heaah...!”Srett...! Wuttt wuttt...!Dua kali Kirana berkelebat menebaskan pedangnya ke wajah Sedayu, tapi bisa dihindari oleh Sedayu dengan memiringkan badan dan merunduk satu kali. Tapi dengan cepat Kirana membalikkan badan dan dengan tendangan berputar, ia mencapai dada Sedayu, lalu men
Begitu Kirana berhasil cepat berdiri, takut diserang lagi, ia menjadi tertegun melihat kakaknya rubuh tak bernyawa dan Sedayu pun tergolek mati di samping Pranawijaya."Prana...!" Kirana ingin berteriak, tapi tak mampu, sehingga yang keluar hanya berupa desah kesedihan mendalam.Ia pun tak bisa mendekati mayat kakaknya karena serangan dari Ekayana kembali membahayakan jiwanya. Kirana menangkis serangan itu dua kali dan berhasil menendang tubuh Ekayana hingga terjeng kang jatuh sang lawan, kemudian ia cepat-cepat melarikan diri meninggalkan lawannya yang membahayakan itu. Ia berlari sambil membawa kesedihan atas kematian kakaknya, namun juga membawa ketegangan karena Ekayana berlari mengejarnya.Kalau Kirana tidak lari, dia akan mati. Kirana tahu persis kekuatan ilmu pedang lawannya itu. Ia tak mau mati konyol melawan sesuatu yang jelas lebih tinggi ilmunya dari ilmu yang dimilikinya. Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana menghindari kejaran dari Ekayana
"Hmm... di mana tempat itu? Maksudku, Bukit Canang terletak di sebelah mana?" tanya Baraka semakin serius.Tapi tiba-tiba Kirana terperanjat. Matanya melebar seketika, karena ia melihat sekelebat sinar hijau tua yang melesat ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Kirana yang terkesiap dan tak sempat menghindar itu dihantam sinar hijau tua dalam bentuk seperti ujung anak panah.Melihat hal itu, Baraka bergerak cepat di luar dugaan Kirana. Suling mustikanya dihadangkan di depan Kirana, dan sinar hijau itu membentur suling tersebut.Trangng...!Bagai dua besi baja beradu suara nya. Sinar hijau itu membalik kearah pemiliknya dengan lebih besar dan lebih cepat gerakan terbangnya.Zlappp...! Duarrr...! Brrrukk...!Sebatang pohon kelapa menjadi sasaran sinar hijau tersebut, sebab pemiliknya segera melompat menghindari sinar yang membalik. Dan pohon kelapa itu pecah berantakan pada bagian yang terkena sinar hijau, sehingga sisanya di bagian atas tumban
"Kau mengatai dirimu sendiri!" kata Baraka. "Kalau kau tidak merasa banci, cengeng, dan kecil nyalimu, coba kau lepaskan diri dari pengaruh totokan itu! Coba!" tantang Baraka makin memanaskan hati Ekayana.Saat itu, darah Ekayana benar-benar mendidih. Tapi karena tak bisa berbuat apa-apa, Ekayana hanya bisa menggeram penuh kejengkelan. "Tunggu! Jangan pergi ke mana pun kalian! Aku akan datang kembali menemui kalian di sini!" setelah berkata begitu, Ekayana segera pergi meninggalkan pantai dengan berlari lari, tangan keduanya masih menggenggam pedang di atas pundak kanannya. Baraka menertawakan dan Kirana pun cekikikan geli melihat Ekayana lari dalam keadaan seperti itu.Mereka tak tahu apa yang dicemaskan hati Ekayana sebelum berlari meninggalkan tempat, "Nini Pasung Jagat pasti sedang memburuku! Kalau aku dalam keadaan seperti ini. Nini Pasung Jagat pasti dengan mudah membunuhku. Sebelum nenek setan itu muncul, aku harus melarikan diri lebih dulu. Kurasa Brajawisnu at
Banyak yang dibicarakan oleh Kirana dan Tabib Cawan Maut. Karena asyiknya mereka bicara, Baraka keluar menikmati pemandangan dan udara malam, karena saat itu rembulan muncul separo bagian di balik awan bermega putih perak. Memandang malam, menikmati sunyi, merupakan sesuatu yang berarti sekali bagi jiwa Pendekar Kera Sakti itu. Setidaknya ia memperoleh sebentuk ketentraman jiwa yang begitu menyegarkan.Sesaat kemudian, Jongos Daki muncul dan mendekati Baraka yang duduk di pelataran dekat pagar tebing samping. Baraka duduk di sebuah bangku dari kayu gelondongan, hanya dikemas bagian atasnya supaya enak dipakai duduk. Jongos Daki membawa kan empat potong jagung rebus yang konon diambilnya dari ladang petani yang sudah kenal baik dengannya, beberapa waktu yang lalu.Di bangku itu, mereka duduk menghadap ke tebing tinggi dan laut yang menggelora. Suara debur ombaknya terdengar jelas dari tempat mereka berada. Tanpa sadar percakapan mereka sampai pada Kirana."Dia ga
Kembali Baraka tersentak kaget begitu Jongos Daki menyebutkan nama Ki Padmanaba. Cepat-cepat Pendekar Kera Sakti bertanya kepada Jongos Daki, "Apakah Paman banyak mengetahui tentang Ki Padmanaba"'"Hmmm.. yah, sedikit banyak tahulah! Dulu aku pernah mengabdi menjadi pelayannya. Tapi semenjak dia mengangkat murid yang bernama Ekayana, aku mengundurkan diri, tak tahan melihat tingkah laku muridnya yang sekaligus cucunya sendiri itu.""Hmmm...!" Baraka manggut-manggut."Kakek dan cucunya sangat bertolak belakang sifatnya. Ekayana itu sombong dan berjiwa kejam. Kakeknya kebalikannya dan...""Tunggu, Paman!" kali ini Baraka baru memotong pembicaraan karena dirasakan ada yang perlu ditanyakan sebelum percakapan menginjak ke masalah lain."Apakah Paman tahu, bahwa Ki Padmanaba mempunyai sebuah pusaka yang sangat dirahasiakan?""Hmmm... ya, memang dia punya! Dia pernah bercerita padaku tentang pusaka tersebut. Tapi tak pernah ditunjukkannya kepadaku
Bersalto di udara dua kali masih merupakan kelincahan yang dimiliki orang setua dia. Kini keduanya sudah kembali mendarat di tanah dan langsung menghadang lawannya, tak pedulikan sinar kuning tadi kenai pohon itu langsung kering dari pucuk sampai akarnya."Rajang Lebong dan Pangkas Caling, mau apa kalian menyerang kami!" tegur Pendeta Jantung Dewa dengan kalem. Senyum Pangkas Caling diperlihatkan kesinisannya, tapi bagi Pendeta Jantung Dewa, yang dipamerkan adalah dua gigi taring yang sedikit lebih panjang dari barisan gigi lainnya. Pangkas Caling menyeringai mirip hantu tersipu malu.Sekalipun yang menyeringai Pangkas Caling, tapi yang bicara adalah Rajang Lebong yang punya badan agak gemuk, bersenjata golok lengkung terselip di depan perutnya. Beda dengan Pangkas Caling yang bersenjata parang panjang di pinggang kirinya."Kulihat kalian berdua tadi ada di Bukit Lajang!""Memang benar!" jawab Pendeta Jantung Dewa. Tegas dan jujur."Tentunya kalian
RESI Wulung Gading mengatakan, bahwa Seruling Malaikat tidak mempunyai kelemahan. Satu-satunya cara menghadapi Seruling Malaikat adalah, "Jangan beri kesempatan Raja Tumbal meniup Seruling itu!"Pendekar Kera Sakti punya kesimpulan, "Harus menyerang lebih dulu sebelum diserang. Karena jika Raja Tumbal diserang lebih dulu, maka ia tidak punya persiapan untuk meniup serulingnya. Syukur bisa membuat dia tidak punya kesempatan untuk mengambil pusaka itu!Itu berarti Baraka harus lakukan penyerangan mendadak ke Lumpur Maut. Padahal ia tidak mengetahui di mana wilayah Lumpur Maut. Maka, hatinya pun membatin, "Aku harus minta bantuan Angin Betina! Di mana perempuan itu sekarang?"Pendekar Kera Sakti dihadapkan pada beberapa persoalan yang memusingkan kepala. Pertama, ia harus mencari di mana Angon Luwak, agar Pedang Kayu Petir yang ada di tangan anak itu tidak jatuh ke tangan orang sesat. Kedua, ia harus temukan Delima Gusti dan memberi tahu tentang siasat Raja Tumbal
Diamnya Baraka dimanfaatkan oleh Angin Betina untuk berkata lagi, "Aku suka padamu, dan berjanji akan melindungimu!""Berani sekali kau berkata begitu padaku. Apakah kau tak merasa malu, sebagai perempuan menyatakan isi hatimu di depanku?""Aku lebih malu jika kau yang menyatakan rasa suka padaku lebih dulu!""Aneh!" Baraka tertawa, tapi tiba-tiba Angin Betina menyentak lirih, "Jangan tertawa!""Kenapa" Aku tertawa pakai mulutku sendiri!""Tawamu makin memancing gairahku," jawabnya dalam desah yang menggiring khayalan kepada sebentuk kehangatan. Baraka hanya tersenyum, matanya sempat melirik nakal ke dada Angin Betina. Perempuan itu pun berkata lirih lagi, "Jangan hanya melirik kalau kau berani! Lakukanlah! Tunjukkan keberanianmu sebagai seorang lelaki yang mestinya mampu tundukkan wanita sepertiku!"Baraka kian lebarkan senyum dan menggeleng. "Tidak. Anggap saja aku pengecut untuk urusan ini! Selamat tinggal!"Zlaaap...! Weesss...!
"Apa bahaya itu?""Mereka terancam oleh orang-orang Lumpur Maut."Baraka berkerut dahi secepatnya. "Raja Tumbal, maksudmu?""Ya. Raja Tumbal bermaksud menaklukkan kedua biara itu, sebab kedua biara itu dianggap perguruan yang berbahaya jika sampai bersatu. Selama ini kedua biara itu tidak bisa bersatu karena ada perbedaan pendapat mengenai aliran kepercayaan mereka. Ancaman dari Raja Tumbal itulah yang membuat mereka harus bisa mendapatkan Pedang Kayu Petir, sebab mereka tahu bahwa Raja Tumbal telah memiliki pusaka Seruling Malaikat.""Bukankah Pedang Kayu Petir sudah ada di tangan Raja Tumbal?"Angin Betina gelengkan kepala dengan tenang."Tidak mungkin, sebab jika Raja Tumbal sudah memiliki pedang yang asli, tentunya kedua biara sudah diserangnya, negeri Muara Singa sudah direbutnya, dan negeri-negeri lain sudah ditumbangkannya. Sampai sekarang Raja Tumbal belum mau bergerak, sebab ia punya firasat munculnya pedang maha sakti itu. Ia harus
Tak ada jawaban. Ilmu ‘Ilmu Menyadap Suara Angin’ digunakan. Ternyata memang tak ada suara siapa-siapa ditempat itu. Akhirnya Baraka duduk di salah satu tepi danau itu."Ke mana anak itu? Jika tak ada di sini, berarti dia berlari dan bersembunyi di tempat lain. Tapi di mana kira-kira? Haruskah kutanyakan kembali kepada Sabani, kakaknya? Ah, capek kalau harus bolak-balik ke sana."Sesaat kemudian di hati Pendekar Kera Sakti timbul kecemasan yang samar-samar. "Jangan-jangan dia terperosok di jurang sebelah timur tadi? Ah, mudah-mudahan tidak demikian. Biarlah kedua pendeta bodoh itu yang terperosok di jalanan tepi jurang timur itu. Kalau tidak terperosok pasti mereka sudah mengejar dan menemukanku di sini. Seandainya mereka menemukanku di sini dan menyerangku, apakah aku harus melumpuhkan mereka?"Pikiran Baraka sempat melayang-layang tak tentu arah. Tapi segera dikembalikan pada pokok persoalannya, ia masih merasa tak habis pikir, mengapa ked
Jaaab...!Tanah keras itu merekah, dari rekahannya keluar asap putih dan cahaya sinar biru membara di dalamnya. Kejap berikutnya tanah itu kembali utuh, namun rumput-rumputnya rontok dan mengering kecoklatan."Mana dia tadi?" Pendeta Jantung Dewa mencari-cari Baraka tanpa menengok kepada kakaknya. Pendeta Mata Lima juga menengok ke sana-sini dan begitu menengok ke belakang terpekik kaget."Hahhh...!"Wajahnya lucu. Wajah tua berkumis dan berwibawa itu membelalakkan mata dan melebarkan mulut karena kaget. Bahkan tubuhnya sempat terlonjak satu tindak ke samping. Tapi wajah itu buru-buru dibuat tenang dan berwibawa, walau yang terlihat adalah wajah menahan rasa malu dan jengkel. Sedangkan Pendeta Jantung Dewa tetap tenang memandangi Baraka yang tersenyum geli melihat kelucuan wajah Pendeta Mata Lima itu."Hebat sekali kau bisa hindari jurus 'Jala Surga'-ku," kata Pendeta Jantung Dewa sambil manggut-manggut."Tapi dapatkah kau tetap bertahan den
Baraka ingin berkecamuk lagi di dalam hatinya, tapi ia batalkan karena kecamuknya akan diketahui oleh Pendeta Mata Lima. Kini ia bahkan berkata dengan tegas dan lebih bersikap berani."Eyang-eyang Pendeta, saya mohon maaf tidak bisa membantu maksud Eyang. Jadi, izinkan saya lewat tanpa ada sikap memaksa!""Tidak bisa!" si Mata Lima berkata dengan tegas juga. "Kami tak bisa lepaskan orang yang tahu tentang pedang itu! Dengan menyesal dan sangat terpaksa, aku harus tunjukkan padamu bahwa kami benar-benar membutuhkannya!""Apa maksud kata-katanya?" pikir Baraka setelah mereka bertiga sama-sama diam. Tapi mata Baraka segera melihat bahwa tasbih hitam yang ada di tangan Pendeta Mata Lima itu diremas-remas semakin kuat.Remasan itu kepulkan asap putih, dan tiba-tiba Baraka rasakan perutnya bagai dipelintir sekuat tenaga, hingga akhirnya ia jatuh terbanting."Uuhg...!"Bruuk...!"Gila! Rupanya dia telah serang diriku dengan kekuatan batinnya
"Sangat kebetulan sekali kita bertemu di sini, Baraka," kata si Jantung Dewa. "Sesungguhnya adalah hal yang paling sulit menemui Pendekar Kera Sakti yang sedang banyak dibicarakan oleh kalangan tokoh tua belakangan ini.""Apakah Eyang berdua memang bermaksud menemui saya?""Tidak utama!" sahut Mata Lima. Kata-kata selanjutnya diteruskan oleh si Jantung Dewa, "Yang paling utama adalah melacak benda pusaka itu.""Benda pusaka apa maksudnya?"Pendeta Mata Lima yang sebenarnya hanya punya dua mata, empat dengan mata kaki itu, segera menjawab dengan suaranya yang agak besar dan berwibawa, "Sebagai pendekar yang sedang kondang namanya, tentunya kau sudah mengerti pusaka yang kami maksudkan. Tak perlu lagi berlagak bodoh di depan kami. Kau punya pikiran dan angan-angan yang dipenuhi oleh pusaka itu.""Pedang maha sakti itu, maksudnya?""Nah, kau sudah menjawab pertanyaanmu sendiri, Anak Muda!"Tak ada gentar bagi Pendekar Kera Sakti menatap
"Tidak ada, Kang Pendekar! Ibu saya juga bilang belum lihat dia pulang.""Wah, ke mana anak itu, ya?" gumam Baraka."Coba biar saya yang cari, Kang. Kang Pendekar diam di sini dulu."Sabani sangat menghormati kedatangan Baraka, sehingga tak segan-segan bergerak cepat ke rumah teman-teman adiknya. Beberapa saat kemudian ia kembali dengan tangan hampa dan napas terengah-engah pertanda habis lari."Tidak ada, Kang! Semua rumah temannya sudah saya sambangi tapi Angon Luwak tidak ada di sana. Malah beberapa temannya bilang, Angon Luwak habis membunuh Saladin! Saya jadi takut, Kang!""Tidak. Angon Luwak tidak sejahat itu. Apakah kau tidak bertemu Saladin?""Bertemu! Lalu saya tanya, 'Apakah kau tadi dibunuh sama Angon Luwak"', dan Saladin bliang; 'tidak'. Lalu saya pikir, benar juga. Kalau dia sudah dibunuh pasti dia tidak bisa menjawab 'tidak'."Baraka tersenyum tipis, tertawa pendek dalam gumam. Lalu ia berkata, "Kalau begitu biar kucari