Tombak tersebut diambil oleh Cambuk Guntur, lalu dihujamkan langsung ke dada Macan Bangkai. Tentu saja Macan Bangkai tak mampu menghindar lagi karena hal itu terjadi sangat di luar dugaan dan tak pernah terpikirkan sama sekali olehnya. Akibatnya, ia terpaksa menerima ajal di ujung tombak senjatanya sendiri. Dan itulah yang dikatakan senjata makan tuan.
Macan Bangkai sempat mengerang ketika napasnya belum lepas dari raga. Bahkan ia masih berusaha ingin mencabut tombak mata tiga yang menembus dadanya itu. Tapi oleh Cambuk Guntur ujung tombak itu makin dihantam dengan telapak tangannya, membuat tombak makin masuk ke dalam tubuh dan tembus ke belakang.
Cambuk Guntur pandangi lawannya dengan bengis, sementara sang lawan mendelik sambil muntahkan darah dan tak bisa ucapkan kata lagi, lalu rubuh tanpa nyawa.
Dua kali Karang Wesi bertemu dengan Cambuk Guntur, yaitu pada saat ia diajak pergi oleh Ki Candak Sedo ke sebuah pertemuan orang-orang sakti di Bukit Jagal, dan ke
"Baiklah," Karang Wesi menghembuskan napas kesal"Masuklah dan temui dia. Tapi kalau dia merasa terganggu dan marah, kau yang bertanggung jawab! Jangan aku yang menjadi pelampiasan kemarahan Guru!""Baik. Aku yang bertanggung jawab!""Masuklah!" Karang Wesi menyingkir dan mengizinkan Cambuk Guntur masuk ke dalam gua untuk menemui Ki Candak Sedo. Tetapi tiba-tiba ada sesuatu yang membuat Karang Wesi tersentak kaget. Lekas-lekas ia menahan lengan Cambuk Guntur seraya berkata dengan nada pelan, "Cambuk Guntur, aku mau bicara sebentar tentang seseorang, kuharap kau tidak keberatan!""Tentang seseorang siapa maksudmu?" Cambuk Guntur kerutkan dahi.Sambil menuntun lengan Cambuk Guntur, Karang Wesi berkata, "Kapan kau bertemu Nyai Sirih Wangsit?""Kira-kira satu bulan yang lalu, di Lembah Cupu Hasta?" Keadaan Cambuk Guntur sudah berada di luar gua, bahkan mereka bicara di bawah pohon berwarna kuning dari batang sampai daunnya."Apakah kau bi
"O, kau rupanya, Warok Kober!" ucap Ki Candak Sedo."Syukur kalau kau masih mengenaliku, Candak Sedo!" katanya dengan suara besar."Aku memang mengenalmu, tapi tak menyangka kau ingin merebut darah ini dariku, Warok Kober!""Ha ha ha...! Kau memang perlu memperhitungkan kehadiranku, Candak Sedo. Memang selama ini kita berhubungan baik, tak pernah ada perselisihan apa pun. Tapi untuk kali ini, demi darah yang sudah hampir seratus tahun itu, aku terpaksa buka perkara denganmu, Candak Sedo!"Karang Wesi bergegas maju, tapi dicegah oleh Ki Candak Sedo. Karang Wesi menggeram. Setahu dia, Warok Kober memang tidak pernah berselisih dengan gurunya. Tapi sekarang Warok Kober merusak hubungan baik hanya gara-gara ingin memperebutkan pusaka Darah Sabda Dewa itu. Karang Wesi jadi berpikir, alangkah amat berharganya darah tersebut, sehingga seseorang sampai berani mengorbankan persahabatan demi mendapatkan darah keramat itu. Jelas ini sebuah pengorbanan yang amat luar
Karang Wesi berkata, "Maaf, saya tak sempat menggunakan jurus 'Salju Hitam', karena dia mendesak terus, Guru!""Seharusnya tak perlu membunuh, biar dia cedera dan lari sendiri, Karang Wesi!"Karang Wesi diam menunduk, ia takut kena murka sang Guru. Tapi dalam hati Karang Wesi menggerutu berkepanjangan, "Dia memang enak, tinggal ngomong saja bisa! Aku ini yang merasakan tendangannya dan hampir mati, bisa lebih tahu bagaimana seharusnya mengalahkan dia! Sudah capek-capek melawan dan mengalahkan lawan, eh... masih saja dikecam salah! Uuh, sepertinya Guru tidak suka aku menggunakan ilmu andalan untuk mempercepat kerjaku!"Kemudian, Ki Candak Sedo segera perintahkan Karang Wesi untuk cepat tinggalkan tempat tersebut. Karang Wesi pun melompat dengan gerakan jurus peringan tubuh, ia menyusul gurunya yang sudah melesat lebih dulu.Tak seberapa jauh dari gua itu, mereka sudah harus menghentikan langkah karena kemunculan seorang lelaki botak berpakaian longgar. Lel
Dan lorong itu kini ditemukan oleh Karang Wesi. Di lorong itulah Karang Wesi melepaskan seluruh pakaiannya, sampai pada cincin, perak penghias jari pun dilepaskan. Setelah Karang Wesi berhasil polos seperti bayi baru lahir, ia segera membuka penutup guci. Guci hitam itu disumpal lubangnya memakai sepotong kayu randu.Karang Wesi pun mencabut kayu penyumbat mulut guci. Tetapi ternyata tidak semudah mencabut penyumbat tutup guci seperti biasanya. Penyumbat itu sangat kuat, seakan menjadi satu dengan mulut gucinya. Dengan kerahkan tenaga Karang Wesi mencabut penyumbat itu, namun tetap tidak bisa terlepas. Bahkan kali ini dengan kerahkan tenaga dalamnya Karang Wesi mencabut kayu penutup itu, namun sampai tubuhnya gemetar dan menjadi merah, masih saja tutup itu tak bisa dilepaskan.Sementara itu, di luar gua terdengar suara percakapan dua-tiga orang yang agaknya mau masuk ke dalam gua namun merasa sangsi. Karang Wesi sedikit gugup karena keadaannya masih telanjang, sedangka
Ternyata bukan hanya mereka yang muncul, melainkan semua korban yang mati dibunuh oleh Karang Wesi bermunculan dengan mengenakan kain kerudung dari kepala sampai kaki warna putih bersih. Mereka memenuhi lorong itu hingga Karang Wesi tak punya jalan untuk lari keluar dari gua tersebut.Ia segera berpaling ke belakang untuk mencari jalan menuju Sekat Sembilan. Tetapi dari arah sana pun muncul sosok berpakaian putih dari kepala sampai kaki. Jumlah mereka pun cukup banyak. Satu di antara wajah yang .sempat dikenali oleh Karang Wesi adalah wajah Nyai Sirih Wangsit, Kidung Sentanu, dan Eyang Danujaya, Talang Sukma, serta Permeswari Bayangan, yang semua itu adalah teman baik dari Ki Candak Sedo. Juga tokoh-tokoh lain yang tidak dikenali oleh Karang Wesi.Tetapi anehnya, Ki Candak Sedo juga ada di rombongan orang-orang golongan putih yang telah tiada, jadi bukan hanya ada pada rombongan orang-orang yang menjadi korban pembunuhan Karang Wesi saja. Wajah Ki Candak Sedo yang ada
Akhirnya, ketika batu itu hampir menggilas tubuhnya, Karang Wesi segera kerahkan pukulan 'Angin Lahar'.Tepat pada saat batu besar mendekatinya, kedua tangannya yang telah mengandung pukulan 'Angin Lahar' itu digunakan untuk menahan gerakan batu.Gluduk gluduk gluduk...! Plakk...! Gluduk gluduk..!Ternyata batu tetap menggelinding dan menggilas tubuh Karang Wesi yang tak mampu menghindar lagi itu. "Aaaa...!" suara jerit ketakutannya hilang seketika sewaktu batu menggilasnya tanpa ampun lagi. Kemudian alam pun menjadi sepi, bumi bagaikan mati. Hening tercipta panjang tanpa suara hembusan angin sekalipun. Matikah murid keji Ki Candak Sedo itu?Tidak, ia tidak mati. Ia masih hidup dan membuka matanya pelan-pelan. Mengerjap-ngerjap sebentar sambil pulihkan kesadaran dan keyakinan dalam hatinya bahwa ia belum mati. Ia memang terkapar, namun masih bisa bernapas dan bergerak."Oh, di mana aku? Sepertinya aku tidak mati! Aku masih bisa bernapas dan... tula
"Suatu khayalan atau gangguan penglihatan karena aku mandi Darah Sabda Dewa? Barangkali Darah Sabda Dewa ingin membuktikan padaku, bahwa tubuhku telah menjadi kebal dan tak mampu digilas batu sebesar itu! Atau mungkin semua yang kualami ini hanya impian mata melek saja? Tapi bagaimana dengan wajah-wajah berkerudung kain putih dari kepala sampai kaki itu? Apakah itu juga mimpi?"Karang Wesi termangu-mangu di depan gua, memikirkan keanehan itu sambil tak sadar menggaruk-garuk bagian yang ditutup daun itu. Ia juga tak sadar kalau daun itu rontok satu persatu akibat garukan tangannya.Sementara itu, Andini menunggu di belakang Karang Wesi di balik sebatang pohon jati merah. Perempuan yang kenakan pakaian pinjung hijau sebatas dada itu bukan menunggu untuk melihat kepolosan tubuh Karang Wesi, tapi menunggu untuk mendapatkan janjinya. Janji dari Karang Wesi, yang ingin membagi dua darah tersebut, jika Andini mau palingkan wajah dan tidak sering memandangnya selama Karang Wes
Bagian tangan, kaki, kepala, perut, punggung, semuanya sudah dicoba oleh Andini untuk dilukai, tapi tak berhasil. Bahkan untuk memotong daun telinga pun pedang itu tak mampu melakukannya."Ha ha ha ha...!" Karang Wesi tertawa kegirangan terbahak-bahak. Sementara itu, Andini melesat mundur empat tindak."Jangan merasa bangga dulu, Karang Wesi! Terimalah jurus 'Pedang Langit Pitu' ini! Hiaaah...!"Pedang itu dibabatkan ke samping kanan-kiri dengan cepat, lalu tiba-tiba disentakkan ke depan dengan tangan kiri Andini ke atas lurus dan satu kakinya ke belakang lurus, kaki satunya sedikit merendah. Maka, zlappp...!Seberkas sinar biru tanpa putus melesat cepat menembus dada Karang Wesi. Sinar itu jelas-jelas menghantam pertengahan dada, namun dada itu tak bisa bolong. Sinar itu hanya melesat mengitari tubuh Karang Wesi, berlarian ke sana-sini, tanpa bisa melukai. Padahal cukup lama sinar biru tanpa putus itu menerpa dada lawannya, bahkan berpindah ke pusar sega
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia
“Ya, kami tahu. Tapi Nila Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Kera Sakti. Entah benar atau tidak, kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Samudera Kencana pernah terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing. Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.“Ratu kami tidak pernah memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas harta yang bukan milik kami!” Kata Rindu Malam.Roh Gepuk segera menyahut, “Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangi
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak