Wuuttt...!
Sinar itu terus memancar tiada putusnya, bergerak pelan menyusuri tepian pintu, sampai membentuk gerakan sesuai dengan keliling pintu tersebut.
Zubb...!
Pijar sinar hijau itu padam. Gincu Mayat menarik napas dalam-dalam, ia siap mendobrak pintu yang sudah dipotong memakai sinar hijau tadi. Tapi, Gincu Mayat merasa sangsi.
"Tak ada bekas meleleh pada bagian yang sudah kupotong!" ucapnya dalam hati, "Bau terbakar pun tak ada! Hangus pun tidak pintu itu. Apakah itu berarti pintu sudah terpotong atau tetap utuh?"
Gincu Mayat segera mendekati dan mencoba mendorongnya pelan-pelan untuk mengetahui keadaan pintu. Ternyata masih kokoh, utuh dan tidak lecet sedikit pun. Gincu Mayat berpikir, seandainya didobrak memakai tendangan tenaga dalam juga percuma, sebab pintu itu lebih kokoh daripada bukit batu.
"Aduh, gatal juga telapak tanganku jadinya?" ucapnya lirih sambil telapak tangannya saling digosok-gosokkan untuk menghilangkan rasa gatal.
Si Sambar Jantung seperti menempeleng udara memakai punggung telapak tangannya.Plakkk...! Terasa ada tamparan keras sekali di wajah Gincu Mayat. Bahkan tubuhnya terpelanting beberapa tindak dari tempatnya berdiri. Tamparan itu bagai disertai sentakan tenaga dalam. Padahal tangan si Sambar Jantung tak sampai mengenai kulit wajah Gincu Mayat. Itu pun sudah membuat Gincu Mayat terpelanting jauh, apalagi jika sampai kena di kulit wajah, pasti akan hancur wajah itu."Setan tua kau!" sentak Gincu Mayat dengan marah. Lalu, ia cepat mencabut rencong di depan perutnya.Srett...!Tapi belum sempat digunakan, tangan kiri Sambar Jantung telah menebas dari bawah ke depan.Wuttt...!Ringan sekali gerakannya, bagai dilakukan tanpa menguras tenaga. Tetapi akibatnya sangat berbahaya. Tubuh Gincu Mayat terlempar terbang ke atas, wusss...! Langsung menuju ke arah pintu lengkung dan jatuh di pelataran kuil.Buhgg...!Ia terjatuh dalam keadaan mir
Sambar Jantung tak mengelak. Tetap ada di tempatnya. Tapi tangan kanannya berkelebat naik bagai menjungkirkan sesuatu. Dan ternyata, tubuh Gincu Mayat itulah yang dijungkirbalikkan. Tubuh itu terlempar ke belakang dan satu kali salto mundur. Sebelum kakinya mendarat di bumi, si Sambar Jantung cepat mengibaskan kedua tangannya bagai merobek udara dengan kuku-kuku hitamnya.Wrettt...!Kedua tangan itu merobek ke kiri dan ke kanan."Aaahg...!" Gincu Mayat sempat terpekik ketika melihat dadanya robek dari ulu hati sampai ke bawah perut. Robek bersama pakaiannya, sehingga isi perutnya berhamburan keluar dengan mengerikan. Sementara itu, tangan Sambar Jantung cepat disentakkan ke depan dan kembali ditarik ke belakang seperti merogoh sesuatu. Dan ternyata, dalam kejap berikutnya tangan berkuku hitam itu telah menggenggam benda merah berlumur darah. Itulah jantung milik Gincu Mayat."He he he he...!" tawanya terkekeh-kekeh melihat jantung lawan ada di tangannya.
"Jangan pandangi wajahku terlalu lama, Raja Nujum! Kecantikanku ini bukan untuk dinikmati lelaki setua kamu!""He he he...! Kalau toh aku memandangmu terlalu lama, bukan karena aku menikmati kecantikanmu, Ratu Teluh Bumi! Tapi aku sedang mencari di mana letak kecantikanmu yang konon memikat hati tiap lelaki itu! Sampai sekarang pun tak kulihat kecantikan itu!""Dasar mata rabun!" geram Ratu Teluh Bumi yang merasa terhina oleh pengakuan Raja Nujum itu. "Mana bisa kau melihat kecantikan karena tiap harinya yang kau lihat hanya ratusan ekor cacing sebagai santapan mu itu!""Memang! Dan karena itulah tak kutemukan kecantikan di wajahmu, kecuali seraut wajah cacing!"Makin terbelalak mata perempuan cantik judes itu. Tangannya tiba-tiba meraih sesuatu di depan matanya, lalu sesuatu yang telah digenggam itu dilemparkannya ke arah Raja Nujum bagai menyebarkan sesuatu ke sana.Werrr...!Ternyata yang melesat dari genggaman itu adalah seekor ular kobr
Baraka sendiri sempat terkejut ketika Ratu Teluh Bumi menyebutkan nama pedang pusaka itu. Baraka pernah mendengar cerita tentang Pedang Guntur Biru yang hak warisnya ada di tangan Siluman Selaksa Nyawa setelah orang sesat itu berusia tiga ratus tahun. Sekarang usianya baru dua ratus lima belas tahun. Tetapi, untuk sementara Pendekar Kera Sakti perlu hindari dulu pemikiran mengenai pedang pusaka tersebut, ia kasihan melihat orang tua bertongkat bola kristal itu kelojotan dalam sekaratnya yang dikerumuni oleh puluhan kalajengking atau kelabang berbisa itu. Wajahnya sudah merah matang, termakan sengat kelabang tersebut.Wuttt...!Pendekar Kera Sakti melesat cepat dari tempat persembunyiannya. Tiba di depan Raja Nujum, ia ujarkan kata, "Tiupan api panas datang. Menghilanglah kelabang dari tubuh Pak tua ini. Hom asantamas hawarnas... samlas...!"Kemudian dengan cepat ia tiupkan mulutnya ke arah tubuh Raja Nujum.Brusss...!Puluhan kelabang itu berkelip-
"Dan kau punya jabatan tinggi di sebuah negeri di alam gaib!""Mungkin saja begitu! Tapi apakah dengan begitu aku tak boleh berkenalan denganmu, Raja Nujum?""Kau sudah mengenalku, tapi aku belum mengenalmu!"Senyum Pendekar Kera Sakti mekar dengan ramah. "Aku Pendekar Kera Sakti," jawab Baraka"Siapa namamu?""Baraka!""Baraka! Aku sepertinya pernah mendengar nama itu!""Mungkin Baraka lain, bukan Baraka aku, Raja Nujum!""Entahlah. Mungkin benar katamu itu. Karena, biasanya aku tak pernah bertanya tentang nama kepada orang yang baru kukenal. Dengan menembus kehidupan lewat matanya, aku sudah bisa tahu namanya. Tapi... noda merah kecil itu rupanya yang menghalangi kekuatanku hingga tak bisa masuk ke alam kehidupanmu!""Mungkin lain kali kau lebih banyak tahu tentang diriku. Sekarang aku ganti ingin tanyakan sesuatu padamu, Raja Nujum.""Tentang apa?""Tentang Pedang Guntur Biru!""Apa kau mengingink
RAJA NUJUM membeberkan silsilahnya. Bahwa ayahnya, yaitu Purbapati dan ibunya Nini Galih mempunyai tujuh anak. Yang pertama bernama Durmagati, yaitu ayah dari Rawana Baka. Yang kedua Begawan Sangga Mega, yang ketiga, keempat, dan kelima serta keenam, meninggal dalam usia muda. Jadi, Purbapati dan Nini Galih mempunyai tiga anak yang masih hidup. Ketiga putra Purbapati ini, ternyata tak ada yang sanggup menerima ilmu-ilmu dari sang Ayah atau sang Ibu. Hanya sebagian kecil saja yang sanggup mereka terima ilmu tersebut. Bahkan Durmagati dan Raja Nujum pernah hampir mati gara-gara menempuh salah satu ilmu yang sekarang dimiliki Baraka, warisan Setan Bodong. Karena ketiga putranya tidak ada yang sanggup menerima ilmu-ilmunya, maka Purbapati mengangkat murid yang bernama Sabawana. Murid inilah yang ternyata mampu mewarisi seluruh ilmu Purbapati. Murid inilah yang kemudian dikenal dengan nama Setan Bodong. Sedangkan untuk pusaka Pedang Guntur Biru, tidak bisa diserahkan kepada Sabawana kare
"Pasti ada orang yang menggunakan ilmu tingginya melalui tembang itu! Ia menyerangku dan menyerang Raja Nujum langsung ke kalbu!" pikir Baraka dengan mata terpejam kuat karena ia ingin menahan diri untuk tidak menangis, menyesal, sedih, dan murka. Tetapi, orang itu tetap mengalunkan tembangnya semakin mendayu-dayu.Bila nyawa keluarga jadi hinaan, siapa lagi yang akan datang sebagai pembela. Bila hormat keluarga jadi cercaan, siapa lagi yang akan datang menjadi pemuji. Biar hati tahankan pilu, tapi dendam tetap bertalu. Sekali lepas ilmu sejati, hancur sudah dendam kesumat di hati. Terasa rendah jiwa dan diri ini, bila tak mampu lampiaskan dendam pribadi....Keringat Baraka tetap bercucuran, ia tetap bertahan untuk tidak melepaskan amarah karena ingat dendam masa lalunya. Kemudian, Pendekar Kera Sakti tiba-tiba saja tertawa dengan sangat keras. Suara tawa itu terkadang berubah menjadi suara tangis, atau bahkan suara ringkik kuda. Inilah jurus war
"Minggirlah, Baraka, biar kuhadapi dia!" bisik Raja Nujum. Maka, Baraka pun mengalah, dan ia bergeser ke samping, berdiri di bawah pohon dengan tubuh bersandar seenaknya. Santai garuk-garuk kepala."Sebutkan namamu, karena kita akan tentukan siapa yang mati lebih dulu!""Raja Nujum, namaku!""Baik! Terimalah awal kematianmu, Raja Nujum! Hiaah...!"Bandot Tembang sentakkan tongkatnya ke arah samping. Dari tongkat itu keluar sinar berbentuk mata anak panah warnanya merah. Melesat menghantam pohon seolah-olah tiap pohon dijadikan tempat pantulan. Mata Raja Nujum terpaksa mengikuti gerakan itu agar tubuhnya tidak terhantam dari belakang.Tak tak tak...!Gerakan sinar itu begitu cepat dan membingungkan. Kadang menukik, kadang naik. Gerakan pantulannya membentuk sudut tak tentu. Dan akhirnya mengarah kepada Raja Nujum dari samping kiri. Raja Nujum cepat membalikkan badan ke kiri sambil kibaskan kepala tongkatnya, wuttt...!Darrr...!
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l