"Hi hi hi hi...!" Terdengar suara tawa mirip kuntilanak yang berdiri di depan mereka bertiga. Suara itu berasal dari seorang nenek berjubah biru lusuh, pakaiannya serba abu-abu. Badannya agak bungkuk, rambutnya digulung naik, berwarna abu-abu juga. Di pinggangnya terselip tengkorak kambing bergagang tulang ikan berukuran antara dua jengkal.Peri Malam tak asing lagi dengan wajah bermata cekung angker itu. Karena dulu ia pernah menjadi murid nenek keriput bergigi ompong dan tak bisa menyebutkan huruf 'r'."Guru,..?!""Hei, jangan sebut aku gulumu lagi, Peli Malam!" Kata nenek angker yang dikenal dengan nama Mawar Hitam dari Pulau Hantu itu."Kamu sudah bukan lagi mulidku! Kamu sesat, dan perlu kuhajal juga lupanya!""Tunggu!" Sentak Perawan Sesat ketika Mawar Hitam ingin menghantamkan pukulan jarak jauhnya."Apa urusanmu ikut campur pertarungan kami ini, Nenek Peot!""Aku memang cali-cali anak muda ini! Dia punya kesaktian cukup lumayan buat kuselap, sama dengan kesaktian gulumu si Nyai
SEBELUM berangkat ke Puri Gerbang Kayangan, tempat kediaman Nyai Gusti Hyun Jelita yang menjadi kekasih idaman Baraka, Pendekar Kera Sakti murid Setan Bodong itu menyempatkan diri untuk singgah ke Bukit Kayangan. Kali ini ia terpaksa tidak bisa meninggalkan Dewa Racun, orang kepercayaan Nyai Gusti Hyun Jelita yang ditugaskan menjemput dan mengawal Baraka. Tetapi, Dewa Racun agaknya tahu diri dalam hal ini."Tem... tem... temuilah gurumu, akkk... akkk... aku akan menunggu di luar gua. Aaakk... aku tidak perlu ikut masuk!""Baiklah. Aku tak lama!"Baraka cepat tinggalkan orang kerdil berpakaian putih-putih dari jenis kulit binatang berbulu itu. Curahan air terjun yang deras ditembusnya masuk dengan satu kelebatan secepat kilat.Jraasss...!Mulut gua yang ada di balik curahan deras air terjun itu dipakai mendarat sepasang kaki Pendekar Kera Sakti yang kokoh. Jika bukan orang berilmu tinggi, tak mungkin bisa menerabas tembus curahan air sebegitu besarnya dari jarak lompat lebih delapan be
"Karena gurumu sudah buka rahasia, terpaksa aku tak bisa berpura-pura lagi," jawab Betari Ayu.Pendekar Kera Sakti langkahkan kaki dua tindak ke depan Betari Ayu. Sengaja ia berdiri di depan wajah cantik itu supaya ia bisa menatap lekat-lekat wajah perempuan yang selama ini menyimpan cinta dan kasih sayang kepadanya itu."Nyai," ucap Baraka dengan lembut, "Katakanlah apa yang kamu tahu tentang kekasihku itu! Katakanlah apa adanya, Nyai."Terdongak sedikit wajah Betari Ayu. Dipaksakan diri memandang wajah Baraka sambil ucapkan kata, "Hyun Jelita adalah adikku!""Hah...!"Terperangah mulut Pendekar Kera Sakti seketika. Terbelalak mata pemuda tampan itu, dan mematunglah ia di depan Betari Ayu.Debar-debar jantung Baraka seakan ingin meledak menjebol dada demi mendengar jawaban dari mulut berbibir manis milik Nyai Betari Ayu itu."Saat kau sebutkan nama adikku, saat kau mengigau dalam sakitmu memanggil-manggil nama adikku, hatiku pedih se
"Baik, Guru!" jawab Pendekar Kera Sakti tegas dan bersikap patuh. "Saya pamit sekarang, Guru!""Ya.""Saya pamit, Nyai!""Tunggu," cegah Nyai Betari Ayu, membuat Baraka menghentikan langkahnya yang sudah sampai di mulut gua, juga membuat Setan Bodong kerutkan dahi dalam menatapkan pandangannya. "Bawalah cincin ini. Kau yang berhak memakainya, Baraka. Bukan aku!" Nyai Betari Ayu melepaskan Cincin Pusaka Manik Bidari yang mempunyai kekuatan sangat dahsyat itu. Tempo hari Pendekar Kera Sakti mengenakan di jari Betari Ayu sebagai sikap berjaga-jaga dari serangan mendadak, karena pada waktu itu Betari Ayu dalam keadaan terluka."Sebenarnya aku ingin menitipkan cincin ini padamu sebagai ganti diriku menjaga keselamatanmu, Nyai!""Tidak, Baraka. Aku tidak berhak memakai cincin pusaka ini! Kaulah yang berhak memakainya."Setan Bodong segera menyahut, "Masukkan saja di polongan Suling Naga Krishna-mu. Senjata mustikamu itu akan semakin mempunyai keku
Baraka tak asing lagi dengan wajah itu, yang tak lain adalah wajah Perawan Sesat. Karenanya, Pendekar Kera Sakti sangat terkejut melihat Perawan Sesat telah menjadi mayat di situ. Dewa Racun sendiri terperanjat, karena dia tahu Perawan Sesat adalah salah satu dari tiga kelompok perempuan patah hati. Temannya yang dua adalah Selendang Maut dan Peri Malam. Perawan Sesat inilah yang membujuk Baraka setengah mendesak untuk tetap hadir dalam pertarungan di Bukit Jagal melawan Dirgo Mukti."Ada apa sebenarnya? Apa yang telah terjadi di sini? Bukankah tempat ini sudah dekat dengan pondok kediaman Peramal Pikun?" pikir Baraka dalam renungan sejenaknya.Dewa Racun membalikkan tubuh mayat itu. Ia terkesiap sejenak melihat permukaan dada Perawan Sesat hangus bagai terbakar api yang amat dahsyat. Di sekitar lehernya ada bilur-bilur luka, dan di kedua lengannya juga ada luka terkoyak bagai sabetan senjata tajam beberapa kali.Dewa Racun memandang mata Pendekar Kera Sakti. Pe
Dewa Racun segera sentakkan kaki dan melesat pergi dari tempatnya menuju pondok itu. Wajah tegangnya memperhatikan Baraka yang mencoba masuk ke dalam pondok dengan susah, karena terhalang reruntuhan sebagian atap."Pikun...!" desis Baraka dengan mata tak berkedip, jantungnya berdetak dengan kuat. Di belakangnya segera menyusul masuk Dewa Racun yang juga berdesis tegang."Renggono...?"Tubuh Renggono atau Peramal Pikun yang kurus kering itu terkapar di atas balai-balai bambu bertikar anyaman pandan. Tubuhnya dalam keadaan berdarah di bagian mulut dan telinga serta hidungnya. Melihat letak kaki sebelah masih terkulai di luar balai-balai, berarti Peramal Pikun baru saja berniat baringkan badan di situ dengan keadaan susah payah. Hal yang membuat mata Dewa Racun terkesiap adalah bintik-bintik merah yang memenuhi tubuh Peramal Pikun. Bintik-bintik itu seperti cacar berdarah, menggelembung kecil dan akhirnya pecah memercikkan darah segar. Sedangkan wajah Peramal Pikun
"Heeb... hebb... hebat sekali ilmumu.""Ah, sekadar ilmu pengobatan biasa, untuk menolong sesama," Pendekar Kera Sakti merendahkan diri, tak lupa tangannya mengaruk kepalanya yang tak gatal.Dewa Racun geleng-geleng kepala, ia segera duduk di batu depan Baraka dan bertanya, "App... apakah... ilmu 'Tenaga Matahari Merah' bisa untuk... untuk mengobati segala macam luka raac... raac... racun?"Pendekar Kera Sakti sunggingkan senyum rikuh, namun ia anggukkan kepala, "Ya. Bisa.""Wah, ilmuku biiis... biisa... bisa kalah. Seemmua... semua racunku biiis... bisa kau tawarkan dengan ilmu 'Tenaga Matahari Merah'"Sebelum Dewa Racun bicara lagi, tiba-tiba dari pondok reot itu muncul Peramal Pikun, seperti baru saja bangun tidur, ia menguap di depan pintu, dan segera berseri setelah memandang Dewa Racun."Dewa Racun, oh... rupanya kau datang membawa teman baru? Hmm... siapa namanya? Kulihat anak muda itu cukup gagah dan ganteng."
"Maksudmu?""Per... peeer... perkelahian itu timbul karena Dadung Amuk tersinggung, atau merasa jengkel dengan jaaa... jaaa....""Janda?""Bukan. Jengkel dengan jaaa... jawaban Perawan Sesat. Seb... seeeb... seeb....""Sebul?""Sebab! Sebab, Dadung Amuk orang yang mudah tersinggung dan cepat marah. Kaaal... kaaal... kalau sedang marah, tak segan-segan membunuh orang walaupun perkaranya kee... keee....""Kecil!""Bukan! Eh, iya... kecil! Perkara kecil bisa bikin Dadung Amuk bunuh ooor... orrr... orrr...""Orok?""Orang!" sentak Dewa Racun."Kau tahu banyak tentang dia rupanya?""Kka... kare... karena dia peer... pernah mengamuk di Puri Gerbang Kayangan. Ak... aku... aku pernah terdesak melawannya."Semakin sangsi hati Baraka. Jika benar Singo Bodong itu adalah Dadung Amuk, tak mungkin Dewa Racun terdesak melawan Singo Bodong. Tapi pengakuan Dewa Racun itu agaknya bukan pengakuan yang dibuat-buat.