"Ke mana saja kau, Kang? Kucari-cari sampai di lubang semut, kupanggil-panggil dari depan lubang semut itu, tapi kau tidak menjawabnya. Kau kejam, Kang Baraka. Kau pergi tanpa meninggalkan pesan padaku."
Sebenarnya Baraka ingin membantah bahwa bukan dia yang pergi tapi Palupi yang pergi meninggalkannya. Tapi setelah dipikir-pikir, bantahan itu tak ada artinya bagi gadis gila seperti Palupi. Karenanya Baraka hanya tertawa dalam gumam dan segera memandang Dungu Dipo. Hatinya bimbang, apa yang harus dikatakan kepada Dungu Dipo tentang gadis itu. Baraka ingin mengorek keterangan dari Palupi tentang Pedang Kayu Petir, tapi Dungu Dipo pasti mendengarnya. Mau membiarkan Palupi dibawa Dungu Dipo, hati kecil Baraka tak rela.
"Kang, ke mana kau akan pergi? Aku ikut, ya Kang?" Palupi bernada manja.
Dungu Dipo menyahut, "Bawa saja dia, Baraka. Kebetulan sang Ratu Gustiku ingin sekali berpisah dengan gadis gila itu."
"Berpisah? Maksudmu ingin bertemu, begitu?"
Saat itu, Baraka sedang membujuk Palupi, "Cepat sembunyikan dirimu di balik semak-semak seberang sana. Orang-orang itu berbahaya bagimu. Mereka dapat lukai dirimu seenaknya saja. Cepat sembunyi ke semak sana, ya?""Ya, ya...!" jawab Palupi dengan mengangguk-angguk tegang. Maka iapun segera lari ke semak-semak seberang. Baraka segera berbalik arah untuk membantu Dungu Dipo menghadapi ketiga utusan Lumpur Maut. Tetapi tak disangka-sangka sinar yang dihindari Dungu Dipo itu melesat lurus dan mengenai pinggang kiri Baraka.Deesss...!"Ahg...!" Baraka terpental lemas dan jatuh terkulai di bawah pohon. Punggungnya sempat membentur keras batang pohon itu. Ia menyeringai merasakan panas di sekujur tubuhnya terutama bagian dalam. Wajah Baraka pun cepat menjadi sepucat mayat. Tubuhnya menggigil dan bagian yang terkena sinar putih itu menjadi hitam hangus sebesar jeruk nipis."Baraka! Kau kena!" Dungu Dipo terkejut melihat Baraka menggeliat. Ketika Dungu Dipo hendak
Dungu Dipo masih lemas walau sudah tidak merasakan sakit. Baraka segera menariknya agar berdiri, ia lebih segar, lebih cepat kuat kembali ketimbang Dungu Dipo."Lihat, Tandu Terbang membantu kita menyerang orang Lumpur Maut!""Tap... tapi... sebaiknya kita tinggalkan saja mereka. Jangan sampai kita berhadapan dengan Tandu Terbang!" bisik Dungu Dipo dalam kelemasannya."Baik. Kita tinggalkan mereka. Cari si Palupi dulu. Tadi bersembunyidi semak-semak sebelah sana!"Mereka berdua sibuk mencari Palupi, karena gadis gila itu tak kelihatan di balik semak-semak tempatnya bersembunyi tadi."Tadi kusuruh dia bersembunyi di sini! Rupanya karena ketakutan dia bersembunyi di tempat yang lebih aman dan mungkin agak jauh ke sana! Ayo, kita cari dia ke sana!" Dungu Dipo berlari lamban karena masih lemas, ia mengikuti Baraka yang segera memanggil-manggil gadis gila itu."Palupiii...! Palupiii...! Hoi, Palupi di mana kau! Jawab...!""Ah, sudahlah. Ti
Yang lain ikut berseru demikian dan saling berlari berhamburan, ada yang segera mencari senjata, ada yang segera mencari tempat untuk bersembunyi. Sedangkan Baraka dan Dungu Dipo yang berpaling ke belakang segera tertegun bengong melihat Tandu Terbang diam di udara menghadap mereka."Sial! Rupanya kita tadi diikuti olehnya!" gumam Baraka kepada Dungu Dipo yang matanya terbelalak tak bisa bilang apa-apa.Batu Sampang keluar dari istana begitu mendengar suara gaduh tentang Tandu Terbang. Bahkan Nyai Paras Murai dan Hantu Tari yang telah sembuh dari lukanya ikut keluar mendampingi Ratu Purnama Laras. Mereka berdiri di teras istana, sementara Tandu Terbang dan yang lainnya ada di tengah pelataran istana."Kepung dia! Jangan sampai lolos!" teriak Batu Sampang memberi perintah kepada para pengawal, dan mereka pun segera mengepung tempat itu serapat mungkin dengan senjata terhunus. Baraka dan Dungu Dipo ikut terkepung juga karena jaraknya dengan Tandu Terbang hanya lim
Baraka berkata, "Aku sanggup selesaikan masalah ini tanpa pertumpahan darah!" suara itu pun didengar oleh mereka yang berdiri tegang memperhatikan Baraka, termasuk sang Ratu sendiri. Baraka sengaja bicara dengan nada keras, "Hentikan murkamu kepada sang Ratu. Masih ada jalan lain mengembalikan hak warismu atas negeri ini tanpa gunakan kekerasan!"Sang Ratu menjadi tegang dan heran, ia memandang Hantu Tari dan Nyai Paras Murai. Mereka saling pandang mendengar suara Baraka. Tapi tak satu pun ada yang berani bicara. Bahkan yang ingin batuk pun ditahannya mati-matian hingga wajahnya memerah.Terdengar suara Baraka berkata jelas-jelas, "Jika memang kau anak dari permaisuri yang bernama Sang Paramita, keluarlah dari tandu dan perkenalkan wajahmu kepada mereka! Tunjukkan kebenaran dan keadilan yang kau miliki tanpa harus bersembunyi di dalam tandu!""Kau bertaruh apa atas kesanggupanmu menyelesaikan persoalan ini tanpa kekerasan?"Kata Baraka, "Jika kau benar an
SELAMA tujuh hari tujuh malam negeri Muara Singa mengadakan pesta besar-besaran. Berbagai pertunjukan hiburan digelar dari alun-alun sampai ke pinggir pantai. Berbagai makanan lezat pun dibeberkan pada tendatenda hidangan. Siapa saja, tanpa terkecuali, boleh menikmati hidangan lezat itu tanpa dipungut biaya sedikit pun. Rakyat jelata selain bisa menikmati hidangan lezat yang selama ini hanya bisa dinikmati oleh orang-orang istana, juga mendapat santunan berbagai pakaian, kain maupun keperluan dapur.Pesta besar ini diadakan untuk menyambut kedatangan ratu baru yang memang berhak memiliki kekuasaaan di negeri Muara Singa. Ratu baru itu tak lain adalah Ratu Gusti Galuh Puspanagari. Dulu dikenal sebagai Palupi, si gadis gila, yang punya julukan lebih dikenal lagi sebagai si Tandu Terbang.Tampuk pimpinan diserahkan kepadanya dari Purnama Laras, karena Purnama Laras merasa tidak memiliki hak atas negeri tersebut dikarenakan ia hanya seorang anak angkat sang Penguasa Muara
"Aku tak mendengar soal itu. Yang kutahu, Raja Tumbal menghendaki negeri ini. Beberapa waktu yang lalu, tepatnya lima purnama yang lalu, Raja Tumbal datang menemuiku dan ingin merebut Muara Singa, ia adalah kakak dari ibu angkatku; Raden Ayu Indriakara. Ia merasa bahwa negeri ini adalah negeri leluhurnya dan yang berhak menjadi penguasa adalah dirinya. Aku diberi waktu sampai tiga purnama untuk meninggalkan negeri ini, jika tidak maka semua penghuni istana akan dibantai habis olehnya dalam waktu sekejap. Dan aku percaya ia sanggup membantai kami dalam sekejap, karena ia memiliki pusaka yang bernama Seruling Malaikat."Baraka kerutkan dahi. "Seruling Malaikat? Aku baru mendengar nama pusaka itu. Apa kehebatannya sehingga kau tampaknya amat ketakutan dengan pusaka Seruling Malaikat itu?""Seruling Malaikat, menurut para tokoh tua, adalah sebuah seruling yang jika ditiup dengan sembarangan tanpa nada pun bisa membuat lawan yang dituju menjadi pecah raganya bila mendengar
"Baiklah, kita lupakan dulu tentang pertemuanku dengan sang Begawan itu," kata Baraka. "Sekarang bagaimana dengan Raja Tumbal?""Untuk mengalahkan Seruling Malaikat-nya kupikir aku harus menggunakan Pedang Kayu Petir kalau memang tak sanggup menandingi kesaktian pusaka tersebut. Persoalannya adalah, saat ini sudah hampir masuk purnama ketiga, berarti aku dan para pejabat di istana harus segera tinggalkan negeri ini. Raja Tumbal akan ganti menguasai negeri ini.""Apakah kau sudah bicarakan kepada Palupi, termasuk tentang Pedang Kayu Petir yang saat menjadi orang gila disebut-sebutkan itu?""Aku belum berani membicarakan karena ia masih menikmati masa kegembiraan. Setelah pesta ini usai, aku akan membicarakannya."Tak ingin mengganggu kebahagiaan dan kegembiraan yang sedang berlangsung pada diri seseorang, sungguh merupakan sikap yang baik dan patut dikagumi. Baraka mengerti betul maksud hati Purnama Laras. Tetapi menurutnya, persoalan Raja Tumbal ada
"Aku hanya memancing perhatian bagi orang-orang yang bernafsu memiliki pedang tersebut. Tentu saja bukan orang berilmu rendah yang menghendaki pedang itu, pasti orang berilmu tinggi. Lalu, aku bisa kenali orang-orang berilmu tinggi itu, dan bisa tahu apakah dia berpihak kepada Purnama Laras, atau berpihak kepada orang lain. Sasaran utamaku pada waktu itu adalah Purnama Laras dan orang-orangnya. Karena aku tak tahu hati Purnama Laras ternyata amat mulia. Jika aku ingin lakukan penyerangan, aku harus tahu siapa-siapa saja yang akan kuhadapi nantinya. Jadi kupancing mereka dengan berita adanya Pedang Kayu Petir pada diriku. Sebab aku tahu pedang itu pasti masih diminati oleh para tokoh sakti."Napas Baraka terhempas panjang sebagai penghilang kedongkolan, ia segera bertanya, "Lantas apa kesimpulanmu kala itu?""Ternyata Purnama Laras sangat berhasrat untuk memiliki pedang itu, juga dirimu kulihat sangat bernafsu untuk memilikinya, tapi tak kulihat kau ada di pihak Purnama
Mereka tiba di padepokan sang Resi ketika matahari mulai bergeser ke barat. Cahayanya masih terang benderang. Kedatangan mereka disambut oleh dua murid sang Resi yang luput dari pembantaian Dampu Sabang. Kedua orang itu adalah Dul dan Sukat."Guru tidak ada di tempat," kata Sukat"Ke mana beliau?""Pergi ke Bukit Kayangan," jawab Dul."Ke Bukit Kayangan!" Baraka berkerut dahi."Ya. Beliau ingin temui seorang tokoh sakti di sana bergelar si Setan Bodong!" kata Sukat tanpa menyadari bahwa yang diajak bicara adalah murid si Setan Bodong. Hal itu membuat Delima Gusti memandangi ke arah Baraka, sebab ia tahu bahwa Baraka adalah murid si Setan Bodong. Tapi karena Baraka berpikir beberapa saat, maka Delima Gusti pun segera ajukan tanya kepada Sukat."Kapan beliau pulang kemari?""Menurut hitungan, hari ini Guru pulang. Mungkin sedikit sore baru tiba.""Kalau begitu begini saja," kata Baraka kepada Delima Gusti. "Kau tunggu sang Resi d
BARAKA terpaksa menemani Delima Gusti dalam perjalanan ke Lembah Sunyi, untuk menemui Resi Wulung Gading. Hal itu dilakukan Baraka demi memperoleh keterangan sejelas-jelasnya dari Delima Gusti tentang kebenaran kata-katanya itu. Sebab, hati Pendekar Kera Sakti kini diliputi kecemasan yang tersembunyi. Jika benar Pedang Kayu Petir akan dijadikan maskawin bagi Raja Tumbal untuk melamar Delima Gusti, itu berarti Pedang Kayu Petir sudah ada di tangan Raja Tumbal. Semakin sulit menumbangkan orang yang telah memiliki pusaka Seruling Malaikat itu."Kabarnya memang begitu, Gandar Saka sudah berusia banyak, tapi ia masih awet muda karena memang mempunyai ilmu awet muda. Ia seperti lelaki berusia tiga puluhan," tutur Delima Gusti."Kau pernah bertemu dengannya?""Pernah, yaitu ketika ia selamatkan ayahku dari ancaman orang-orang Pulau Dadap. Waktu itu kami masih bermusuhan dengan Pulau Dadap. Setelah itu aku tak pernah bertemu lagi, karena aku jarang ada di kadipaten. Bel
Wuuut...! Pedang itu kenai tempat kosong karena Delima Gusti menghindar dengan lompatan ke samping.Weess...! Dan ternyata dengan sentakan tangan yang terjulur bergerak ke belakang, pedang bergagang hitam itu bisa kembali mundur dengan cepat.Wuuut!Taab...! Dalam sekejap pedang itu sudah kembali ke tangan pemiliknya. Jurus itu belum pernah dilihat oleh Baraka. Tangan perempuan berpakaian hitam itu seperti mempunyai daya sedot yang mampu membuat pedangnya yang sudah melayang lurus menjadi kembali ke tempat semula. Tentu saja hal itu bisa dilakukan karena tenaga dalam yang tinggi dan sangat terkendali."Bahaya sekali jurus pedangnya itu," gumam Baraka masih belum mau bertindak.Tetapi di lain sisi, Delima Gusti pun lakukan jurus yang memukau, ia tak mau mundur setapak pun ketika lawannya maju menyerang. Pedangnya berkelebat cepat membuat tangkisan-tangkisan sambil mencuri kesempatan untuk merobek perut atau dada lawannya. Bahkan dalam satu keeempata
Sebuah pembelaan telah dilakukan Baraka. Palupi merasa sedang ditutupi kelemahannya. Rupanya Baraka benar-benar menjaga rahasia kelemahan ilmu Palupi, sehingga pendekar tampan itu merasa harus berpikir dan berjuang sendiri mencari jalan keluar dari masalah yang masih buntu itu."Pembelaannya terhadapku cukup membuat hatiku semakin bangga padanya," pikir Palupi. "Tapi apakah pembelaan itu berarti awal tumbuhnya rasa cintanya pada diriku? Semoga saja begitu. Seandainya tidak begitu, aku pun tak boleh sakit hati, karena cinta bebas memilih dan tak baik dipaksakan. Aku hanya bisa berharap agar ia dekat dengan hatiku, jauh dari hati perempuan lain. Mulai sekarang harus kupahami bahwa tidak setiap harapan menjadi kenyataan. Jika harapan itu jauh dari kenyataan, aku tak boleh terlalu kecewa. Untuk membendung rasa kecewa agar tidak melukai hatiku, sebaiknya segalanya kuserahkan kepada garis kehidupanku saja. Biar sang nasib yang menentukan perjalanan kasihku."Termenungn
"Aneh...!" gumam Baraka sambil berkerut dahi dan manggut-manggut."Dalam keadaan seperti dulu, aku sanggup menumbangkan Raja Tumbal. Sayang tak pernah berhasil kutemui kecuali hanya begundalnya saja. Tapi dalam keadaan setelah menjadi ratu dengan penobatan resmi ini, aku merasa kalah ilmu dengan Raja Tumbal. Tapi... hanya kau yang tahu hal itu. Kumohon jangan sampai bocor kepada siapa pun."Baraka kian mengangguk-angguk. "Aku paham maksudmu.""Jadi, dalam menghadapi Raja Tumbal nantinya aku sangat membutuhkan bantuanmu. Kecuali aku bisa memiliki Pedang Kayu Petir, mungkin aku berani hadapi sendiri paman tiriku itu. Tanpa pedang tersebut, aku butuh berlindung di belakangmu, Baraka. Maukah kau menjadi panglima perangku?" tanya Palupi yang membuat Baraka bingung menjawabnya.-o0o-Sebenarnya Baraka tidak ingin mempunyai jabatan yang akan mengikat kebebasannya. Menjadi senopati atau panglima perang adalah pekerjaan yang menyita waktu. Ban
"Aku hanya memancing perhatian bagi orang-orang yang bernafsu memiliki pedang tersebut. Tentu saja bukan orang berilmu rendah yang menghendaki pedang itu, pasti orang berilmu tinggi. Lalu, aku bisa kenali orang-orang berilmu tinggi itu, dan bisa tahu apakah dia berpihak kepada Purnama Laras, atau berpihak kepada orang lain. Sasaran utamaku pada waktu itu adalah Purnama Laras dan orang-orangnya. Karena aku tak tahu hati Purnama Laras ternyata amat mulia. Jika aku ingin lakukan penyerangan, aku harus tahu siapa-siapa saja yang akan kuhadapi nantinya. Jadi kupancing mereka dengan berita adanya Pedang Kayu Petir pada diriku. Sebab aku tahu pedang itu pasti masih diminati oleh para tokoh sakti."Napas Baraka terhempas panjang sebagai penghilang kedongkolan, ia segera bertanya, "Lantas apa kesimpulanmu kala itu?""Ternyata Purnama Laras sangat berhasrat untuk memiliki pedang itu, juga dirimu kulihat sangat bernafsu untuk memilikinya, tapi tak kulihat kau ada di pihak Purnama
"Baiklah, kita lupakan dulu tentang pertemuanku dengan sang Begawan itu," kata Baraka. "Sekarang bagaimana dengan Raja Tumbal?""Untuk mengalahkan Seruling Malaikat-nya kupikir aku harus menggunakan Pedang Kayu Petir kalau memang tak sanggup menandingi kesaktian pusaka tersebut. Persoalannya adalah, saat ini sudah hampir masuk purnama ketiga, berarti aku dan para pejabat di istana harus segera tinggalkan negeri ini. Raja Tumbal akan ganti menguasai negeri ini.""Apakah kau sudah bicarakan kepada Palupi, termasuk tentang Pedang Kayu Petir yang saat menjadi orang gila disebut-sebutkan itu?""Aku belum berani membicarakan karena ia masih menikmati masa kegembiraan. Setelah pesta ini usai, aku akan membicarakannya."Tak ingin mengganggu kebahagiaan dan kegembiraan yang sedang berlangsung pada diri seseorang, sungguh merupakan sikap yang baik dan patut dikagumi. Baraka mengerti betul maksud hati Purnama Laras. Tetapi menurutnya, persoalan Raja Tumbal ada
"Aku tak mendengar soal itu. Yang kutahu, Raja Tumbal menghendaki negeri ini. Beberapa waktu yang lalu, tepatnya lima purnama yang lalu, Raja Tumbal datang menemuiku dan ingin merebut Muara Singa, ia adalah kakak dari ibu angkatku; Raden Ayu Indriakara. Ia merasa bahwa negeri ini adalah negeri leluhurnya dan yang berhak menjadi penguasa adalah dirinya. Aku diberi waktu sampai tiga purnama untuk meninggalkan negeri ini, jika tidak maka semua penghuni istana akan dibantai habis olehnya dalam waktu sekejap. Dan aku percaya ia sanggup membantai kami dalam sekejap, karena ia memiliki pusaka yang bernama Seruling Malaikat."Baraka kerutkan dahi. "Seruling Malaikat? Aku baru mendengar nama pusaka itu. Apa kehebatannya sehingga kau tampaknya amat ketakutan dengan pusaka Seruling Malaikat itu?""Seruling Malaikat, menurut para tokoh tua, adalah sebuah seruling yang jika ditiup dengan sembarangan tanpa nada pun bisa membuat lawan yang dituju menjadi pecah raganya bila mendengar
SELAMA tujuh hari tujuh malam negeri Muara Singa mengadakan pesta besar-besaran. Berbagai pertunjukan hiburan digelar dari alun-alun sampai ke pinggir pantai. Berbagai makanan lezat pun dibeberkan pada tendatenda hidangan. Siapa saja, tanpa terkecuali, boleh menikmati hidangan lezat itu tanpa dipungut biaya sedikit pun. Rakyat jelata selain bisa menikmati hidangan lezat yang selama ini hanya bisa dinikmati oleh orang-orang istana, juga mendapat santunan berbagai pakaian, kain maupun keperluan dapur.Pesta besar ini diadakan untuk menyambut kedatangan ratu baru yang memang berhak memiliki kekuasaaan di negeri Muara Singa. Ratu baru itu tak lain adalah Ratu Gusti Galuh Puspanagari. Dulu dikenal sebagai Palupi, si gadis gila, yang punya julukan lebih dikenal lagi sebagai si Tandu Terbang.Tampuk pimpinan diserahkan kepadanya dari Purnama Laras, karena Purnama Laras merasa tidak memiliki hak atas negeri tersebut dikarenakan ia hanya seorang anak angkat sang Penguasa Muara