BOCAH berkulit hitam tertidur di samping Ki Bwana Sekarat. Dalam tidurnya ia bermimpi sedang dilatih ilmu kanuragan oleh Ki Bwana Sekarat.
"Namamu siapa, Nak?"
"Angon Luwak, Kek."
"Angon Luwak? Lho, apakah tidak keliru? Setahuku kau angon kambing, alias menggembala kambing."
"Itu pekerjaanku, Kek. Tapi namaku sejak kecil adalah Angon Luwak, Kek"
"Ya sudahlah. Itu urusan orangtuamu. Kalau aku jadi orangtuamu tak mau berikan nama seperti itu. Sekarang yang penting kau ingin belajar ilmu silat padaku. Aku akan berikan beberapa jurus untuk membela dirimu jika dalam bahaya. Tapi tak boleh kau gunakan untuk sombongkan diri. Setuju!"
"Ya, Kek. Setuju."
"Bagus. Sekarang remaslah batu hitam ini sampai pecah."
Dalam mimpi sang bocah, ia diberi batu hitam oleh Ki Bwana Sekarat. Batu itu disuruh meremasnya sampai pecah. Angon Luwak tak sanggup lakukan walau sudah berulang kali mencobanya.
"Sulit, Kek."
"Memang sulit. Kalau ca
Yang satu mengenakan pakaian hitam-hitam, yang satunya lagi mengenakan pakaian biru tua. Keduanya sama-sama menyandang senjata kapak di pinggang. Kapak mereka sama panjang dan sama bentuknya. Kedua lelaki berwajah bengis itu berusia sekitar tiga puluh tahun lebih sedikit. Angon Luwak sama sekali tidak mengenal siapa kedua orang berwajah bengis itu. Tapi hati kecilnya yakin bahwa kedua orang tersebut adalah orang jahat."Hei, Bocah...!" sapa yang baju hitam. "Di mana rumah Empu Sakya?""Empu Sakya?" bocah itu termenung memikirkannya. Ia tahu rumah Empu Sakya. Ia kenal nama Empu Sakya, yaitu seorang pembuat senjata keris pusaka bernama Keris Setan Kobra. Angon Luwak juga pernah mendengar beberapa orang memburu Keris Setan Kobra, tapi keris itu selalu dipertahankan oleh Ki Empu Sakya. Bahkan kabarnya pernah ada orang yang berminat menukar Keris Setan Kobra dengan sekantong permata, tapi ditolak oleh Ki Empu Sakya.Melihat tampang bengis kedua orang itu, Angon Luwak
Angon Luwak kian tegang, wajahnya pucat pasi, tak bisa keluarkan suara apa pun. Tetapi tiba-tiba terdengar suara dari belakang Mayong dan Wongso, "Memalukan sekali. Bocah kecil dikeroyok dua orang. Bersenjata lagi! Benar-benar memalukan!"Kedua lelaki bertampang bengis itu segera balikkan badan menatap orang yang dianggap bicara sembarangan itu. Ternyata seorang gadis berkepang dua. Di belakang gadis itu ada seorang pemuda yang sedang garuk-garuk kepala. Mereka tak lain adalah Pendekar Kera Sakti dan Mega Dewi."Jangan lancang mulutmu, Gadis Dungu! Kapak ini bisa beralih sasaran ke lehermu, tahu!" geram Mayong kepada Mega Dewi.Gadis itu hanya tersenyum sinis. Baraka diam saja, seakan tidak mau ikut campur. Karena ia merasa yakin bahwa Mega Dewi pasti mampu menumbangkan dua orang bengis itu. Mega Dewi maju sendirian tanpa rasa takut sedikit pun, sebab ia percaya kalaupun ia terdesak dan hampir kalah, pasti Baraka tak akan tinggal diam."Apa salah bocah it
Pendekar Kera Sakti lemparkan pandangan ke sekeliling tempat pertemuan Angon Luwak dengan Ki Bwana Sekarat. Tak ada jejak yang bisa digunakan untuk melacak perginya Ki Bwana Sekarat. Angon Luwak menceritakan pertarungan Ki Bwana Sekarat dengan seekor harimau hitam jelmaan seorang perempuan yang diingatnya bernama Tandak Ayu.Mendengar nama Tandak Ayu, Mega Dewi terperanjat dan wajahnya berubah tegang. Hal itu diketahui oleh Baraka."Apakah kau kenal dengan Tandak Ayu?""Dia muridnya Nyai Demang Ronggeng, satu-satunya tokoh tua yang punya jurus 'Tarian Mayat'," jawab Mega Dewi menyimpan kecemasan."Tarian Mayat?" gumam Baraka. "Seingatku Ki Bwana Sekarat juga mempunyai jurus 'Pembangkit Mayat', dan ia bisa membekali ilmu tinggi kepada mayat-mayat yang dibangkitkan. Ketika dia tinggal di Pulau Mayat, dia punya pasukan mayat sendiri."Wajah gadis itu kian menegang, "Apakah Ki Bwana Sekarat pernah tinggal di Pulau Mayat?""Justru pertemuanku den
"Apa maksud kata-kata Ki Empu Sakya itu?" bisik Mega Dewi kepada Baraka."Lupakan saja kata-kata tersebut. Biarkan beliau beranggapan apa saja," Baraka menyembunyikan penghormatan itu,.Angon Luwak menceritakan pengejaran kedua orang bertampang bengis itu kepada Ki Empu Sakya. Lelaki kurus dan kecil yang sudah banyak umur itu mengusap-usap kepala Angon Luwak sambil mengucap terima kasih atas tekad sang bocah yang tidak mau menunjukkan tempat tinggalnya."Si Kapak Kembar adalah orang sesat yang ingin menguasai aliran hitam sejak dulu. Sekalipun ia tak bakal mampu memaksaku, tapi aku menghargai niat baikmu, Angon Luwak. Sekarang pulanglah dulu dan urus kambingmu, aku akan melayani kedua tamuku ini. Nanti malam datanglah kemari bersama teman-temanmu, aku akan mendongeng tentang tokoh-tokoh yang masuk dalam aliran hitam. Kau dan teman-temanmu pasti akan tertarik mendengarkannya.""Terima kasih, Ki, Aku akan memberitahukan mereka untuk datang mendengarkan ceri
"Apa salahku pergi dengan gadis itu?""Dia kekasihku! Dia calon istriku?" sentak Raden Udaya mulai menampakkan kemarahannya. Tetapi Baraka justru tersenyum geli. Ia garuk-garuk kepalanya bagai tak peduli kemarahan lawannya. Ia kelihatan tak khawatir sedikit pun walau telah dikepung oleh Gandra dan Rangku yang masing-masing telah mencabut senjatanya berupa trisula dan kapak dua mata."Paman Gandra, hajar dia! Beri pelajaran supaya tahu adat!"Gandra ingin maju menyerang, tapi tiba-tiba punggungnya bagaikan ada yang menendang dengan sangat kuat. Pukulan jarak jauh dilepaskan seseorang dari tempat persembunyian. Pukulan itu membuat Gandra terhentak dengan napas tertahan dan badan melengkung ke depan. Ketika badan itu kembali tegak, tahu-tahu darah mengalir dari mulut lelaki berkumis lebat itu."Paman Gandra! Kenapa kau!" Raden Udaya kaget dan menjadi tegang."Keparat! Mau coba-coba melawan orang kadipaten kamu, hah! bentak Rangku kepada Baraka.
SEKALIPUN Baraka mengetahui bahwa Raja Maut pergi ke Pulau Blacan, tapi Wiratmoko sarankan tak perlu mengejarnya ke sana. Menurut Wiratmoko lebih baik cari dulu Ki Bwana Sekarat, siapa tahu membawa pesan lebih penting dari mengejar Raja Maut ke Pulau Blacan."Biarkan dia berhadapan dengan Nyai Demang Ronggeng di Pulau Blacan. Dia pasti akan dikubur hidup-hidup oleh Nyai Demang Ronggeng!" kata Wiratmoko yang membuat Baraka sempat terperanjat."Jadi, Nyai Demang Ronggeng bersemayam di Pulau Blacan?""Ya. Dan aku tahu bahwa Nyai Demang Ronggeng punya kesaktian yang mampu membuat Raja Maut tumbang atau melarikan diri terbirit-birit.""Seberapa dekat kau mengenal Nyai Demang Ronggeng?""Tidak terlalu dekat. Hanya mendengar ceritanya dari mulut ke mulut!""Pantas jika Iblis Raja Naga ingin membunuh Ki Bwana Sekarat, rupanya Raja Maut yang bergelar Iblis Raja Naga itu juga mengkincar kematian Nyai Demang Ronggeng. Padahal Nyai Demang Ronggeng dan K
"Kkkau... kau jelmaan kelinci buruanku yang dulu pernah kutangkap itu?""Benar. Sekarang kau tahu wujudku, karena... karena kau telah menyuruhku mencium pipimu, Pemuda Tampan."Baraka semakin malu dan tersipu. Untuk menutupi rasa malunya ia tertawa bagaikan orang menggumam. Wajahnya dipalingkan ke arah lain sesaat, lalu kembali lagi memandang Tandak Ayu ketika gadis itu mendekatinya. "Apakah sekarang kau masih berani menggelitik perutku?"Baraka semakin salah tingkah. Rasa sesal dan malu bercampur menjadi satu, menimbulkan rasa geli sendiri di dalam hatinya."Kalau kau masih ingin menggelitikku, silakan!" Tandak Ayu menantang dengan semakin maju. Matanya memandang nakal, penuh godaan yang mendebarkan hati setiap lelaki. Senyumnya pun merupakan senyum pemikat, yang hampir-hampir membuat Baraka nekat mendekati wajah itu."Maaf, aku tak tahu kalau kau kelinci jelmaan," kata Baraka sambil melangkah ke batang pohon. Pundak dan lengannya disandarkan di b
"Mulut ember, sesumbar seenaknya saja. Akan kubuktikan bahwa aku bisa melangkahi mayatmu tujuh kali bolak-balik!""Lakukanlah! Aku sudah siap menerima seranganmu. Citradani!""Heaaat...!" Citradani lompat ke depan, tubuhnya berputar cepat melayangkan tendangan kipasnya.Wuuutt...! Tendangan itu dihindari oleh Tandak Ayu.Kejab berikutnya Tandak Ayu berhasil pukul punggung Citradani dengan sentakan telapak tangannya.Duuuhg...!"Uhhg...!" Citradani tersentak ke depan, darah muncrat dari mulutnya. Hal itu membuat Baraka sempat cemas. Kirana sudah gatal, tak sabar ingin ikut terjun ke pertarungan itu. Tetapi ia menahan diri mengingat pertarungan itu adalah urusan pribadi meraka masing-masing.Rupanya Citradani masih kuat walau telah menyemburkan darah segar dari mulutnya. Terbukti ia segera berbalik menghadap ke arah lawannya dengan pedang dicabut dari sarungnya.Sraaang...! Rupanya Tandak Ayu tak mau kalah serang, ia pun mencabut
Itulah kata-kata Pelangi Sutera sebelum berpisah dengan Baraka. Kata-kata itu sampai kini terngiang di telinga Pendekar Kera Sakti. Sedangkan pikiran pemuda itu sedang dikacaukan oleh keterangan dari Ki Bwana Sekarat tentang murid Raja Maut. Rasa penasaran membuat Pendekar Kera Sakti pergi meninggalkan gua tanpa menunggu Raja Maut bangun, ia pergi sendiri.Angon Luwak tidak diizinkan ikut. Bocah itu tidak keberatan karena dia punya maksud mau dekati Ki Bwana Sekarat. Pesan dari Pelangi Sutera mempunyai makna yang sangat rahasia. Ada sesuatu yang perlu diketahui Baraka. Sesuatu apa! Ini yang membuat Baraka gemas dan bergegas menuju Bukit Semberani, tempat persinggahan Raja Maut.Bukit itu sebenarnya tanah tinggi yang ada di tepi pantai. Letaknya di sebelah timur. Dinding bukit sebagian dan batu karang yang tegak jurus dengan permukaan air laut. Tapi bagian sisi lainnya landai, ditumbuhi oleh tanaman dan mempunyai hutan tak begitu rimbun. Sangat mudah mencari Bukit Sembe
Sementara itu Ki Bwana Sekarat sudah jauh dari jangkauan pandangnya. Orang itu menuju ke pantai. Ketika tiba di pantai masih berlari meninggalkan dua ekor kura-kura yang saling pandang dan bingung bagaikan tak sadar apa yang dilakukannya tadi.Raja Maut pingsan di atas pundak Ki Bwana Sekarat. Ia dibawa ke hutan dan dicarikan tempat untuk berlindung. Sebab menurut dugaan Ki Bwana Sekarat. Nyai Demang Ronggeng tidak menutup kemungkinan untuk melakukan pengejaran terhadap dirinya. Sebab Ki Bwana Sekarat tahu persis watak Nyai Demang Ronggeng yang selalu penasaran jika belum berhasil melihat lawannya tak bernyawa. Sebab itu, Ki Bwana Sekarat perlu menyembunyikan Raja Maut ke dalam sebuah gua yang ditemukan di kaki sebuah bukit.Satu hal yang tidak diduga-duga, ternyata di dalam gua itu terdapat seorang manusia yang sedang beristirahat dengan santainya. Orang itu tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, yang merasa perlu menenangkan diri akibat kebingungannya mendengar penjela
"Kau tidak akan memperolehnya, Raja Maut. Jika kau nekat mau merebut Kitab Sukma Sukmi, maka yang akan kau temui adalah ajal yang lebih cepat dari semestinya. Sebaiknya, pulanglah!""Aku bukan anak kecil yang mudah kau usir dan takut kau gertak. Kalau kau tak mau serahkan kitab itu, maka aku pun akan bertindak lebih keji dari yang terbayang dalam pikiranmu, Nyai Demang Ronggeng!""Aku tak bisa memberikan kitab itu, karena sudah terbakar saat aku bertarung melawan seorang musuh. Hampir saja ia terbakar bersama tubuhku.""Semakin tua semakin pandai kau bersilat lidah, Kiswanli!" Raja Maut sebutkan nama asli Nyai Demang Ronggeng.Perempuan itu lontarkan tawa yang mengikik pantang. "Kalau aku mau bersilat lidah tak akan dengan pria setua kau, tapi memilih yang lebih muda dan tampan. Rasa rasanya lebih hangat bersilat lidah dengan pria yang muda daripada yang peot sepertimu, Prasonco!" kala Nyai Demang Ronggeng yang juga sebutkan nama asli Raja Maut, yaitu Pra
Nyai Demang Ronggeng mencuri kitab pusaka milik kakak dari gurunya. Kitab itu dipelajarinya sendiri dan membuat kekuatan yang dimiliki Nyai Demang Ronggeng bertambah, ilmunya berbeda dengan Ki Bwana Sekarat. Tetapi Ki Bwana Sekarat sendiri sudah selesaikan semua ilmu yang dituntut dari sang Guru. Eyang Pramban Jati, guru Ki Bwana Sekarat, telah turunkan semua ilmunya kepada Ki Bwana Sekarat, sehingga sekalipun Nyai Demang Ronggeng berhasil pelajari kitab dari Eyang Wisbo, kakak Eyang Pramban Jati, Ki Bwana Sekarat tidak merasa kalah ilmu dengan perempuan itu.Eyang Wisbo sendiri mempunyai murid tunggal, yaitu Raja Maut. Ketika Eyang Wisbo akan meninggal, Raja Maut mendapat pesan agar merebut kitab yang dicuri oleh Nyai Demang Ronggeng apabila Raja Maut telah turunkan sebagian besar ilmunya kepada seorang murid. Raja Maut juga mendapat tugas untuk pelajari seluruh ilmu yang ada di dalam Kitab Sukma Sukmi itu. Dengan menggunakan dua lembar daun talas, Raja Maut meluncur di perm
"Cuih! Kau tak bisa membungkamku, Ki Parandito. Ilmu bungkammu tak akan berguna bagi diriku!"Ki Parandito pun melepaskan genggamannya, merasa sia-sia usahanya. Sedangkan Pelangi Sutera bergerak makin dekati kedua tokoh tua itu."Kita teruskan urusan kita dan kita selesaikan di sini juga!""Gadis sombong!" geram Pawang Gempa, ia mulai tampak tak sabar. "Kalau kau memaksa kami, aku yang akan mengawali. Hiaaat...!"Wuuut...!Pawang Gempa menebaskan tongkatnya untuk menghancurkan kepala Pelangi Sutera. Tetapi gadis itu ternyata cukup lincah. Kecepatan tebas tongkat itu dapat dihindari dengan merundukkan kepala, lalu menyentakkan tangan ke depan. Slaaap...! Selarik sinar hijau menghantam perut Pawang Gempa. Tetapi Pawang Gempa segera lompat ke kiri, sehingga sinar hijau itu membentur gugusan batu karang di kejauhan sana.Blaaar...!Batu karang itu pecah menjadi serpihan sebesar batuan kerikil. Juru Bungkam tak mau tinggal diam. Dengan ton
Baraka kerutkan dahi. Aneh sekali mendengar kabar itu. Mayat bisa hilang. Siapa yang mau mencuri mayat? Dan untuk apa?Ki Lumaksono teruskan kata, "Guru kami yang berjuluk Sokobumi, telah meninggal sepuluh tahun yang lalu. Jenazahnya kami awetkan dan kami simpan dalam sebuah gua. Kami melakukan hal itu bukan untuk maksud jahat, namun untuk mengenang dan melampiaskan rindu kami yang datang sewaktu-waktu. Guru kami bukan saja sebagai guru namun juga kami anggap sebagai ayah kami. Ia hidup sampai berusia sembilan puluh tahun lebih. Kami sangat menyayangi dan menghormati Guru, karena ajaran-ajarannya selalu membimbing kami kepada kebenaran. Sebulan yang lalu kami periksa gua itu, ternyata mayat Guru sudah lenyap dari peti kaca.""Dicuri orang atau jalan sendiri?" tanya Baraka."Tak mungkin jalan sendiri, karena sudah lama tak bernyawa," tukas Ki Parandito yang membuat Baraka jadi tersipu, karena merasa telah mengajukan pertanyaan yang bodoh.Ki Lumaksono lanj
Aji ‘Kelana Indra’ dilatih sejak lama. Kian hari kian mencapai tingkatan tinggi. Lihat saja, sekarang Pendekar Kera Sakti bisa mengambang di udara dalam jarak satu hasta dari tempat duduknya. Padahal ia tetap duduk bersila dengan urat-urat dilemaskan. Seolah-olah ia bisa duduk di udara lepas. Mengagumkan sekali ilmu itu. Tentunya tak mudah dimiliki sembarang orang. Latihannya dilakukan sejak Pendekar Kera Sakti saat masih berada Lembah Kera. Sekarang usianya sudah dua puluh dua tahun. Bayangkan, berapa lama ia berlatih ilmu 'Kelana Indra' dengan tekun? Pantas kalau mencapai tingkatan yang tinggi.Tubuh yang masih bersila itu bergerak turun secara pelan-pelan. Tak ada yang menarik, tak ada yang menekan. Dia turun sendiri. Sebab ilmu 'Kelana Indra' adalah perpaduan kendali napas dan pemusatan pikiran yang terlatih. Kapan saja pikiran dan hatinya menyatu untuk menghendaki tubuh bergerak naik, maka sang tubuh pun bergerak naik. Jika menghendaki berge
Tiba-tiba ia menggerakkan pedang dengan sangat cepat, menebas kanan, kiri, depan, belakang, memutar, dan begitu seterusnya sehingga tubuhnya sendiri mulai dibungkus asap putih. Makin lama asap itu semakin tebal dan sepenuhnya raga Wiratmoko berubah menjadi asap.Baraka mencoba melepaskan pukulan jarak jauhnya, tapi menemui tempat kosong. Asap itu tidak berubah sedikit pun. Asap itu masih tetap menggenggam pedang walau tak terlihat tangan penggenggamnya. Semua yang ada di situ mempunyai rasa kagum yang tak sama besar-kecilnya.Wuuus...!Pedang itu berkelebat nyaris merobek punggung Baraka. Tetapi berhasil dihindari dengan berguling ke depan satu kali dan kembali berdiri dengan sigap."Baraka akan kewalahan jika melawan asap begitu. Tak ada yang bisa dipukul," pikir Ki Bwana Sekarat. Tetapi apa yang dipikirkan Ki Bwana Sekarat ternyata berbeda dengan apa yang dipikirkan Pendekar Kera Sakti.Tangan kirinya meraih Suling Naga Krishna. Gagang seruling y
Gema ledakan itu diterima oleh telinga Pendekar Kera Sakti dan Ki Bwana Sekarat. Langkah mereka semakin cepat, arahnya kian jelas. Dalam sekejap mereka sudah sampai ke tempat pertarungan tersebut. Pada saat itu, Ki Empu Sakya sedang menuju Mega Dewi untuk diam di tempat. Tapi karena Mega Dewi memberontak terus, akhirnya Ki Empu Sakya menotok jalan darahnya.Deb...! Mega Dewi diam tak berkutik lagi. Tapi matanya masih bisa memandang dan memahami keadaan sekeliling. Sedangkan Angon Luwak masih ada di tempat persembunyiannya. Ketika ia melihat kehadiran Ki Bwana Sekarat, hatinya menjadi girang, wajahnya pun ceria."Nah, Guru datang!" katanya dengan suara pelan. Wiratmoko tersenyum kalem melihat kedatangan Pendekar Kera Sakti. Pedang Raja Naga masih tergenggam di tangannya.Ki Bwana Sekarat diam menatap Wiratmoko dengan pandangan dingin. Ki Empu Sakya tak jadi lanjutkan langkahnya, karena mereka segera mendengar suara Baraka berkata kepada Wiratmoko dengan nada tega