Miguna tersenyum. Wajahnya menampakkan ketenangan orang yang sudah kenyang makan asam garam dunia persilatan. Kenyataan seperti ini sudah diperhitungkan. Semalam dirinya sengaja tetap berada di atas pohon untuk beristirahat.
Dia sudah memperhitungkan tentang para pengejarnya yang menunggu di bawah pohon sampai hari terang. Ketika dirinya turun dari pohon, lalu Taskara dan anak buahnya muncul, Miguna tidak merasa kaget.
Sebagai bekas prajurit kerajaan, Miguna hafal seluk-beluk peperangan, termasuk mengintai lawan yang bersembunyi. Untuk mengintai lawan yang bersembunyi, dibutuhkan kesabaran tingkat tinggi.
Rupanya Taskara, Bendo, dan Resak sangat sabar menunggu di bawah pohon. Walau mereka tidak tahu di mana tepatnya keberadaan Miguna, tetapi tetap sabar. Dia sabar menunggu di sekitar tempat Miguna ‘menghilang’. Barulah pagi hartinya mereka melihat gerakan Miguna turun dari pohon yang tinggi dan sangat rindang.
&l
“Huahahahaha…, kamu akan modar kena pedangku, Tua Bangka!” Bendo berkata disertai hati gembira. “Jadi orang tua jangan macam-macam pada anak muda! Jadi orang tua sebaiknya ikut saja apa kata kami yang muda-muda ini. Kalau kami ikut Ki Luar Wadungsarpa, kamu mestinya ikut juga. Bukan berlagak seperti pahlawan kesiangan dengan membela Raja Sandimaya yang sewenang-wenang pada rakyatnya.”Miguna hanya diam mendengar ejekan Bendo. Dia menahan rasa sakit akibat luka senjata lawan. Daripada menanggapi ejekan Bendo, lebih baik mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.Sekarang Miguna terdesak. Dia ternyata tidak sanggup menandingi ketiga pengeroyoknya. Tiga orang antek Wadungsarpa itu benar-benar memiliki tenaga luar biasa karena masih muda usia. Taskara, satu di antara tiga orang ituSelama ini Miguna yakin bahwa semua masalah ada solusinya. Namun, kali ini Miguna serasa menemui jalan buntu. Dalam situasi saat ini, Miguna dia
Suro Joyo tersenyum mendapat pertanyaan dari Miguna. Sebenarnya Suro Joyo sudah bosan mendapatkan pertanyaan yang itu-itu terus. Namun dirinya tidak mungkin tidak memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan Miguna.”Sebenarnya aku tidak ingin menjadi raja karena merasa tidak mampui mengemban kewajiban sebagai seorang raja,” jawab Suro Joyo. “Daripada nanti menyengsarakan rakyat, lebih aku tetap sebagai rakyat jelata. Biar orang lain yang benar-benar mampu, yang jadi raja, bukan diriku.””Eh..., maaf Kisanak Suro, aku kok jadi bingung. Kisanak Suro mengatakan, tidak ingin jadi raja, maksudnya bagaimana ini? Aku yang sudah tua ini benar-benar tidak paham.”Kembali Suro Joyo tersenyum. Dia perhatikan wajah Miguna yang polos, lugu, tidak mengada-ada, dan tampil apa adanya. Suro Joyo yakin, orang seperti Miguna ini tidak bisa bersandiwara, berpura-pura, atau pun melakukan sesuatu yang berkebalika
Suro Joyo bersikap seolah-olah tidak tahu-menahu kehadiran orang-orang yang mencurigakan ini. Dia terkesan lebih mementingkan urusan makan dan minum. Dilihat dari sikapnya, seolah-olah Suro Joyo hanya mementingkan makan daripada urusan lain yang mungkin lebih penting.“Lauknya apa, Tuan?” tanya pelayan yang ditilik dari wajah cantiknya, masih gadis. Dia memanggil para tamu kedai dengan panggilan ‘Tuan’.”Lauknya telur saja!” kata Suro. ”Jangan lupa, sayur lodehnya!””Ya, Tuan...,” sahut si gadis sambil menunduk hormat. “Ada lagi yang dipesan, Tuan?”“Ada.”“Apa, Tuan?”“Katakan pada juraganmu bahwa tadi ada yang mengatakan padamu bahwa kamu cantik.”“Siapa yang mengatakan itu , Tuan?”“Aku.”“Ah, Tuan bisa saja….”Gadis itu memerah wajahnya. Lalu minta diri untuk se
Empat anak buah Matag memang punya semangat tinggi. Namun ilmu kelahi mereka tidak tinggi. Ilmu menggunakan senjata pedang juga biasa-biasa saja. Serangan serentak mereka tidak berarti apa-apa pada Suro Joyo. Suro Joyo mampu berkelit dengan mudah sambil sesekali memukul dada atau menendang mereka.“Hehehe…, hentikan serangan kalian sekarang juga!” ejek Suro Joyo sambil tertawa ringan. “Tak ada gunanya kalian menyerang kalau kemampuan kalian hanya sampai di situ. Kalian belum layak terjun ke medan perang. Sekarang kalian kembali ke tampat kalian masing-masing untuk berlatih perang! Kalian tidak usah ikut-ikutan menjadi anak buah Wadungsarpa yang sudah jelas-jelas terhadap Raja Sandimaya.”Anak buah Matag tidak peduli pada peringatan dari Suro Joyo. Mereka mengira Suro Joyo sedang mengejek mereka. Suro Joyo yang benar-benar menyayangkan empat orang itu dikira merendahkan kemampuan mereka sebagai petarung.
Dargusung dan anak buahnya kaget dengan kenekatan Misih. Gadis cantik itu tidak mau dirinya direndahkan martabatnya oleh para laki-laki bejad yang ada di depannya.Perempuan mana saja tidak mungkin senang diperlakukan dengan seenaknya oleh para laki-laki yang tidak punya adab. Tidak ada perempuanyg rela dirinya dianggap hanya sebagai pemuas nafsu bejad laki-laki tak bermoral.Misih meakukan perlawanan. Dia tak memperhitungkan keadaan. Gadis itu dikuasai emosi, sehingga lupa bahwa sekarang sedang berhadapan dengan siapa. Gadis lugu semacam Misih tidak tahu bahwa yang dia lawan sekarang bukan sekumpulan manusia, tetapi segerombolan serigala!”Gadis nakal! Jangan melawan... ! Lebih baik kamu menyerah saja! Kita dapat melakukannya dengan tenang,” bujuk Dargusung dengan nada agak pelan. “Kalau kamu menyerah dengan baik-baik, maka kami akan melakukannya dengan baik-baik juga. Kalau kamu tenang, kami juga akan tenang. Jangan memancing kemarahan kami d
Setelah melihat mayat dua gadis itu, emosi Suro Joyo meledak. Meledak-ledak. Ingin rasanya dia meledakkan seluruh tempat ini dan seisinya! Rasanya dia ingin menghancurkan semuanya demi memusnahkan para berandal yang menjadi anak buah Wadungsarpa.Siapa yang tidak marah kalau melihat ada kekejaman di depan mata. Suro Joyo dalam benaknya menyesal. Andai saja dia datang lebih awal, maka semua ini tidak akan terjadi. Namun Suro Joyo juga memupus diri. Suro Joyo yakin bahwa semua ini ada yang mengatur. Dirinya hanya manusia biasa yang tidak mungkin bisa tahu apa keinginan Tuhan atas dirinya.Sekarang, semasa dirinya masih sehat, masih segar bugar, ingin mengabdikan seluruh kemampuan dirinya untuk menolong sesama. Suro Joyo ingin menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongan.Suro Joyo cepat mengejar, tapi Dargusung telah lenyap dari pandangan. Sebagai pendekar tua dia tahu bahwa lawannya bukan pendekar sembarangan. Dargusung pernah m
”Huahahaha..., aku sudah tahu tujuan kalian,” kata Sanggriwut dengan lantang. ”Kalian pasti ingin menggempur Jenggalu. Maka dari itu, kami sudah menyiapkan sambutan yang sangat meriah untuk kalian. Kayu besar ini akan kami gunakan untuk menyambut kalian...!”Sanggariwut dan Keksi Anjani bersalto ke belakang. Lalu kedua tangan mereka yang dimuati tenaga dalam, disorongkan ke depan untuk menghantam kayu gelondongan yang melintang di jalan. Kayu gelondongan melesat cepat ke arah Sargo dan anak buahnya! Kayu besar tersebut melesat untuk menghantam dan menggencet mereka...!“Awas!” teriak Panggas memperingatkan kepada teman-teman dan anak buahnya.Panggas tidak ingin dirinya, teman-teman, dan prajurit Pulungpitu celaka akibat terpaan gelondongan kayu yang besar. Kayu gelondongan yang besar itu sangat berat. Manusia yang terhantam bisa celaka. Manusia yang tergencet, bisa tewas seketika.“Cepat menghindar!” Sargo menyambut teriakan Panggas. Sargo, Sang Senapati Pulungpitu, juga punya pemik
Sanggariwut kini menyadari bahwa lawan-lawan yang dihadapi bukan sembarang pendekar. Mereka ternyata orang-orang hebat, jago-jago silat dengan segudang pengalaman di dunia persilatan.Bukan hanya Sanggariwut, Keksi Anjani pun sadar diri bahwa lawan-lawan mereka ternyata para pendekar hebat yang menjadi senapati Pulungpitu. Pendekar wanita itu makin sadar diri setelah tahu kehebatan Sargo.“Keksi…, lawan kita ternyata para pendekar hebat,” kata Sanggariwut kepada Keksi Anjani dengan nada lirih. “Mereka orang-orang pilih tanding yang punya banyak pengalaman. Kalau kita tadi hati-hati, justru kita berdua yang tewas di tangan mereka.”“Aku pun tak menduga kalau orang-orang Pulungpitu itu ternyata ada yang hebat,” sahut Keksi Anjani. “Benar-benar ini sebuah kejutan.”Walaupun dirinya tahu kalau lawan-lawan yang dihadapi punya kelebihan yang layak diperhitungkan, Keksi Anjani tidak mau harga dirinya jatuh. Dia tak ingin terlihat lemah, apalagi terkesan kalah di depan lawan-lawannya. Keksi A