Dua hari dalam perjalanan tidak ada masalah berarti untuk Danu dan Permata. Kuda mereka membuat langkah lebih cepat dan menghemat waktu, lebih baik pula selanjutnya untuk Diana.
Mereka kini tengah melewati sebuah desa yang bias-biasa saja. Pedagang-pedagang menjajakkan dagangannya di pasar bersama dengan hingar-bingarnya pembeli. Orang-orang seperti semut yang mengerubuti ikan asin, pagi itu mereka melewati sebuah pasar desa, akses satu-satunya pula untuk sampai pada lokasi tujuan. Mereka sarapan di sebuah warung tengah pasar, teriakan demi teriakan terdengar memekakkan telinga, tawar-menawar terjadi tanpa ada yang mengalah. Pedagang kain menawarkan harga dan kualitas, di sebelahnya pedagang baju jadi tanpa ampun mengolok-olok pedagang di sebelahnya.
“Nasi dua, Ibu!” Setelah duduk Danu langsung memesan sarapan untuk pagi ini.
Suara gaung lebah terdengar memenuhi warung, itu adalah suara kebisingan antara orang yang bercerita dan sesekali komentar dar
Kuda berlari kencang setelah meninggalkan pasar yang ramai, kini melintasi pedesaan yang tampak sepi. Dalam keadaan seperti itu, Danu dan Permata bebas mengendalikan kuda dan mengendarainya dengan kecepatan tinggi. Tidak akan ada yang merasa tersinggung dengan kecepatan mereka. Beberapa saat berlalu, sepertinya mereka telah memasuki area yang dekat dengan kerajaan.Tampak antrean panjang di jalanan sebelum memasuki perkotaan, lokasi kerajaan. Pedagang-pedagang tidak ada yang luput dari pemeriksaan, tidak ada sama sekali pendatang yang bebas dari pemeriksaan. Ini benar-benar sebuah rencana yang sangat matang untuk melakukan penyerangan, pihak kerajaan tidak memberikan kesempatan kepada penyusup untuk masuk wilayah kerajaan, para penjahat lokal juga begitu.Tujuan utama pihak kerajaan melakukan pemeriksaan sebenarnya sangat bagus, yaitu untuk mengurangi potensi adanya penjahat yang memasuki kerajaan. Tapi tidak semua prajurit yang mendapatkan tugas untuk memeriksa mempun
“Dari mana kalian berasal?” tanya seorang prajurit kepada Danu.“Aku dari desa Banjar Rejo!” jarab Danu.Permata tidak paham dengan apa yang ada dalam pikiran Danu. Tadi pagi ketika ada yang bertanya dari mana dia berasal Danu menjawab dari Lereng Gunung Tiga Maut, sekarang dengan pertanyaan yang sama ia menjawab dari Banjar Rejo. Manakah yang benar? Permata bingung sendiri.“Jauh sekali. Untuk keperluan apa kau melintasi wilayah kerajaan?” Seorang prajurit dengan nada mengancam bertanya, dan Danu sangat tidak menyukainya.“Aku mempunyai seorang saudara yang berada di desa Sambijajar, dan aku akan mengunjunginya dengan adikku ini!” Danu menunjuk Permata dengan jari telunjuknya. Permata tersenyum, sebuah senyum yang ia paksakan karena kaget.“Apakah kalian tidak membawa barang-barang yang bisa membahayakan orang lain?” tanya prajurit itu lagi, matanya menjelajah dari ujung kaki sampai rambu
Hutan telah di depan mata, Danu menambah kecepatan kudanya. Langit tampak gelap, matahari samar-samar sembunyi di balik awan hitam, mungkin sebentar lagi hujan akan datang.Sambutan hangat diberikan oleh hutan. Hewan-hewan liar menyambut mereka. Ayam hutan terbang terbirit-birit ketika dua kuda putih menginjakkan kaki dengan gagahnya. Rusa bertanduk panjang berlarian menjauh. Hewan-hewan itu hidup rukun dalam hutan yang sama, meski ada juga beberapa hewan yang saling memangsa. Begitulah seharusnya kehidupan manusia, dengan bekal otak dan hati seharusnya manusia menjadi lebih baik dari hewan, hidup rukun, tidak saling melukai. Begitulah seharusnya manusia, saling menghormati dan saling menghargai hak-hak orang lain.“Kamu yakin akan masuk hutan ini, Danu?” tanya Permata memastikan, mereka telah masuk wilayah hutan tapi belum begitu jauh.“Aku yakin sekali, Permata! Aku sudah mempunyai rencana yang matang untuk menghadapi orang-orang sialan itu!&
Di balik suara pedang itu terdengar pula suara rintih air hujan yang mulai berjatuhan. Terdengar suara air hujan menjatuhi dedaunan, beberapa saat kemudian air benar-benar jatuh ke bumi. Hawa menjadi dingin, sayup-sayup angin bertiup membasuh kulit, dingin terasa.Ting,.. tang...Saling adu sasaran pedang, Danu awas memandang pada setiap arah yang datang. Pertarungan ini hampir mirip dengan pertarungan yang terjadi di halaman rumah Kosala, hanya saja saat ini masih sore sedang pertarungan itu terjadi di malam hari. Sepuluh orang mengepung Danu juga Permata.“Kamu tidak apa-apa, Permata?” tanya Danu memastikan.Permata menjawab, “Aku baik-baik saja!”Slep...Pedang Danu mengenai salah satu tangan prajurit. “Aa...” teriakan kesakitan terdengar memilukan.Darah mengucur bercampur darah, orang itu berteriak kesakitan. Tanpa ampun Danu mendekatinya, mengayunkan pedang, sekejap kepala terpenggal dari tubu
Danu terduduk lemas di bawah sebuah pohon yang hening dari keramaian, tempat itu jauh dari kehidupan manusia. Permata mencoba mengobati Danu dengan sebisanya, dia sedikit mempunyai pengalaman tentang pengobatan sebab banyak belajar di desa. Ia mencari dedaunan yang bisa mengeringkan luka juga sejenisnya. Danu kehilangan banyak sekali darah, maka Permata mencari dan membuat sebuah ramuan dari dedaunan untuk mengembalikan darah. Permata sedikit gugup, ini adalah masalah yang sangat pelik baginya.“Bertahanlah, Danu!” ujar Permata ketika membubuhi bagian perut Danu yang terkena pedang.Darah sudah berhenti, sekarang yang diperlukan hanya mengeringkan luka dan memulihkan tenaga. Dua kuda mereka ditambatkan pada sebuah pohon yang tidak terlalu jauh, mereka tampak aman-aman saja dan tenang.Beberapa saat lalu Danu dan Permata berhasil lolos dari kepungan para prajurit dengan menggunakan kekuatan yang terkandung di dalam kendi pemberian dua Oprus. Asap teba
“Di mana kamu, Danu?” teriak Permata, ia telah kembali dan membawa dua bungkus makanan di tangannya.“Danu, apakah kamu akan memberikan kejutan kepadaku?” Permata menebak-nebak. Sebetulnya itu adalah sebuah kata yang ia gunakan untuk menutupi kekhawatirannya. Bagaimana jika ada apa-apa dengan Danu? Pikir Permata.Permata mendengar langkah kaki yang tidak terlalu jauh dari lokasinya sekarang berada. Apakah itu adalah suara langkah kaki Danu? Suara langkah kaki itu terdengar samar, menginjak-injak daun yang kering.“Aku baik-baik saja dan tidak akan memberikan kejutan padamu, Permata!” ujar Danu dari kejauhan, dia berjalan dengan bantuan tongkat kayu kering.Hati Permata tenang seketika, tidak ada yang perlu dikhawatirkan walaupun ia membawa kabar yang tidak mengenakkan dari pemukiman warga.“Aku membawa makanan untuk sarapan, Danu! Aku harap kau akan suka!” kata Permata menyambut kedatangan Danu, ia me
Tengah hari mereka beristirahat di samping sebuah batu besar, Danu kelelahan dan membutuhkan istirahat. Matahari bersinar terik, untunglah ada sebuah pohon kecil namun bisa mereka gunakan untuk berteduh. Permata membuka bungkusan yang ia bawa sejak tadi, sebuah bungkusan yang berisi makanan yang ia beli tadi pagi. Permata juga membeli makanan kering yang bisa untuk bertahan hidup sampai beberapa hari ke depan. Danu sangat bersyukur mendapatkan teman perjalanan seperti Permata, pengertian bagaikan sosok ibu kepada anaknya.“Aku berterima kasih sekali kepadamu, Permata. Entah aku sudah menjadi apa aku ini jika tidak ada Kau!” ujar Danu tulus mengucapkan terima kasih.“Tidak usah berlebihan dalam berterima kasih. Bukankah ini adalah tugas seorang teman dalam sebuah perjalanan?” Tangan Permata cekatan membuka bungkusan, memberikannya satu buah kepada Danu. Itu adalah roti kering namun terasa empuk ketika di makan, dan mengenyangkan. Itu adalah makan
Tengah malam Danu terbangun setelah mendengar suara manusia berbisik-bisik. Lilin mati, mungkin sudah habis. Dari kegelapan tersebut dengan pandangan mata telanjang Danu bisa melihat ada dua manusia yang tengah berbincang-bincang, mungkin tidak mengetahui bahwa ada manusia lain selain mereka.“Kita harus segera kembali dan menyusun strategi untuk menghadapi mereka!” kata salah seorang di antara mereka,Satunya menjawab, “Tapi kita belum sepenuhnya mengetahui strategi penyerangan seperti apa yang akan mereka gunakan!”Beberapa saat diam. Mereka adalah dua pemuda yang bertubuh kecil, tinggi, rambutnya panjang tidak beraturan. Danu belum mengerti apa yang mereka bicarakan, tapi perbincangan mereka terlihat menarik perhatian.“Aku mengerti itu, Karim. Tapi untuk apa kita tahu strategi mereka jika pasukan kita tidak ada persiapan apa pun?”Pemuda yang bernama Karim angkat bicara lagi, “Tapi aku rasa kita m
Dalam hati ada sebuah rasa kagum terhadap Anjasmara yang baru saja Danu melihatnya. Dia tidak banyak bicara, selalu tersenyum, dan selalu menundukkan kepala ketika tidak diperlukan memandang. Danu dan Anjasmara berjalan-jalan di area luar kerajaan, masih di dalam kerajaan namun sepi dari keramaian, sedang tiga orang lainnya masih meneruskan perbincangan di dalam ruang tamu kerajaan dengan raja. “Apakah namamu hanya Anjasmara?” tanya Danu, sedari tadi mereka hanya saling diam menatap rumput-rumput di atas batu-batu, kadang air mancur menjadi penghias, sedang di bawahnya hidup bahagia ikan-ikan emas. “Tidak,” sahut Anjasmara dengan senyumnya. “Nama lengkapku Titihan Putri Anjasmara!” “Indah namamu!” Danu memuju tulus, Anjasmara menyambutnya dengan senyuman hangat. “Apa keahlianmu?” tanya Danu lagi, dia benar-benar kehabisan tema pembicaraan. Sebenarnya banyak hal yang ingin dia tanyakan, namun saat ini belumlah waktu yang tepat. “Aku suk
Perjalanan hidup antara Permata dan Danu berjalan sampai beberapa bulan kemudian, sampai Danu benar-benar siap menjadi seorang raja dan Sekte Timur menemukan sebuah kerajaan yang tepat. Danu sangat sibuk, bahkan untuk sekadar menikmati sinar matahari dan udara pagi. Bangun dari tidur ia langsung bersiap-siap untuk menjalani berbagai aktivitas yang menunggu, tidak jarang dia bertemu dengan orang-orang penting, yang nantinya akan mendukung dirinya menjadi raja. Benar, Danu sangat sibuk untuk mengangkat diri.“Hari ini kita akan bertemu dengan seorang raja, Danu!” ucap Ketua Sekte kepada Danu, mereka tengah sarapan pagi bersama.Danu tidak perlu bertanya kepada Ketua Sekte tentang apa yang menjadi tujuan mereka. Sekarang sudah jelas, bahwa setiap langkah yang mereka jalani adalah dalam rangka untuk menjadikan Danu seorang raja, kemudian menjadi penguasa dunia.Beberapa saat kemudian Danu diajak ke dalam kamar rias, Danu mendapatkan riasan dari para peri
Sudah dua hari Permata tidak melihat Danu, rasanya semakin ada jarak yang memisahkan antara dirinya dan Danu. Permata sibuk dengan melatih para generasi, sedang Danu sibuk dengan urusan-urusan yang Permata tidak mengerti. Benar, dua hari ini Permata tidak melihat Danu sama sekali. Suatu waktu Permata pernah berpikir untuk meninggalkan tempat itu, namun ia kembali berpikir panjang tentang perjuangannya selama ini menuju hutan ini, dan sekarang tentulah harus sesuai dengan rencana. Selama itu pula, Permata belum melihat atau mendengar keberadaan Diana sama sekali. Memang, Danu sengaja tidak memberitahukan kepada Permata bahwa ia telah mengetahui keberadaan Diana. Ia mempunyai rencana sendiri yang dianggapnya lebih matang dan akan berhasil.Permata hari ini tidak enak badan, hampir seharian ia tidak keluar kamar. Ia menitip pesan kepada seorang pelayan, menitip pesan untuk remaja yang diajarnya, bahwa dua hari ke depan mereka akan belajar mandiri. Permata benar-benar kelelahan,
Semua berubah menjadi hal yang tidak menyenangkan. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari pada mengembara di dalam hutan dan hanya ada dua manusia saling berkata. Permata merasakan itu semua siksaan, meskipun ia belum mengerti bagaimana langkah hidup selanjutnya. Yang dia mengerti saat ini adalah hari-hari yang menyebalkan dan serba tidak membahagiakan. Memang Permata makan setiap hari dengan makanan yang terjamin, setiap pagi, siang, malam, ada yang mengantarkakn. Namun kini untuk melihat senyum Danu barang sejenak, ia agaknya berkurang waktu. Danu sekarang mulai berubah sedikit demi sedikit. Danu dipenuhi dengan kemauan dan target yang selalu membuatnya tidak tenang.Malam ini Permata tidur sendirian di dalam kamarnya, tidak ada yang menemani. Di luar sana tampak sepi, namun Permata dapat menebak pastilah Danu sedang memikirkan sebuah rencana. Permata akhir-akhir ini merasa tidak sejalan dengan Danu. Memang, Danu saat ini berambisi untuk menjadi seorang raja, setelah menden
Pagi benar Danu bangun, bahkan ketika matahari belum benar-benar menampakkan diri. Udara dingin, Danu membasuh muka dan menimum air putih di atas meja. Beberapa saat kemudian ada suara orang mengetuk pintu, ia membuka, dan itu ternyata adalah seorang pelayan yang mengantarkan sarapan dan minuman hangat. Danu sangat bersyukur sekali mendapatkan pelayanan yang demikian baiknya, sangat berbeda dengan perkiraan awal yang mereka bayangkan.Tiba-tiba Danu kepikiran Permata, apakah dia sudah bangun? Tanya dia dalam hati. Danu belum menyentuh makanan atau minuman yang dibawakan oleh seorang perempuan muda yang menjadi pelayan tadi, ia berjalan ke luar kamar menuju kamar Permata. Pelan-palan Danu berjalan, bahkan langkah kakinya tidak menimbulkan suara sama sekali. Di jalan ia berpapasan dengan beberapa anggota Sekte Timur yang tengah berjalan pula dengan kepentingan berbeda, kadang mereka menyapa Danu terlebih dahulu, kadang juga sebaliknya.“Permata, apakah kamu sudah b
Malamya Danu dan Permata menginap di salah satu bangunan megah itu, selepas makan-makan besar yang dilakukan oleh Sekte Timur di Pasanggrahan. Danu dan Permata tidak menjadi satu kamar, mereka terpisahkan oleh sebuah lorong panjang, terang, penuh dengan ornamen keindahan berwarna merah menyala. Besok pagi Danu dan Permata mendapatkan undangan kehormatan sekaligus penawaran dari ketua Sekte Timur, itu mereka dengar dari salah satu orang yang berjalan bersama mereka tadi siang.“Beliau ingin mengundang kalian dan itu adalah sebuah kehormatan besar, sekalian memberikan penawaran kerja sama,” ujar orang itu kepada Danu dan Permata sebelum berpisah.Bukan undangan itu yang membuat Danu tidak bisa tidur malam ini, melainkan sebuah bayangan rembulan yang terligat dari jendela kamarnya menginap. Dari bayangan itu keluarah wajah Diana yang tidak akan pernah bisa tergantikan, Diana, selalu ada dan sepertinya malam ini akan tidur bersama dalam naungan cahaya rembulan.
Perjalanan menuju markas Sekte Timur kurang lebih membutuhkan waktu dua puluh menit (andai waktu itu ada jam). Mereka berjalan kaki, entah kenapa tidak memakai kuda sebagai kendaraan. Danu dan Permata berada di barisan paling belakang di antara semua orang Sekte Timur.Sepertinya gapura di depan sana menandakan bahwa mereka telah memasuki wilayah Sekte Timur. Sebuah plang besar bertuliskan huruf China, pun hiasan-hiasan yang ada juga khas bangsa China. Warna merah, gambar naga menjadi penghias. Ini bukan khas masyarakat sekitar, tapi lebih mengarah pada bangsa China. Benarkah para perampok itu adalah keturunan China yang merantau dan beranak-pinak? (Hai, aku tidak menyinggung bangsa Indonesia ini, yah... Ini asli karangan dalam cerita aku saja).Danu dan Permata dibuat kagum dengan ornamen-ornamen bangunan yang ada, ini hampir mirip dengan kerajaan. Bangunan-bangunan lebih mirip dengan penginapan orang-orang kaya, setiap rumah mempunyai kolam masing-masing di depan rum
Malam itu Danu dan Permata bermalam tidak jauh dari empat mayat yang mereka bunuh. Ketika angin berhembus, maka bau amis darah tercium, tersampaikan kepada hidung mereka. Danu dan Permata dengan hati was-was dan waspada bergantian berjaga malam itu. Ketika Danu tidur Permata dibangunkan, ketika Permata tidur Danu dibangunkan, begitu seterusnya hingga pagi menjelang.Pagi datang, sinarnya menerobos dedaunan yang hijau. Mayat-mayat itu tampak dikerubung oleh semut, kucing, bahkan ada beberapa anjing yang datang dari kejauhan. Satu di antara empat mayat itu yang paling mengenaskan, ialah mayat yang mengenakan baju berwarna biru tua, wajahnya tercabik-cabik cakar anjing, ususnya keluar semua, bahkan matanya kini telah tiada. Mereka ngeri sendiri menyaksikan pemandangan itu, hampir saja Permata muntah dibuatnya.“Ayo kita segera pergi, Danu!” ajak Permata setelah benar-benar tidak kuat.“Ayo!” sahut Danu.Mereka melanjutkan perjalanan,
Malam hari Permata terbangun ketika mendengar langkah kaki yang berat berjalan mendekat. Permata dengan segera membangunkan Danu. Danu bangun dan segera menyadari apa yang terjadi, ia menangkan Permata. Pandangan Danu jelas lebih tajam dari pada Permata meskipun dalam hal pendengaran sebaliknya. Itu adalah dua kemampuan yang mereka asah ketika mendatangi rumah Kosala, bapak dari Rumana.“Siapa yang datang, Danu?” tanya Permata, matanya berusaha memandang siapa yang tengah berjalan mendekat, namun percuma, pandangannya tidak setajam Danu. Ia hanya bisa mendengar langkah kaki yang kian mendekat itu.“Aku melihatnya, tapi hanya sosok hitam yang berdiri di bawah gelap malam. Malam ini benar-benar gelap, Permata,” ujar Danu. Ia melanjutkan sembari tidak melepas bayangan di kejauhan sana. “Yang bisa aku pastikan sekarang ini bahwa dia tidak satu orang, ada tiga orang atau empat!”“Apa yang harus kita lakukan?” Permata se