Siang bergerak sore. Kawanan burung rangkong tak lagi terdengar berkaok di atas langit Kutaraja Minanga Tamwan. Tugasnya membelah angkasa telah digantikan kulik gagah burung elang yang tak lelah puluhan kali berputar mengincar mangsa. Di pepohonan rindang yang berjejer rapi di jalanan Minanga Tamwan, burung pipit berlompatan dari satu ranting ke ranting lainnya. Sungguh sebuah lukisan alam permai yang menggenapi keindahan Kutaraja Minanga Tamwan.Tapi semua keindahan surgawi itu tidak berlaku di jiwa-jiwa penduduk dan pemimpin Kedatuan Sriwijaya. Jalan dan ruang publik yang sepi sudah cukup untuk menunjukkan hal ganjil yang diakibatkan oleh pemberontakan Rajaputra Aruna. Memang pertempuran seru masih terjadi di Delta Kematian yang berjarak ribuan depa dari Minanga Tamwan. Namun, ruh perang yang menakutkan telah merasuk hingga ke jantung istana.Suasana mencekam seperti tak hendak beranjak dari ruang utama istana Sriwijaya. Dari pagi Pangeran Indrawarman, Senapati Madya Arsa, Bhiksu Dh
"Senapati dan seluruh prajurit Sriwijaya! Dengarlah ucapanku ini! Aku minta kalian menyerah sekarang juga! Atau, aku akan menghancurkan kalian semua! Saat ini aku telah menguasai dua hal yang cukup untuk meratakan kalian semua dengan tanah! Racun sekutuku Datuk Lepu dan satu-satunya penawar racun Datuk Lepu, Golok Melasa Kepappang! Selain Golok Melasa Kepappang, tak ada pusaka lagi di jagat ini yang mampu mengalahkan racun mematikan Datuk Lepu! Jadi, kuingatkan sekali lagi! Menyerahlah! Atau kalian semua akan jadi bangkai yang tak ada gunanya!" teriakan Rajaputra Aruna dari atas perahunya membahana.Penggunaan tenaga dalam yang pada setiap kalimatnya membuat kata-kata Rajaputra Aruna terdengar oleh seluruh manusia yang berada di sekitar Delta Kematian. Baik sekutu atau lawan tanpa kecuali.Tak jauh dari dinding sebelah kiri, Datuk Lepu, Cakar Macan, dan Siluman Serigala bersorak girang. Begitupun dengan Pisau Terbang dan beberapa pendekar aliran hitam lain yang hampir mencapai dinding
Sabotase yang dilakukan Gundang bisa segera diatasi oleh Senapati Madya Arsa dan Sadnya. Gundang dan puluhan prajurit yang mendukung sabotase, sebentar saja telah jadi mayat. Dalam sekali tebas, Senapati Madya Arsa mampu menumbangkan Gundang.Mayat Gundang dan puluhan prajurit pengkhianat, penuh darah dan mengotori halaman istana Kedatuan Sriwijaya.Walau sabotase Gundang dengan cepat dapat ditangani, upaya sabotase itu sebenarnya menunjukkan kelemahan mendasar yang ditunjukkan oleh pasukan telik sandi Sriwijaya. Jika para telik sandi sebelumnya mampu bekerja disiplin dan efektif, sabotase Gundang tak perlu terjadi. Semua bisa diketahui sejak awal.Kekhawatiran Selir Laksita terhadap adanya jaringan pengkhianat di dalam tubuh pasukan Sriwijaya terbukti. Pengkhianatan Gundang tersebut mau tak mau mengundang tanda tanya besar dalam benak Sadnya. Naluri keprajuritannya mengatakan, tak mungkin Gondang bergerak sendiri melakukan sabotase tanpa orang lain yang memberikan komando.Sebelum Sa
Berpasang-pasang burung rangkong terbang kembali ke sarangnya. Keriuhan mereka akan segera digantikan oleh satu dua kelelawar yang mulai muncul dan terbang cepat di sela-sela dedaun pohon buah-buahan hutan.Sore hari ini, gelap terasa lebih lambat menyergap. Terutama bagi ratusan sisa prajurit Sriwijaya di Delta Kematian yang terus-menerus dijemput malaikat maut. Racun Datuk Lepu dan tangan-tangan buas Pendekar Pisau Terbang, Cakar Macan, Siluman Serigala, seakan berperan jadi tangan-tangan haus darah milik malaikat pencabut nyawa. Jerit kematian, darah menganak sungai, dan tubuh-tubuh gosong manusia memenuhi setiap sudut Delta Kematian.Situasi makin kritis. Saat itulah dari kejauhan terlihat ratusan gugus perahu pasukan Sriwijaya yang dipimpin langsung oleh Pangeran Indrawarman muncul. Kehadiran gugus pasukan dengan puluhan senapati dan ribuan prajurit tersebut menerbitkan sedikit harapan di tengah keputusasaan.Mengetahui datangnya bala bantuan Sriwijaya, pertarungan sengit yang ter
Langkah cekatan Rajaputra Aruna dan Pisau Terbang taktis menembus guyuran anak panah. Sesekali, ketika langkah kaki keduanya harus menjadikan tubuh prajurit yang tewas sebagai pijakan. Puing papan dan balok sudah mulai jauh berkurang dibawa arus Sungai Komering.Hari mulai gelap. Matahari telah tergelincir dan menyerahkan tugasnya pada kegelapan malam.Serangan anak panah dari pasukan Sriwijaya mereda. Malam mulai menghalangi pandangan mereka.Pada perang konvensional di abad ketujuh, seluruh pasukan dan petarung yang terlibat pertempuran seharusnya telah menghentikan adu senjata dan beristirahat. Namun pengecualian sepertinya berlaku pada pertempuran di Delta Kematian.Sama sekali tak terlihat niat kedua belah pihak untuk mengendurkan serangan. Apalagi sampai menghentikannya. Semangat perang dsn saling menghabisi mereka malah makin berlipat ganda.Melalui pesan berantai, Rajaputra Aruna memerintahkan seluruh sekutu dan sisa pasukannya menumpuk kekuatan di dinding kiri Delta Kematian.
Ketika jarak Sadnya berada di hitungan puluhan depa, dalam kegelapan malam, Sadnya sudah berhasil melihat sosok Rajaputra Aruna dengan jelas.Ketajaman melihat dalam malam hari merupakan salah satu keistimewaan yang diwarisi Sadnya dari Ibu Harimau. Walaupun secara genetika Sadnya bukanlah seekor harimau, namun Ibu Harimau selama sepuluh tahun berhasil melatih seluruh panca indera Sadnya. Itulah yang menjadi bekal hidup Sadnya selama sepuluh tahun hidup di alam hutan bebas yang buas.Semua hal yang diajarkan Ibu Harimau ternyata berguna besar bagi Sadnya hingga hari ini."Rajaputra Aruna! Apa kabar?" Sadnya menyapa calon lawannya dengan menggunakan tenaga dalam. Anak muda yang jarang bicara tapi pandai meledek lawan-lawannya itu memang selalu memulai setiap pertarungan dengan tegur sapa. Pantang baginya untuk membokong dari belakang siapapun yang menjadi lawan.Rajaputra Aruna terkesiap mendengar getar teguran Sadnya. Matanya mencari kesana kemari. Samar-samar dikejauhan ia melihat se
"Siap Senapati Pendekar!" Pada meletakkan dayung dan mendekati Sadnya. Sebuah benda terbungkus kain putih tergenggam ditangannya."Babinya mana Senapati Pendekar hehe...?" canda Pada."Babinya? Itu yang sedang menyerang ke arah kita haha...!" jawab Sadnya dengan santai sambil menunjuk ke arah Datuk Lepu. Keduanya terus bergurau. Seperti tak sedang berhadapan dengan bahaya yang sebentar lagi sampai ke arah mereka.Canda keduanya terhenti ketika mereka mendengar Datuk Lepu berteriak kencang merapalkan mantera-mantera Ilmu Racun Menebar Kematian."Hooooiiii...demi roh para leluhurku! Racunku, racun jagat! Manusia terkena racun pasti kaku dan sekarat!""Hooooiiii...demi roh para leluhurku! Racunku, dibuat dalam sunyi! Manusia terkena racun pasti kaku dan mati!"Mantera-mantera itu diikuti dengan membumbungnya tubuh Datuk Lepu ke udara. Asap hitam tipis mulai melingkungi tubuh rentanya. Asap hitam itu kemudian makin menebal dan berkumpul di kedua telapak tangan dan cepat membentuk dua bola
Semua orang yang mengetahui Sadnya terpental karena serangan gelap Datuk Lepu, jerih membayangkan akibat dari serangan itu. Benak mereka dipenuhi dengan bayang-bayang sebuah tubuh manusia yang hitam terbakar. Mungkin lebih mirip zombie daripada sekedar mayat gosong.Gempita dan semangat pasukan Sriwijaya yang baru saja bangkit jadi padam kembali. Diperahunya, dengan wajah geram dan gigi bergemeletuk, Pangeran Indrawarman menahan emosi. Ia bergeming dan mengumpat perlahan, "Dasar dukun culas! Serangan Datuk Lepu sungguh licik dan tak bisa dimaafkan!"Senapati Madya Arsa yang berada di sebelah Pangeran Indrawarman, segera melakukan tindakan pertahanan untuk melindungi Pangeran Indrawarman, Permaisuri Sobakencana, dan Selir Laksita."Seluruh pasukaaaan...! Bentuk formasi cakrabyuhaaaa...!" perintah itu segera diikuti dengan gerakan puluhan perahu pasukan Sriwijaya membentuk sebuah lingkaran berlapis-lapis untuk melindungi seluruh anggota Kedatuan Sriwijaya. Kalau hanya prajurit biasa yan